Logo
>

ADMR Luncurkan Pabrik Aluminium: Terobosan atau Beban Baru?

ADMR bersiap mengoperasikan pabrik aluminium raksasa di Kalimantan Utara, namun laporan keuangan menunjukkan fondasi yang masih fluktuatif dan belum sepenuhnya siap menanggung beban ekspansi besar.

Ditulis oleh Yunila Wati
ADMR Luncurkan Pabrik Aluminium: Terobosan atau Beban Baru?
Ilustrasi tambang PT Alamtri Minerals Indonesia Tbk (ADMR).

KABARBURSA.COM – PT Alamtri Minerals Indonesia Tbk (ADMR) sedang memasuki fase paling penting dalam sejarah bisnisnya. Perusahaan memastikan bahwa pabrik aluminium di Kalimantan Utara akan mulai beroperasi pada pertengahan Desember tahun ini. Pabrik tersebut diklaim akan menjadi salah satu yang terbesar di Indonesia. 

Jika proyek ini berjalan sesuai rencana, ADMR berpotensi berubah dari pemain komoditas berbasis bauksit menjadi perusahaan terintegrasi yang menguasai rantai nilai aluminium dari hulu ke hilir.

Namun di balik narasi besar tersebut, apakah kinerja keuangan ADMR selama ini cukup kuat untuk menopang ambisi industri logam yang masif?

Dan lebih jauh lagi, apakah pabrik aluminium baru ini akan menambah pendapatan secara signifikan atau justru menambah beban operasional dalam jangka pendek?

Fase Investasi Besar, Namun Pendapatan Masih Fluktuatif

Jika melihat data keuangan ADMR dalam lima tahun terakhir, pola yang muncul adalah pertumbuhan pendapatan yang kuat tetapi tidak stabil. Total pendapatan Q3 2025 berada di Rp3,78 triliun, turun dari Rp4,02 triliun di Q2 dan dari Rp4,94 triliun di Q4 2024. 

Ini menunjukkan bahwa bisnis ADMR masih sangat bergantung pada siklus harga komoditas dan volume ekspor, bukan pada stabilitas permintaan industri.

Kondisi ini penting, karena bisnis aluminium memiliki karakteristik berbeda. Marginnya sangat ketat, kebutuhan energinya besar, dan stabilitas operasionalnya jauh lebih krusial daripada siklus harga mineral mentah.

ADMR selama ini memang menikmati margin kuat di segmen bauksit, tetapi kinerja laba bersihnya bergerak dinamis. Pada kuartal ketiga 2025, laba bersihnya hanya Rp1,02 triliun, turun dari Rp1,22 triliun di Q2 2025, bahkan jauh di bawah Rp2,13 triliun pada Q2 2024. 

Dengan kata lain, sekalipun perusahaan ini profitable, namun arus kasnya tidak sepenuhnya mencerminkan bisnis yang stabil.

Margin Kuat, Namun Cenderung Tergerus

Laba kotor ADMR di kuartal ketiga 2025 ini masih cukup impresif, yaitu mencapai Rp1,43 triliun. Akan tetapi, angka ini turun tajam dari kuartal kedua 2025 yang sebesar Rp1,61 triliun dan anjlok dari kuartal keempat 2024, yang sebesar Rp2,23 triliun.

Margin kotor yang fluktuatif ini menunjukkan adanya tekanan, terutama dari sisi biaya produksi dan harga jual. Ketika perusahaan masuk ke industri aluminium, faktor biaya energi yang menjadi komponen terbesar dalam produksi aluminium, akan menentukan margin lebih dari sebelumnya.

Hal inilah yang memunculkan satu kritik besar, apakah ADMR memiliki efisiensi energi yang cukup untuk bersaing di industri aluminium? 

Apalagi, mengingat produksi aluminium adalah salah satu proses industri paling boros listrik di dunia. Sementara, pabrik tidak didukung energi murah, sehingga akan berisiko menciptakan margin tipis, bahkan negatif.

Ambisi Kapasitas 500.000 Ton: Terobosan atau Beban Baru?

Sejauh ini, manajemen ADMR menyebut operasi awal akan dimulai pada pertengahan Desember 2025. Kemudian di akhir 2026, kapasitas akan penuh karena pabril menghasilkan 500.000 ton aluminium per tahunnya.

Untuk jangka panjang bahkan akan terjadi ekspansi besar-besaran yang jumlahnya mencapai 1,5 juta ton.

Jika memang kapasitas ini tercapai, ADMR akan menjadi pemain raksasa di industri aluminium Indonesia dan Asia Tenggara. Dari sisi potensi pendapatan, hitungannya pun akan sangat besar.

Hanya dengan asumsi harga aluminium USD2.200 per ton, maka pendapatan tambahan dari pabrik aluminium ini bisa mencapai Rp17–Rp18 triliun per tahun. Bisa dikatakan tiga kali lipat dari pendapatan ADMR saat ini.

Namun itu adalah skenario optimistis. Skenario realistisnya harus mempertimbangkan, yaitu kebutuhan investasi lanjutan yang sangat besar dan biaya energi yang akan menggerus margin. Belum lagi stabilitas pasokan bauksit dan alumina yang perlu dipertanyakan, serta tantangan ramp-up operasional yang biasanya memakan waktu lebih panjang dari jadwal.

Dengan kata lain, ada peluang pertumbuhan spektakuler, tetapi juga risiko eksekusi tidak boleh diremehkan.

EBITDA Kuat, Tetapi Tidak Konsisten

Jika melihat dari EBITDA ADMR, tampak sekali kekuatan fundamental yang cukup baik. Tetapi tetap, sangat berfluktuasi. Puncaknya terjadi pada kuartal keempat 2023, di mana EBITDA mencapai Rp3,89 triliun. Namun pada kuartal keempat 2024, EBITDA turun ke Rp2,23 triliun dan terus turun pada kuartal ketiga 2025 yang hanya Rp1,44 triliun.

Penurunan EBITDA ini menegaskan bahwa struktur profit ADMR masih sangat dipengaruhi siklus komoditas. Padahal, ketika perusahaan memasuki industri aluminium, fluktuasi seperti ini akan menanggung risiko lebih besar. Sebabnya, aluminium smelting membutuhkan arus kas stabil, bukan naik-turun seperti komoditas mentah.

Hal yang sama bisa dilihat dari Return on Assets (ROA) dan Return on Equity (ROE) ADMR. Baik ROA maupun ROE ADMR menunjukkan penurunan dalam beberapa kuartal terakhir. Di Q3 2025, ROA hanya 2,36 persen sementara ROE 4,18 persen. Angka ini menurun signifikan dibanding kinerja 2023 yang jauh lebih tinggi.

Penurunan profitabilitas ini sangat relevan untuk menilai prospek pabrik aluminium, karena ekspansi yang besar membutuhkan ROIC yang tinggi. Penurunan ROE dapat menjadi sinyal tekanan biaya atau efisiensi yang belum optimal. Dan, industri aluminium akan menambah kebutuhan modal besar (capital-intensive industry).

Jadi, ADMR harus membuktikan bahwa mereka mampu memulihkan profitabilitas sebelum ekspansi besar dilakukan.

Jadi, Apakah Pabrik Aluminium Ini Akan Menambah Pendapatan ADMR?

Secara teoritis ya, bahkan sangat sangat signifikan. Namun secara praktis dan realistis belum tentu langsung terasa. Risiko eksekusinya sangat besar.

Jadi, dalam jangka pendek (2025–2026), pabrik aluminium kemungkinan hanya akan menambah beban operasional, memangkas margin sementara, dan meningkatkan kebutuhan modal kerja, sebelum akhirnya menambah kontribusi revenue besar pada 2027 ke atas.

Namun dalam jangka panjang, jika semua berjalan sesuai rencana, pabrik ini bisa mengubah ADMR menjadi salah satu pemain logam paling dominan di Asia.

Jadi, hal yang paling penting diperhatikan adalah fundamental ADMR masih sangat fluktuatif dan belum menunjukkan stabilitas yang dibutuhkan untuk menopang industri aluminium berskala raksasa. 

Dan, tidak ada jaminan bahwa ramp-up 500.000 ton akan berjalan mulus dalam satu tahun, apalagi ekspansi 1,5 juta ton.

ADMR sedang bergerak ke arah yang benar secara strategis, tetapi investor harus bersiap menghadapi fase transisi yang penuh volatilitas, yaitu pendapatan yang melonjak di masa depan, tetapi profit yang mungkin tertekan dalam satu hingga dua tahun pertama.(*)

Disclaimer:
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79