Logo
>

PLTA Mentarang Induk bisa Dongkrak Valuasi ADRO 50 Persen

ADRO makin serius masuk ke energi hijau lewat PLTA Mentarang Induk di Malinau. Dengan investasi Rp40 triliun, proyek ini bisa jadi mesin cuan baru, berpotensi menghasilkan Rp5,68 triliun per tahun, dan mengangkat valuasi ADRO hingga 50 persen.

Ditulis oleh S Wiryawan
PLTA Mentarang Induk bisa Dongkrak Valuasi ADRO 50 Persen
Ilustrasi desain atau site plan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Mentarang Induk yang berlokasi di Malinau, Kalimantan Utara. Dengan kapasitas terpasang 1.375 MW, proyek ini akan menjadi salah satu PLTA terbesar di Indonesia dan berperan penting dalam memasok energi hijau untuk Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIPI). Foto: Dok. PT Kayan Hyropower Nusantara.

KABARBURSA.COM - PT Alamtri Resources Indonesia Tbk tidak lagi sekadar jadi raja batu bara. Perusahaan dengan kode emiten ADRO ini telah menata langkah besar menuju energi hijau. Salah satu gebrakan terbesarnya adalah investasi di Pembangkit Listrik Tenaga Air atau PLTA Mentarang Induk yang terletak di Sungai Mentarang—sekitar 35 kilometer dari bagian hulu Kota Malinau di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara.

Lewat PT Kayan Hydropower Nusantara (KHN), ADRO memegang 50 persen saham dalam proyek ini. KHN merupakan perusahaan patungan dari PT Kayan Patria Pratama asal Indonesia dan Sarawak Energy Berhad asal Malaysia. Masing-masing perusahaan tersebut pun memegang saham KHN sebesar 25 persen.

Kapasitasnya tidak main-main—mencapai 1.375 MW dengan investasi yang membengkak sampai USD2,6 miliar atau sekitar Rp40 triliun. Ini bukan proyek coba-coba. ADRO melihat ini sebagai pijakan baru menuju era diversifikasi energi. Tak heran jika proyek ini dianugerahi status Proyek Strategis Nasional (PSN) berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 21 Tahun 2022.

Groundbreaking sudah dilakukan sejak Maret 2023. Konstruksi dimulai kuartal pertama 2024. Kalau semua berjalan mulus, listrik dari PLTA ini bisa mengalir pada 2029 atau 2030. Kapasitas produksinya mencapai 9 TWh per tahun. Nantinya, listrik dari sini bakal jadi tumpuan Kawasan Industri Hijau Kalimantan Utara bahkan hingga Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur.

Tapi jangan salah, ini bukan sekadar proyek listrik hijau buat pajangan di laporan tahunan. ADRO punya target besar. Pada 2030, separuh pendapatannya harus berasal dari sektor non-batu bara termal. Untuk itu, mereka bakal ngebut mempercepat ekspansi ke sektor hilir, salah satunya membangun smelter aluminium berkapasitas 1,5 juta ton per tahun lewat anak usahanya PT Adaro Minerals Indonesia (ADMR). Smelter ini akan mulai beroperasi dengan kapasitas awal 500 ribu ton pada 2025.

Spesifikasi PLTA Mentarang Induk


PLTA ini akan memiliki kapasitas terpasang sebesar 1.375 megawatt (MW) dengan potensi daya tetap mencapai 850 MW. Dengan desain Concrete Faced Rockfill Dam (CFRD)—yang menggunakan urugan batu dengan membran beton—bendungan ini akan memiliki tinggi mencapai 235 meter dan menjadikannya salah satu bendungan tertinggi di Indonesia.

Spesifikasi PLTA Mentarang Induk. Sumber: Dok. PT KHN.

Dari sisi infrastruktur, panjang puncak bendungan mencapai 815 meter, sementara luas area waduk yang akan dibentuk diperkirakan sekitar 226 kilometer persegi. Target operasionalnya telah ditetapkan pada tahun 2030, seiring dengan pembangunan infrastruktur transmisi yang akan menghubungkan listrik dari Mentarang Induk ke KIPI melalui jalur yang melintasi Kabupaten Malinau, Tana Tidung, dan Bulungan.

Saat ini, proyek PLTA Mentarang Induk masih berada dalam tahap pengembangan desain awal. Namun, dengan peran strategisnya dalam mendukung industri hijau, proyek ini menjadi salah satu tonggak penting dalam perjalanan Indonesia menuju energi terbarukan yang lebih masif dan berkelanjutan.

Cuan dari PLTA Mentarang Induk, Berapa Besar?


PLTA Mentarang Induk tidak hanya sekadar simbol transisi energi. Ini mesin cetak duit jangka panjang. Dengan produksi listrik 9 TWh per tahun, proyek ini berpotensi meraup pendapatan besar. Kalau harga listrik dipatok antara USD0,05–0,07 per kWh, pemasukan kasarnya bisa menyentuh ratusan juta dolar per tahun.

Mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022, tarif tertinggi untuk listrik dari PLTA skala besar seperti ini dipatok:

  • 7,65 sen dolar AS per kWh untuk tahun ke-1 hingga ke-10
  • 6,50 sen dolar AS per kWh untuk tahun ke-11 hingga ke-30

Mari berhitung:

  • Produksi listrik tahunan: 9 TWh = 9.000.000.000 kWh
  • Tarif listrik: USD 7,65 sen = USD 0,0765 per kWh
  • Total pendapatan tahunan: 9 miliar kWh × USD 0,0765 per kWh = USD688,5 juta
  • Dengan asumsi kurs Rp16.500 per USD, totalnya: Rp11,36 triliun per tahun.

Karena ADRO menguasai 50 persen saham di KHN, maka porsi pendapatan yang menjadi hak ADRO adalah:

• 50 persen × Rp 10,33 triliun = Rp5,68 triliun.

Dengan demikian, potensi pendapatan tahunan ADRO dari PLTA Kayan diproyeksikan sekitar Rp5,68 triliun selama 10 tahun pertama operasi.

PLTA Mentarang Induk juga menjadi sumber energi utama bagi smelter aluminium Adaro Minerals untuk memastikan operasional industri berjalan dengan biaya energi yang lebih murah dan rendah karbon. Dengan kata lain, ADRO tidak hanya memperoleh pendapatan dari penjualan listrik untuk negara, tetapi juga meningkatkan profitabilitas bisnis hilirnya.

Dari sisi keuangan, ADRO jelas bukan pemain kemarin sore. Perusahaan tambang ini punya kantong yang cukup tebal buat membiayai proyek PLTA Mentarang Induk. Berdasarkan Laporan Tahunan ADRO tahun 2022, laba bersih perusahaan yang dikomandoi Garibaldi Thohir ini sempat ngebut ke USD2,83 miliar, naik 175 persen secara tahunan (YoY). Meski pada 2023 ada sedikit koreksi, mereka tetap mengantongi USD1,64 miliar (sekitar Rp25,7 triliun)—angka yang masih melampaui target internal.

Dengan kas yang solid, ADRO berani mengalokasikan USD1,3 miliar untuk proyek ini dengan didukung oleh kombinasi ekuitas dan pinjaman berbunga rendah. Kalau kesepakatan Power Purchase Agreement (PPA) dan financial close bisa dituntaskan pada 2024, ADRO berpotensi mengamankan pendanaan dengan bunga kompetitif yang bakal memperkecil risiko keuangan proyek ini.

Biar lebih lancar, ADRO tak jalan sendirian. Mereka menggandeng Sarawak Energy asal Malaysia, pemain kawakan yang sudah mengoperasikan lebih dari 3.400 MW PLTA. Standar pengerjaan pun dijaga biar proyek ini tak sekadar jadi wacana. Bahkan, Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan—yang sebelumnya menjabat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi—secara terang-terangan bilang kalau kapabilitas finansial dan eksekusi ADRO membuat proyek ini jadi salah satu yang paling strategis dalam agenda energi nasional.

“Adaro dan KPP Group adalah perusahaan Indonesia yang memiliki kemampuan finansial dan eksekusi yang kuat. Sedangkan Serawak Energy adalah perusahaan Malaysia yang memiliki pengalaman dalam membangun dan mengoperasikan PLTA dengan kapasitas lebih dari 3.400 MW,” kata Luhut saat meresmikan peletakan batu pertama (groundbreaking) PLTA Mentarang di Malinau, Kalimantan Utara, pada Rabu, 1 Maret 2023, lalu.

Mantan Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan—saat ini Ketua Dewan Ekonomi Nasional (kedua dari kiri), Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia—saat ini Menteri ESDM (paling kiri), serta pengusaha Garibaldi alias Boy Thohir (kedua dari kanan) dan sejumlah pemangku kepentingan menekan tombol peresmian groundbreaking proyek PLTA Mentarang Induk di Malinau, Kalimantan Utara, pada Rabu, 1 Maret 2023. Proyek strategis nasional ini diharapkan menjadi sumber energi hijau utama bagi Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIPI) di Tanah Kuning. Sumber: Instagram @luhut.pandjaitan.

Kalau semua berjalan sesuai rencana, PLTA Mentarang Induk tak cuma jadi mesin cuan buat ADRO, tapi juga membuka banyak manfaat ekonomi lain. Dari penciptaan lapangan kerja, dorongan bagi industri hijau, sampai memperkuat daya saing ADRO di kancah energi berkelanjutan.

Risiko Proyek PLTA Mentarang Induk bagi ADRO


Meski menjanjikan keuntungan besar, proyek PLTA Mentarang Induk memiliki sejumlah risiko yang perlu dikelola ADRO.

1. Risiko Konstruksi dan Geografis

Lokasi proyek yang terpencil di pedalaman Kalimantan Utara menyulitkan akses logistik. Transportasi material berat bergantung pada Sungai Mentarang yang alirannya fluktuatif akibat pasang surut. Pengangkutan dapat terhenti saat debit air rendah, ditambah tantangan medan berbatu yang memerlukan peledakan untuk pengalihan aliran sungai (river diversion). Kondisi ini meningkatkan risiko keterlambatan konstruksi dan pembengkakan biaya, yang dapat mengganggu target COD 2030.

2. Risiko Lingkungan dan Sosial

Bendungan PLTA Mentarang Induk berpotensi menimbulkan dampak ekologis dan sosial. Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan konsultasi publik harus dikelola dengan baik untuk mengurangi resistensi lokal. Saat ini, AMDAL untuk proyek PLTA Mentarang Induk masih berproses di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Ada konsekuensi lingkungan dan sosial yang mesti jadi perhatian serius. Dengan luas genangan sekitar 22.800 hektare dan tinggi bendungan mencapai 235 meter, proyek ini berimbas langsung ke 11 permukiman di tiga kecamatan—Mentarang, Mentarang Hulu, dan Sungai Tubu. Setidaknya, sekitar 2.000 jiwa harus direlokasi.

Seorang operator alat berat sedang bekerja di lokasi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Mentarang Induk di Malinau, Kalimantan Utara. Sumber: Instagram @madil_3012200.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menyoroti fakta bahwa kondisi sungai di Malinau dan sebagian besar Kalimantan Utara sudah lebih dulu babak belur akibat aktivitas industri ekstraktif, terutama pertambangan. Hulu Sungai Malinau, Mentarang, dan Sesayap mengalami degradasi lingkungan yang cukup parah. Alih fungsi lahan dan penggundulan hutan membuat banjir semakin sering terjadi di Kabupaten Malinau. Sejak 2010 hingga awal 2023, banjir besar terus berulang.

Sejak 2010, wilayah ini berkali-kali dilanda banjir, dengan catatan serupa pada 2011, 2012, 2017, 2021, 2022, hingga awal 2023. Salah satu insiden paling mencolok terjadi pada 4 Juli 2017, ketika tanggul kolam pengendapan di Pit Betung milik PT Baradinamika Muda Sukses jebol.

3. Risiko Politik dan Kompetisi

Persaingan di sektor PLTA Kalimantan Utara semakin sengit, dengan berbagai kepentingan besar yang bermain di dalamnya. Di satu sisi, PLTA Mentarang Induk 1.375 MW yang digarap oleh Adaro Energy Indonesia (ADRO) bersama Sarawak Energy. Di sisi lain, ada proyek PLTA Kayan Cascade 9.000 MW yang dikembangkan oleh PT Kayan Hydro Energy (KHE) sejak 2012. Keduanya bersaing untuk menjadi proyek PLTA terbesar di Asia Tenggara.

Situasi ini semakin menarik setelah Hashim Djojohadikusumo, adik Presiden Prabowo Subianto, dikabarkan menunjukkan minat dalam proyek KHE yang nilainya mencapai USD17,8 miliar. Faktor politik bisa menjadi penentu besar dalam jalannya proyek ini. Pergantian pemerintahan berpotensi menggeser prioritas dan arah kebijakan jika kepemimpinan baru lebih condong mendukung salah satu proyek dibandingkan yang lain.

4. Risiko Pasar dan Permintaan Listrik

Keberhasilan finansial PLTA Kayan sangat bergantung pada terserapnya 9 TWh listrik per tahun di kawasan industri hijau. Jika pertumbuhan Green Industrial Park melambat atau jumlah tenant industri (smelter, pabrik baterai, dll.) lebih sedikit dari perkiraan, proyek ini bisa mengalami kelebihan pasokan (oversupply). PPA dengan PLN diharapkan menjamin pembelian listrik meskipun permintaan industri berfluktuasi. Namun, jika PLN mengalami kelebihan pasokan listrik nasional, realisasi offtake listrik bisa terancam.

5. Risiko Keuangan dan Makroekonomi

Fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dapat memengaruhi pengembalian proyek karena pendapatan listrik dalam Rupiah, sementara sebagian besar pembiayaan dalam bentuk mata uang dolar Paman Sam. Kenaikan suku bunga global juga berpotensi meningkatkan biaya pinjaman yang berdampak pada penurunan margin proyek jika tidak di-hedging.

Ketidakpastian harga komoditas juga menjadi ancaman. Jika harga batu bara anjlok sebelum 2030, arus kas ADRO untuk membiayai proyek bisa tergerus, meskipun saat ini buffer kas perusahaan masih kuat. Di sisi lain, kenaikan harga material dan upah dapat meningkatkan investasi proyek melampaui USU2.6 miliar yang berpotensi menekan tingkat pengembalian investasi (IRR).

Untuk memitigasi risiko ini, ADRO perlu menerapkan disiplin anggaran, asuransi proyek, strategi pendanaan yang fleksibel, serta menjaga komunikasi intensif dengan stakeholder pemerintah dan masyarakat.

Dampak terhadap Kinerja Keuangan ADRO


Dampak Jangka Pendek (2024–2029)

Proyek PLTA Mentarang Induk akan meningkatkan belanja modal (capex) ADRO secara signifikan. Pada 2023, capex naik 53 persen menjadi USD648 juta, sebagian besar untuk investasi awal smelter dan infrastruktur. Tren ini akan berlanjut hingga konstruksi PLTA selesai, mengurangi free cash flow sementara. Konsekuensinya, dividen yang dibagikan bisa lebih kecil karena perusahaan menahan kas untuk investasi.

Kondisi keuangan ADRO
Namun, kondisi keuangan ADRO tetap solid. Debt-to-Equity Ratio per 2023 berada di 0.21x yang menunjukkan utang berbunga rendah dan fleksibilitas pendanaan yang kuat. Meski margin laba bisa sedikit tertekan akibat biaya pra-operasi, bisnis batu bara tetap menguntungkan. Bahkan ketika harga batu bara turun ±20 persen pada 2023, margin laba bersih ADRO tetap tinggi (±25 persen).

Dampak Jangka Panjang (Pasca-2030)

Setelah mencapai Commercial Operation Date (COD) pada akhir 2029, PLTA Mentarang Induk diproyeksikan mulai menyumbang pendapatan stabil bagi ADRO. Dengan biaya operasional yang relatif rendah, sektor pembangkit listrik tenaga air biasanya memiliki margin EBITDA di atas 70 persen. Keuntungan dari proyek ini akan masuk dalam laporan keuangan ADRO, bergantung pada skema pencatatan kepemilikan 50 persen mereka—apakah melalui metode asosiasi atau konsolidasi proporsional.

Strategi diversifikasi pendapatan ADRO juga semakin terlihat jelas. Pada 2023, sekitar 83 persen dari total pendapatan perusahaan masih berasal dari batu bara termal, sementara 17 persen lainnya disumbang oleh batu bara metalurgi. Namun, pada 2030, ADRO menargetkan bahwa separuh pendapatannya akan bergeser ke sektor non-batu bara termal, yang mencakup PLTA, smelter aluminium, dan energi terbarukan.

Pendapatan ADRO berdasarkan jenis energi.
Dengan diversifikasi ini, volatilitas pendapatan ADRO akan berkurang. PLTA Mentarang Induk akan berfungsi sebagai sumber arus kas stabil selama 30+ tahun sehingga menyeimbangkan fluktuasi harga batu bara. Dampak positifnya, kualitas laba ADRO meningkat, karena pendapatan tidak lagi bergantung sepenuhnya pada komoditas yang volatil.

Pendapatan PLTA dalam Rupiah juga dapat menjadi natural hedge bagi ADRO ketika pendapatan ekspor batu bara turun akibat melemahnya permintaan global. Secara Return on Invested Capital (ROIC), proyek ini mungkin menghasilkan imbal hasil moderat (

Kepercayaan Investor dan Prospek Saham


Likuiditas ADRO semakin diperkuat dengan meningkatnya kepemilikan saham ADRO oleh investor institusi global pada 2023. Jika harga batu bara menurun akibat transisi energi global, pendapatan dari PLTA dan bisnis hilir akan membantu mengkompensasi penurunan tersebut.

Proyek PLTA Mentarang Induk berfungsi sebagai asuransi bisnis ADRO untuk mempertahankan kinerja keuangan di tengah perubahan lanskap energi global. Jika transisi ini berjalan lancar, ADRO dapat melampaui level bisnisnya saat ini dengan ekspansi ke sektor listrik, aluminium, dan energi hijau.

Meskipun transformasi ini membutuhkan waktu dan investasi besar, prospek jangka panjangnya sangat menjanjikan. Dengan mitigasi risiko yang baik, PLTA Mentarang Induk akan menjadi pilar utama ADRO dalam memastikan pertumbuhan laba berkelanjutan di era pasca-batu bara.

Diversifikasi ADRO melalui PLTA Mentarang Induk dan ekspansi energi hijau diperkirakan berdampak positif terhadap valuasi saham dalam jangka menengah hingga panjang. Saat ini, harga saham ADRO masih sangat dipengaruhi fluktuasi harga batu bara. Misalnya, pada November 2024, saham ADRO mencapai Rp4.300, tetapi kemudian terkoreksi ke Rp2.000–2.400 seiring penurunan harga batu bara hingga 2023.

Analis pasar cukup optimistis terhadap prospek ADRO. Konsensus 15 analis Bloomberg per November 2023 merekomendasikan hold, dengan target harga Rp3.198 (31 persen lebih tinggi dari harga saat itu). Beberapa target bullish bahkan mencapai Rp4.000–4.500, mengindikasikan bahwa ADRO masih undervalued mengingat fundamental kuat dan potensi proyek baru. TradingView mencatat proyeksi harga saham ADRO dalam rentang Rp1.940 (bearish) hingga Rp4.200 (bullish) dengan kemungkinan kenaikan jika strategi diversifikasi energi hijau berhasil.

Setelah PLTA Mentarang Induk mulai beroperasi pada 2030, stabilitas pendapatan ADRO akan meningkat, menurunkan profil risiko perusahaan. Saat ini, valuasi perusahaan batu bara umumnya menggunakan Price-to-Earnings (P/E) rendah karena dianggap sebagai sunset industry. Namun, pada 2030, ADRO diprediksi akan dipandang sebagai perusahaan energi terintegrasi dengan setengah bisnisnya berasal dari sektor terbarukan dan mineral hijau. Dengan fundamental yang lebih stabil, P/E ADRO berpotensi naik dari 4–5 kali menjadi lebih dari 8 kali sehingga mendorong pertumbuhan harga saham seiring peningkatan laba non-batu bara dan re-rating valuasi.

Proyeksi saham ADRO pasca proyek PLTA Mentarang Induk.
Sebagai gambaran, jika pada awal 2025 harga saham ADRO sekitar Rp2.000, lalu perusahaan berhasil mencapai 50 persen pendapatan dari sektor non-batu bara pada 2030, maka dalam beberapa tahun pasca-2030, saham ADRO bisa kembali ke level Rp4.000 atau lebih, selaras dengan rekor tertinggi sebelumnya Rp4.300. Bahkan, beberapa analis memperkirakan harga wajar jangka panjang bisa melebihi Rp4.200 per saham jika inisiatif hijau ADRO berjalan optimal.

Selain capital gain, prospek PLTA Mentarang Induk juga memperkuat daya tarik ADRO sebagai income stock. Tradisionalnya, ADRO dikenal rajin membagikan dividen besar, terutama saat laba tinggi. Pada 2023, dividend yield ADRO sempat melebihi 40 persen, didorong oleh boom harga batu bara 2022. Ke depan, dengan arus kas stabil dari PLTA, ADRO dapat mempertahankan kebijakan dividen yang lebih konsisten, menjadikannya kombinasi growth stock sekaligus income stock.

Tren pasar energi hijau global juga dapat mendukung valuasi ADRO. Semakin banyak investor institusi yang mengintegrasikan faktor Environmental, Social, and Governance atau ESG dalam strategi portofolio mereka. Dengan ADRO yang aktif beralih ke energi terbarukan—melalui PLTA Mentarang Induk, proyek farm angin 70 MW di Kalimantan Selatan, serta investasi PLTS dan baterai melalui Adaro Green—saham ADRO dapat menarik investor yang sebelumnya menghindari sektor batu bara. Hal ini berpotensi memperluas basis pemegang saham, meningkatkan permintaan saham, dan mendorong harganya lebih tinggi.

Tak heran, BlackRock dan investor global lainnya mulai mengakumulasi saham ADRO pada 2023, menyusul rencana ekspansi di sektor energi terbarukan. Sentimen positif ini kemungkinan akan terus berlanjut seiring keberhasilan proyek PLTA, karena ADRO dianggap berhasil memanfaatkan peluang transisi energi tanpa kehilangan profitabilitas.

Namun, proyeksi pertumbuhan harga saham tetap bergantung pada eksekusi proyek dan kondisi pasar. Jika PLTA Mentarang Induk mengalami keterlambatan atau pembengkakan biaya, pasar bisa bereaksi negatif. Selain itu, jika harga batu bara anjlok lebih cepat dibanding pertumbuhan bisnis baru, saham ADRO bisa mengalami tekanan sementara.

Secara konservatif, harga saham ADRO berpotensi tumbuh 50–100 persen di atas level saat ini dalam jangka panjang hingga mencapai Rp4.000–Rp5.000 per saham di awal 2030-an. Ini sejalan dengan proyeksi analis yang melihat peluang harga di atas Rp4.200. Jika transisi ADRO lebih sukses dari perkiraan—misalnya, dengan ekspansi EBT tambahan atau proyek besar baru—valuasi saham bisa melampaui ekspektasi.

Secara keseluruhan, respons investor terhadap diversifikasi ADRO cenderung positif karena perusahaan berhasil mengubah tantangan transisi energi menjadi peluang pertumbuhan. Dengan pengelolaan risiko yang matang, PLTA Mentarang Induk dapat menjadi katalis utama dalam mendorong kinerja keuangan dan pertumbuhan harga saham ADRO secara berkelanjutan.(*)

KABAR BURSA RESEARCH

Disclaimer:
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

S Wiryawan

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak tahun 2004 dan mulai secara aktif menulis tentang ekonomi makro, investasi, keuangan, dan perbankan sejak tahun 2007. Dengan pengalaman lebih dari satu dekade di industri media, jurnalis ini terus menganalisis dan menyajikan informasi mendalam terkait pasar keuangan, tren ekonomi global, serta kebijakan moneter yang berpengaruh terhadap dunia investasi. Selain sebagai jurnalis, sosok ini juga merupakan investor saham di sejumlah emiten dan aktif sebagai trader forex. Keahlian jurnlis ini mencakup analisis data, statistik, econometrica, serta analisis time series, fundamental analisis, teknikal analisis yang menjadi dasar dalam mengembangkan strategi investasi dan trading. Di luar aktivitas jurnalistik dan investasi, jurnalis ini juga berperan sebagai pengelola jurnal ilmiah, berkontribusi dalam pengembangan riset dan literatur akademik di bidang ekonomi, keuangan dan teknologi industri.  Melalui pengalaman dan keahlian yang di miliki, jurnalis berkomitmen untuk terus memberikan informasi yang akurat, tajam, dan relevan bagi para pelaku pasar serta pembaca yang ingin memahami dinamika ekonomi dan investasi dengan lebih baik.