KABARBURSA.COM - Harga minyak mentah turun lebih dari 2 persen pada hari Senin, 21 April 2025, setelah muncul tanda-tanda kemajuan dalam pembicaraan antara Amerika Serikat (AS) dan Iran. Meskipun demikian, para investor tetap khawatir tentang dampak kebijakan tarif yang dapat menurunkan permintaan bahan bakar, memicu penurunan harga minyak.
Seperti dilansir Reuters, futures atau kontrak berjangka minyak mentah Brent mengalami penurunan USD1,70, atau 2,5 persen, menjadi USD66,26 per barel, setelah sebelumnya ditutup naik 3,2 persen pada hari Kamis, 17 April 2025. Kamis merupakan hari terakhir penyelesaian untuk minggu sebelumnya karena libur Jumat Agung, yang jatuh pada 18 April 2025. Di sisi lain, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun USD1,60, atau 2,5 persen, menjadi USD63,08 per barel, setelah naik 3,54 persen pada sesi sebelumnya.
Harry Tchilinguirian, Kepala Riset di Onyx Capital Group, menyatakan, "Pembicaraan AS-Iran tampaknya relatif positif, yang memungkinkan orang mulai memikirkan kemungkinan solusi." Tchilinguirian menambahkan, "Implikasi langsungnya adalah bahwa minyak mentah Iran tidak akan hilang dari pasar."
Namun, ia juga mengingatkan bahwa pasar sedang menghadapi likuiditas yang lebih rendah akibat liburan Paskah, yang bisa memperburuk pergerakan harga minyak.
Dalam pembicaraan antara AS dan Iran, kedua negara sepakat untuk mulai menyusun kerangka kerja untuk potensi kesepakatan nuklir, menurut Menteri Luar Negeri Iran. Diskusi ini digambarkan oleh seorang pejabat AS sebagai menghasilkan "kemajuan yang sangat baik."
Kemajuan tersebut terjadi setelah AS kembali memberlakukan sanksi terhadap kilang minyak independen di China yang dituduh mengolah minyak mentah Iran, sehingga memperbesar tekanan terhadap Tehran.
Pasar minyak juga mendapatkan tekanan tambahan pada hari Senin, setelah Presiden AS Donald Trump mengulang kritiknya terhadap Federal Reserve. Trump mengingatkan bahwa ekonomi AS bisa melambat kecuali suku bunga segera diturunkan, yang menambah kekhawatiran pasar.
Harga emas pun mengalami kenaikan ke level tertinggi baru, dengan kekhawatiran mengenai permintaan yang meluas ke pasar energi, menurut para analis. Sementara itu, saham-saham Wall Street juga mengalami penurunan lebih dari 1%.
Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group, mengatakan, "Sentimen risiko yang terjadi di pasar karena saham membuat kita turun hari ini."
Di tengah ketegangan ini, OPEC+, kelompok produsen utama yang meliputi OPEC dan sekutunya seperti Rusia, diperkirakan akan meningkatkan produksi sebesar 411.000 barel per hari mulai bulan Mei. Namun, peningkatan ini bisa diimbangi dengan pemotongan produksi dari negara-negara yang telah melampaui kuota mereka.
Sebuah survei yang dilakukan oleh Reuters pada 17 April menunjukkan bahwa investor percaya kebijakan tarif AS dapat memicu pelambatan ekonomi yang signifikan tahun ini dan tahun depan. Proyeksi tersebut mencatatkan probabilitas resesi dalam 12 bulan ke depan mendekati 50 persen. AS sendiri merupakan konsumen minyak terbesar di dunia.
Investor saat ini tengah memantau berbagai rilis data AS yang dijadwalkan dalam minggu ini, termasuk PMI manufaktur dan jasa untuk bulan April, yang akan memberikan gambaran lebih lanjut tentang arah ekonomi.
Kementerian Ekonomi Rusia Turunkan Proyeksi Harga Brent 2025
Kementerian Ekonomi Rusia telah menurunkan proyeksi harga rata-rata minyak Brent untuk tahun 2025 hampir 17 persen dibandingkan dengan yang diperkirakan pada bulan September 2024, menurut dokumen yang diperoleh oleh Reuters. Dalam skenario dasar proyeksi ekonomi untuk 2025, kementerian memperkirakan harga rata-rata Brent akan berada di level USD68 per barel, turun dari USD81,7 per barel yang sebelumnya diprediksi pada proyeksi September.
Sementara itu, kementerian memperkirakan harga minyak Urals, campuran utama Rusia, akan berada di USD56 per barel, lebih rendah dari USD69,7 per barel yang digunakan sebagai dasar anggaran Rusia untuk 2025, dan juga lebih rendah dari harga "cut off" USD60, yang menentukan seberapa banyak dana yang akan dikirimkan ke cadangan anggaran, National Wealth Fund (NWF).
Seorang perwakilan kementerian mengatakan kepada Interfax, "Dalam skenario dasar, pada suatu titik harga ekspor diperkirakan turun di bawah harga cut off, namun kemudian akan naik. Kami tidak akan menghabiskan NWF dalam skenario ini."
Harga minyak Urals sangat penting bagi anggaran negara Rusia karena pendapatan dari minyak dan gas menyumbang sepertiga dari total pendapatan anggaran. "Dari perspektif anggaran, ini adalah kondisi yang sulit, namun normal," tambah perwakilan tersebut.
Cadangan NWF, yang dikenal sebagai dana darurat Rusia, kini menjadi sumber utama pendanaan defisit anggaran Rusia yang kini persisten. Aset likuid dana tersebut telah turun sekitar dua pertiga, dari USD112,7 miliar sebelum konflik Ukraina menjadi hanya USD39 miliar.
Estimasi baru untuk harga Urals dan nilai tukar mata uang nasional ini berarti penurunan 21,5 persen dalam harga minyak Rusia dalam rubel, yaitu menjadi 5.281 rubel per barel, dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya.
Bank Sentral Rusia sebelumnya memperingatkan pada awal April bahwa harga minyak bisa lebih rendah dari yang diperkirakan untuk beberapa tahun ke depan akibat permintaan global yang lebih rendah. Harga Urals bahkan turun ke level terendah sejak 2023 pada awal April, diperdagangkan di sekitar USD53 per barel, dan sempat berada di bawah U60 pada minggu lalu. (*)