KABARBURSA.COM - Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, memprakirakan alokasi dana untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) akan melonjak signifikan dalam dua tahun ke depan. Ia memproyeksikan bahwa pada 2026, anggaran program ini dapat menyentuh angka Rp 300 triliun.
Luhut menambahkan, penambahan anggaran jumbo tersebut akan memberi dorongan kuat bagi pencapaian target ambisius pemerintah terkait pertumbuhan ekonomi.
"Tahun depan (anggaran MBG) jadi Rp 300 triliun, ini akan buat kami percaya diri bahwa pertumbuhan 8 persen bisa dicapai,” ujarnya dalam acara International Conference on Infrastructure (ICI) 2025, Kamis, 12 Juni 2025.
Menurutnya, optimisme itu bukan tanpa alasan. Luhut meyakini pelaksanaan program MBG tidak hanya berdampak pada peningkatan gizi masyarakat, tetapi juga membuka peluang pertumbuhan ekonomi dari sisi hilir.
Keberadaan program ini diharapkan memacu terbentuknya rantai pasok baru, terutama di wilayah pedesaan, serta menumbuhkan aktivitas ekonomi berbasis pangan lokal. Sementara untuk tahun 2025, besaran dana yang disiapkan diprediksi akan meningkat menjadi Rp 171 triliun, naik dari alokasi sebelumnya.
"Menurut saya angka yang bagus yang penting betul-betul di manage dengan baik. Sejalan dengan waktu kita lihat,” tambah Luhut.
Sementara itu, ekonom senior Fithra Faisal melihat program Makan Bergizi Gratis (MBG) menyimpan potensi ekonomi yang signifikan, khususnya sebagai stimulus bagi konsumsi rumah tangga kelas menengah.
Fithra menilai, program MBG bisa dimanfaatkan sebagai instrumen fiskal untuk mendorong belanja masyarakat di sektor pangan. "MBG itu bisa difungsikan sebagai stimulus di sektor makanan," ujar dia dalam keterangan, Senin, 26 Mei 2025.
sebagai informasi, Makan bergizi gratis, merupakan program prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka resmi diberlakukan sejak 6 Januari 2025 di sekolah-sekolah dan posyandu di 26 provinsi di Indonesia.
Ada sekitar 220 SPPG atau dapur MBG yang beroperasi. Dapur-dapur MBG itu tersebar di 31 provinsi. Setiap dapur MBG dikelola oleh seorang kepala SPPG yang ditunjuk langsung oleh Badan Gizi Nasional (BGN).
Kepala SPPG ini bekerjasama dengan seorang ahli gizi dan seorang akuntan untuk memastikan pengawasan ketat terhadap kualitas gizi dan kelancaran distribusi makanan. Ia meyakini bahwa apabila program ini dijalankan secara ideal sesuai undang-undang, maka dampaknya terhadap pengeluaran rumah tangga akan nyata terasa.
Pasalnya, struktur pengeluaran masyarakat kelas menengah di Indonesia menunjukkan bahwa porsi terbesar dialokasikan untuk kebutuhan pangan, yakni mencapai 41,7 persen.
Ia juga menekankan bahwa efek lanjutan dari penghematan tersebut bisa mendorong peningkatan daya beli di sektor lainnya. “Jika program ini berjalan penuh, sebuah rumah tangga dengan dua anak bisa menghemat hingga Rp600 ribu per bulan hanya dari biaya makan siang anak-anak,” kata Fithra.
Adapun berdasarkan Perpres Nomor 83 Tahun 2024 sasaran pemenuhan gizi yang menjadi tugas BGN tersebut diarahkan kepada setidaknya empat kelompok utama.
Pertama, peserta didik pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah di lingkungan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan keagamaan, pendidikan khusus, pendidikan layanan khusus, dan pendidikan pesantren.
Kedua, anak usia di bawah lima tahun. Kelompok ini termasuk menjadi sasaran utama program makan bergizi gratis lantaran balita merupakan periode kritis dalam tumbuh kembang anak.
Ketiga, ibu hamil. Pemenuhan gizi pada ibu hamil juga sangat penting. Gizi yang baik selama kehamilan memberi perlindungan bagi ibu hamil dan janin sebab dapat mencegah komplikasi kehamilan, kelahiran prematur, serta stunting pada bayi.
Keempat, ibu menyusui. Gizi yang cukup pada ibu menyusui penting untuk produksi ASI yang berkualitas dan tumbuh kembang bayi yang optimal. Pelaksanaan program MBG menyasar empat kelompok utama tersebut dengan target sebanyak 17.980.263 orang sampai dengan akhir tahun 2025.
Pada saat ini, pelaksanaan program MBG dilakukan untuk kabupaten/kota yang telah memiliki infrastruktur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Ke depannya, program MBG akan diprioritaskan untuk daerah 3T di Indonesia.
Lebih lanjut, sektor yang ia nilai patut menjadi target stimulus juga adalah perumahan bersubsidi. Menurutnya, belanja rumah tangga kelas menengah tidak hanya terkonsentrasi pada makanan, tapi juga pada tempat tinggal.
"Dan di sisi yang lain kalau kita lihat dari breakdown dari sisi pengeluaran middle class itu juga masuk ke sektor property,” kata Fithra.
Pasalnya, sektor ini menyerap sekitar 28 persen dari total pengeluaran rumah tangga kelas menengah. “Pemerintah perlu mempertimbangkan menyalurkan insentif juga ke sektor properti,” imbuhnya.
Karena itu, ia mendorong agar insentif terhadap sektor ini segera diluncurkan dalam waktu dekat, guna mengurangi tekanan terhadap pengeluaran rumah tangga serta mendorong konsumsi domestik.
"Jadi subsidi rumah, iuran rumah, dan sebagainya itu juga saya rasa perlu untuk diluncurkan juga di kuartal kedua tahun ini," kata dia.
Tak hanya makanan dan perumahan, Fithra juga menyarankan agar kebijakan fiskal diarahkan ke pos pengeluaran pajak dan iuran yang selama ini menempati urutan ketiga dalam porsi belanja rumah tangga.
Dukungan di sektor ini diyakini dapat memperkuat daya tahan ekonomi keluarga dan memperluas efek pengganda dari program-program sosial pemerintah.
"Baru yang ketiga itu untuk pajak dan iuran. Saya rasa penting juga kita untuk melihat pemerintah menolongkan stimulasi ekonomi di sektor-sektor tersebut," ungkap dia. (*)