Logo
>

APPI: Produk Impor Murah Bisa Guncang Industri Lokal

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
APPI: Produk Impor Murah Bisa Guncang Industri Lokal
Asosiasi Produsen Peralatan Listrik Indonesia (APPI) meminta pemerintah Indonesia segera merespons kebijakan Bea Masuk Impor (BMI) terbaru yang diterapkan Amerika Serikat. (Foto: Freepik)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Asosiasi Produsen Peralatan Listrik Indonesia (APPI) meminta pemerintah Indonesia segera merespons kebijakan Bea Masuk Impor (BMI) terbaru yang diterapkan Amerika Serikat.

    Langkah ini dinilai berdampak langsung pada industri peralatan listrik dalam negeri dan berpotensi membuka arus besar produk impor dari China dan ASEAN yang terdampak perang tarif.

    Ketua Umum APPI, Yohanes P. Widjaja menegaskan, pemerintah perlu melindungi industri nasional dari serbuan produk impor, terutama dari negara-negara yang terkena dampak kebijakan tarif AS. Ia menyebut Indonesia menjadi pasar sekunder yang besar dengan daya beli tinggi dan harus dijaga dari potensi invasi barang impor.

    “APPI meminta pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri melalui perlindungan pasar domestik dari produk impor, terutama produk impor dari negara terdampak atas kebijakan BMI AS. Pasar domestik Indonesia merupakan secondary market, size besar dan dengan daya beli tinggi,” kata Yohanes dala keterangan tertulisnya, Minggu, 6 April 2025.

    Asosiasi yang terbentuk pada Mei 1976 ini juga meminta pemerintah segera melakukan negosiasi bilateral dengan Pemerintah Amerika Serikat. Karena, tarif impor yang dikenakan terhadap produk kelistrikan Indonesia akan menurunkan potensi ekspor yang selama ini mulai tumbuh.

    “Penerapan tarif impor produk kelistrikan oleh Amerika Serikat beberapa hari lalu akan berdampak negatif terhadap potensi ekspor bagi produk kelistrikan dari Indonesia,” ujarnya.

    Produk-produk yang dimaksud mencakup transformator tenaga, transformator distribusi, panel listrik tegangan menengah, panel listrik tegangan rendah, hingga meter listrik (kWh meter). Menurut Yohanes, kualitas produk lokal sudah mampu bersaing secara global.

    “Produk peralatan listrik dari Indonesia secara kualitas sudah mampu untuk bersaing di pasar internasional, dan kami membutuhkan kehadiran pemerintah untuk mempertahankan industri lokal,” tambahnya.

    Ancaman Dumping dan Invasi Produk Impor

    APPI juga mewanti-wanti maraknya produk dari negara terdampak tarif AS yang masuk ke Indonesia dengan praktik dumping, yaitu menjual dengan harga sangat rendah agar bisa menyerap pasar. Hal ini disebut bisa mengguncang industri dalam negeri, seperti yang terjadi di sektor tekstil.

    “Dampak negatif lainnya adalah maraknya produk impor dari negara yang terkena imbas tarif impor dari Amerika Serikat yang masuk ke Indonesia yang ditengarai dengan cara dumping guna menjual hasil produksi negara tersebut,” katanya. 

    “Hal ini tentunya dapat membawa dampak yang luar biasa besar di dalam negeri seperti yang dialami produk tekstil, sehingga industri lokal dapat tumbang, dan Indonesia kehilangan kesempatan menjadi negara manufaktur,” lanjutnya.

    Menurutnya, salah satu akar masalahnya adalah ketergantungan Indonesia terhadap bahan baku impor, berbeda dengan negara seperti China yang memiliki sumber daya bahan baku melimpah.

    “Sementara di negara-negara lain, China contohnya, bahan baku melimpah sehingga kecepatan dan daya saing mereka akan lebih unggul,” ujarnya

    APPI Tegaskan Pentingnya Menjaga TKDN

    Dalam pernyataannya, Yohanes juga menolak segala upaya pelonggaran kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebagai respons terhadap tekanan perdagangan dari AS. Ia menyebut kebijakan TKDN selama ini telah menjadi fondasi penting bagi pertumbuhan industri manufaktur lokal.

    Menurutnya, kebijakan TKDN terbukti ampuh meningkatkan demand produk manufaktur dalam negeri terutama dari belanja pemerintah.

    Kebijakan TKDN, lanjut dia, juga memberi jaminan kepastian investasi dan juga menarik investasi baru ke Indonesia. Banyak tenaga kerja Indonesia bekerja pada industri yang produknya dibeli setiap tahun oleh pemerintah karena kebijakan TKDN ini.

    Pelonggaran kebijakan TKDN, menurutnya, berisiko menghilangkan lapangan kerja dan mereduksi investasi di sektor industri nasional. Ia menilai penerapan TKDN pada proyek-proyek yang dibiayai dari APBN sudah tepat, namun pengendalian produk impor di sektor swasta masih menjadi pekerjaan rumah.

    “Yang masih perlu ditingkatkan adalah di sektor pasar swasta yang saat ini di Indonesia dibanjiri dengan produk impor. Maraknya produk impor dengan harga murah (ditengarai karena dumping) lama kelamaan dapat membuat goyah produsen dalam negeri untuk beralih sebagian menjadi importir atau seluruhnya, dan dapat mengakibatkan meningkatnya pengangguran,” ujarnya.

    Jika Perlu, Balas dengan Tarif

    APPI menyampaikan bahwa bila kebijakan TKDN dianggap sebagai alasan munculnya tarif impor AS, maka perlu ada pembicaraan bilateral yang jujur dan selektif soal produk apa saja yang bisa dikecualikan. Namun, APPI juga mendorong agar Indonesia jangan ragu menggunakan senjata yang sama: tarif balasan.

    “Apabila Kebijakan TKDN Pemerintah Indonesia dianggap sebagai salah satu penyebab terbitnya kebijakan BMI AS tersebut, perlu dibicarakan secara bilateral antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Amerika Serikat,” ujar Yohanes.

    APPI mendorong agar Pemerintah Indonesia tidak hanya merespons kebijakan tarif Amerika Serikat dengan langkah-langkah non-tarif seperti pelonggaran kebijakan NTM atau NTB, melainkan turut mempertimbangkan pemberlakuan tarif balasan. 

    Bahkan, jika diperlukan, APPI menyarankan agar pemerintah menerapkan tarif masuk nol persen khusus untuk produk manufaktur kelistrikan asal Amerika Serikat sebagai bentuk strategi dagang yang seimbang.

    “APPI mendorong agar Pemerintah Indonesia merespons perang tarif dengan tarif juga. Jangan isu perang tarif digeser pada isu NTM (Non Tariff Measure) atau NTB (Non Tariff Barrier). Kalau perlu, pemerintah Indonesia beri tarif masuk 0 persen pada produk manufaktur kelistrikan AS,” ujarnya.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.