KABARBURSA.COM – Pemerintah boleh jadi sukses menegosiasikan penurunan tarif ekspor Indonesia ke Amerika Serikat menjadi 19 persen. Namun, Ketua Badan Anggaran DPR RI, MH Said Abdullah, mengingatkan bahwa capaian itu bukan tanpa konsekuensi.
Said menilai hasil negosiasi tersebut memang patut diapresiasi sebagai capaian diplomatik. Namun di saat yang sama, ia menggarisbawahi potensi beban baru bagi sektor industri dalam negeri serta kemungkinan terbukanya akses lebih besar bagi investor asing di sektor-sektor strategis nasional.
“Dari sisi negosiasi, ya berhasil. Akan tetapi itu adalah cost. Industri kita kan terbebani. Tidak sedikit 19 persen,” ujar Said saat ditemui di Kompleks Parlemen, Kamis, 17 Juli 2025.
Pernyataan Said muncul di tengah ramainya perbincangan publik soal “full access” yang disampaikan Presiden Donald Trump usai bertemu Presiden Prabowo. Bagi Said, yang lebih krusial bukan semata angka tarif, melainkan pola relasi dagang yang dinilainya timpang.
“Kan persoalannya bukan 19 persennya. Cara-cara sepihak yang ditempuh itu yang tidak equal dan tidak adil,” tegasnya.
Said juga menyebut hingga kini pemerintah belum secara resmi melakukan deregulasi besar-besaran perihal persyaratan investasi asing. Namun ia mengamati adanya kecenderungan bahwa langkah ke arah sana mungkin akan diambil ke depan.
“Dari akses secara umum yang kita baca, pemerintah kan belum melakukan deregulasi terhadap syarat-syarat investasi di kita. Kita lihat nanti,” kata dia.
Menurut Said, regulasi nasional sebenarnya sudah cukup kuat untuk menyaring investasi asing secara selektif. Ia menegaskan bahwa pemerintah tidak bisa membuka keran investasi luar negeri begitu saja tanpa memperhatikan kepentingan domestik.
“Tidak setiap investasi direct investment dari luar yang masuk ke republik tercinta kita itu bisa bebas begitu saja. Semua itu ada regulasinya,” katanya.(*)