KABARBURSA.COM - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) baru-baru ini mengumumkan peluncuran indeks baru yang diberi nama IDX Cyclical Economy 30.
Indeks ini dibuat sebagai solusi bagi para investor dan manajer investasi untuk mengatasi fluktuasi ekonomi yang sedang berlangsung saat ini.
IDX Cyclical Economy 30 dirancang untuk mengukur kinerja harga dari 30 saham yang termasuk dalam subsektor-sektor dari IDX Industrial Classification (IDXIC) yang dikategorikan sebagai saham-saham siklus ekonomi.
Kriteria inklusi saham dalam indeks ini meliputi likuiditas tinggi, kapitalisasi pasar besar, serta fundamental perusahaan yang baik.
Indeks ini mencakup saham-saham dari berbagai sektor yang sangat dipengaruhi oleh perubahan siklus ekonomi, seperti sektor finansial, barang konsumen nonprimer, dan infrastruktur.
Menurut Sekretaris Perusahaan Bursa Efek Indonesia, Kautsar Primadi Nurahmad, proses penentuan konstituen IDX Cyclical Economy 30 dimulai dengan mengeliminasi saham-saham yang terdaftar di Papan Pemantauan Khusus. Selanjutnya, dipilih saham-saham yang aktif diperdagangkan selama 12 bulan terakhir dan sesuai dengan klasifikasi saham siklus ekonomi berdasarkan subsektor IDXIC.
“Dari proses tersebut, dipilih 30 saham yang memiliki peringkat tertinggi berdasarkan faktor nilai transaksi, frekuensi transaksi, kapitalisasi pasar free float, serta keterwakilan masing-masing sektor cyclical dan fundamental perusahaan,” jelas Kautsar dalam keterangan resminya yang dikutip, Minggu, 14 Juli 2024.
Indeks IDX Cyclical Economy 30 menggunakan metode Adjusted Market Capitalization Weighted dalam perhitungannya, yang disesuaikan berdasarkan rasio free float, dengan menerapkan batas atas (cap) bobot saham sebesar 25 persen.
Kautsar berharap kehadiran IDX Cyclical Economy 30 dapat membantu investor untuk mengambil keputusan investasi yang lebih adaptif terhadap perubahan siklus ekonomi yang terjadi. Dia juga menyatakan bahwa di masa mendatang, indeks ini dapat digunakan sebagai acuan untuk menciptakan produk investasi berbasis indeks, seperti reksa dana indeks dan Exchange Traded Fund (ETF) indeks.
Dengan demikian, IDX Cyclical Economy 30 diharapkan dapat menjadi alat yang berguna bagi pasar modal Indonesia dalam menghadapi dinamika ekonomi yang terus berubah.
BEI Luncurkan Net Zero Incubator
Beberapa waktu lalu, BEI berencana meluncurkan Net Zero Incubator yaitu sebuah sarana yang dihadirkan bursa untuk mendorong perusahaan-perusahaan tercatat mengedepankan konsep bisnis berkelanjutan atau environmental, social, and governance (ESG).
Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik menjelaskan, Net Zero Incubator bisa dikatakan seperti wadah yang dibuka, utamanya untuk perusahaan tercatat yang mau membuat peta jalan (roadmap) net zero mereka, tapi pemahaman mereka terbatas.
“Bursa akan membantu, dalam net zero ini ada beberapa kelas atau materi dalam menyusun roadmap, apa yang harus diperhatikan, upaya menurunkan emisi, dekarbonisasi dan lainnya,” ungkapnya, Jumat, 5 Juli 2024.
Menurutnya, bursa karbon hingga Juli 2024 belum sesuai ekspektasi. Pihaknya akan membantu perusahan untuk menghitung emisi, scope 1 dan scope 2. Dengan begitu, perusahaan tercatat akan tau saat ini nilai emisi mereka berada di mana.
“Perusahaan tercatat akan tahu apa targetnya, seperti apa, dan bagaimana mencapainya. Itu akan kita mulai dalam 1-2 bulan ini, secara voluntary dan multiindustry,” ujar Jeffrey.
Jeffrey mengatakan saat ini pihaknya masih menyiapkan modul, kurikulum, hingga narasumbernya. Bursa juga belum secara resmi membuka pendaftaran.
Adapun program ini diberikan gratis kepada perusahaan tercatat, yang diharapkan bisa mendorong bisnisnya mengedepankan prinsip ESG.
“Harapannya bursa karbon makin ramai, tapi sebenarnya ini juga untuk meningkatkan daya saing emiten-emiten kita. Siapa yang lebh cepat mengantisipasi kegiatan usaha ESG, daya saingnya ke depan akan lebih tinggi,” ungkap dia.
Adapun Net Zero Incubator ini terbuka untuk semua sektor dan tanpa paksaan alias bersifat sukarela. Namun dalam satu batch ditargetkan akan ada 80–100 emiten yang bergabung.
Seperti diketahui, nilai transaksi di bursa karbon dalam negeri masih minim. Namun tercatat sudah ada 67 pengguna jasa bursa karbon. Sementara carbon market unit mencapai 1,34 juta ton CO2 dengan dua proyek tercatat.
Selain itu, hadirnya Net Zero Incubator juga merupakan salah satu cara bursa membantu emiten dalam mencapai target net zero ini. Untuk tahap awal bursa akan mengajak 80-100 emiten, namun ini bergantung dari kesiapan dan kematangan emiten berdasarkan profilnya.
“Kami sadar betul kalau bursa karbon ini sesuatu yang sangat baru, oleh karena itu kami dalam waktu dekat selain mensosialisasi Net Zero Incubator untuk para emiten agar mudah menyusun strategi ESG jangka panjang,” lanjut dia.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakui bahwa transaksi karbon di bursa karbon atau IDX Carbon belum sesuai harapan. Tercatat, per 3 Juli 2024, akumulasi volume perdangan di bursa karbon sebanyak 608.740 ton CO2 atau senilai 36,78 miliar.
Direktur Pengawasan Bursa Karbon OJK Lufaldy Ernanda mengatakan bahwa jumlah itu masih jauh dari ekspektasi dan potensi kredit karbon di Indonesia yang mencapai Rp3.000 triliun.
“Kalau di-compare dengan ekspektasi kita, itu masih jauh. Tapi secara overall kita melihat perkembangannya sangat slow, padahal dari awal sudah kita petakan potensinya,” kata Lufaldy.
Lufaldy bilang, kala itu ada keterbatasan waktu, untuk melakukan peluncuran bursa karbon. Dia bilang, prosesnya dipercepat menjadi 6 bulan dan akhirnya bisa di launching. “Saat kita launching jauh dari potensi yang kita bidik Rp3.000 triliun, ini hanya Rp36 miliar, jadi masih jauh,” tambahnya. (*)