KABARBURSA.COM - Keputusan Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate di level enam persen berdasarkan pada dua hal utama. Keputusan ini diambil dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI edisi Oktober 2024.
Perry Warjiyo, Gubernur BI, mengungkapkan bahwa stabilitas nilai rupiah menjadi hal pertama yang menjadi pertimbangan. Ini sejalan, sambung Perry, dengan fokus kebijakan moneter jangka pendek pada stabilitas nilai tukar rupiah sebab terjadi peningkatan ketidakpastian geopolitik dan keuangan global.
Karena itu, RDG BI, yang digelar pada 15-16 Oktober 2024, juga memutuskan mempertahankan BI Rate dengan alasan ketidakpastian ekonomi global. "Ke depan, BI terus mencermati ruang penurunan suku bunga kebijakan dengan tetap memperhatikan prospek inflasi, nilai tukar rupiah, dan pertumbuhan ekonomi," kata Perry dalam keterangannya, Rabu, 16 Oktober 2024.
Adapun, suku bunga Deposit Facility 5,25 persen dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75 persen. Keputusan ini konsisten dengan arah kebijakan moneter untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi dalam sasaran 2,5 persen, plus minus 1 persen pada 2024 dan 2025.
Melihat hasil tersebut, Ekonom NH Korindo Sekuritas Indonesia Ezaridho Ibnutama mengatakan, langkah para gubernur BI mempertahankan suku bunga acuan di level enam persen karena dua hal. Pertama menunggu Federal Reserve (The Fed) dan yang kedua mencegah arus modal keluar berlanjut.
Namun, Ezaridho melihat ada pergeseran fokus keputusan Gubernur BI. Kini, BI kemungkinan berusaha menjaga momentum apresiasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) stabil setelah The Fed memangkas 50 basis poin pada September 2024.
"Federal Open Market Committee atau FOMC berikutnya baru akan diadakan pada awal November 2024. Tampaknya, Gubernur BI Perry Warjiyo lebih memilih menjaga tren USD/IDR daripada mendorong konsumsi domestik dengan menurunkan suku bunga acuan," ungkapnya dalam laporannya, Rabu, 16 Oktober 2024.
Meskipun tren deflasi di Indonesia telah berlangsung selama lima bulan berturut-turut, Gubernur BI menyatakan bahwa suku bunga acuan untuk Oktober 2024 akan dipertahankan sebagai langkah hati-hati dalam menghadapi ketidakpastian politik dan moneter global.
Ezarido menambahkan, Dewan Gubernur BI telah menetapkan perbedaan minimum sebesar 100 basis poin antara BI Rate dan suku bunga The Fed untuk menstabilkan fluktuasi mata uang. Selain itu, langkah tersebut untuk mencegah arus keluar modal besar ke negara lain seperti China.
"Karena China telah mengusulkan insentif likuiditas signifikan untuk Obligasi Negara di pasar sekunder lokal mereka," pungkasnya.
Proyeksi Para Ekonom
Sebelumnya, Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) telah memproyeksikan BI akan mempertahankan BI-Rate di level enam persen. Menurut Peneliti LPEM UI Jahen Fachrul Rezky, keputusan untuk mempertahankan suku bunga ini didasarkan pada kebutuhan untuk menyimpan ruang kebijakan dalam menghadapi risiko deflasi yang berkepanjangan.
“Bank Indonesia kemungkinan besar akan mempertahankan BI Rate di enam persen pada Oktober. Ruang untuk pemangkasan suku bunga bisa disiapkan untuk menanggapi risiko deflasi yang berkepanjangan,” ungkap Jahen dalam pernyataan resminya, Rabu, 16 Oktober 2024.
Tingkat BI Rate saat ini berada di enam persen, sesuai dengan keputusan Rapat Dewan Gubernur BI pada 17-18 September 2024. Dalam laporan analisisnya, LPEM UI menyebutkan bahwa Indonesia tengah mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut, meski inflasi secara umum masih dalam rentang target BI sebesar 1,5 hingga 3,5 persen.
Adapun pada September 2024, Indonesia mencatat deflasi sebesar 0,12 persen (mtm), lebih dalam dibandingkan deflasi bulan Agustus yang sebesar 0,03 persen (mtm). Deflasi terutama dipengaruhi oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau, yang menyumbang 0,17 poin persentase terhadap deflasi bulan tersebut.
Dari sisi permintaan, inflasi inti mengalami penurunan untuk ketiga kalinya dalam enam bulan terakhir, mengindikasikan adanya penurunan daya beli konsumen dan pelemahan permintaan. Selain itu, nilai tukar rupiah yang stabil di sekitar Rp15.660 per dolar AS juga menjadi pertimbangan BI dalam mempertahankan suku bunga. Meski sempat tertekan oleh arus modal keluar akibat ketegangan geopolitik dan ketidakpastian terkait Pemilu AS, rupiah dinilai cukup stabil.
Neraca perdagangan Indonesia pada September 2024 juga tercatat surplus sebesar 3,26 miliar dolar AS, menandakan penurunan impor yang lebih tajam daripada ekspor. Di sisi lain, pemotongan suku bunga oleh bank sentral AS (The Fed) pada September lalu sebesar 50 basis poin juga mempengaruhi dinamika global, termasuk arus modal ke Indonesia.
LPEM UI menyebutkan bahwa faktor-faktor seperti ketegangan geopolitik, stimulus ekonomi China, dan Pemilu AS masih menjadi elemen kunci yang akan mempengaruhi aliran modal asing dan fluktuasi nilai tukar rupiah dalam waktu mendatang. (*)