KABARBURSA.COM - Bursa Asia kembali tampil prima di awal pekan. Pasar menyambut hangat sinyal pemulihan ekonomi dan potensi pelonggaran moneter di sejumlah negara kawasan, terutama di Asia Tenggara.
Indeks MSCI untuk pasar berkembang Asia melonjak, menembus titik tertingginya sejak November 2021, sebuah level yang tak lagi disentuh selama hampir tiga tahun terakhir.
Salah satu bintang utama datang dari Singapura. Indeks acuan STI (Straits Times Index) kembali menorehkan rekor tertinggi intraday untuk hari ke-14 berturut-turut, ditutup di level 4.225,79.
Investor terlihat agresif masuk ke saham-saham berdividen tinggi dan sektor defensif seperti perbankan, telekomunikasi, dan pertahanan.
Saham-saham raksasa seperti DBS dan ST Engineering mencatatkan harga tertinggi sepanjang sejarah. Singapore Airlines ikut terbang ke posisi tertinggi dua tahun terakhir, sementara Singtel menyentuh level yang tak pernah disentuh sejak hampir sembilan tahun lalu.
Lonjakan ini ditopang aliran dana yang kuat, seiring proyeksi bahwa imbal hasil deposito dan obligasi pemerintah akan bertahan di bawah 2 persen dan mendorong investor mencari alternatif berimbal hasil lebih tinggi di pasar saham.
IHSG Dekati Level Tertinggi
Di Jakarta, IHSG tak mau ketinggalan. Indeks saham Indonesia mencetak kenaikan selama 11 hari berturut-turut dan kembali mendekati level tertingginya sejak Desember tahun lalu.
Penguatan sebesar hampir 1 persen pada perdagangan Senin, 21 Juli 2025 memberi sinyal bahwa pasar domestik mulai melihat potensi dari pelonggaran moneter Bank Indonesia, termasuk ekspektasi penurunan suku bunga tambahan sebesar 50 basis poin.
Rupiah sendiri sempat melemah tipis 0,25 persen terhadap dolar AS, namun relatif stabil di tengah dinamika global. Sementara itu, bursa di Filipina juga mencatat kenaikan 0,6 persen, dan pasar saham Korea Selatan (KOSPI) naik 0,71 persen sejak pagi.
Sebaliknya, indeks saham Thailand (SET) sempat menguat tetapi akhirnya melemah tipis setelah pekan lalu mencetak lonjakan signifikan hingga 7,6 persen.
Kini perhatian pasar Thailand tertuju pada siapa yang akan ditunjuk sebagai gubernur bank sentral yang baru, dengan nama Vitai Ratanakorn mengemuka sebagai calon kuat.
Secara keseluruhan, mayoritas mata uang di kawasan emerging Asia melemah terhadap dolar AS. Peso Filipina, rupiah Indonesia, hingga baht Thailand sama-sama turun tipis.
Indeks MSCI untuk mata uang emerging market global pun terpantau turun lebih dari 1 persen sejak mencetak rekor tertingginya awal Juli lalu.
Meski begitu, investor masih menjaga ekspektasi. Dengan tenggat 1 Agustus mendekat, batas waktu penting dalam negosiasi tarif antara beberapa negara Asia dan Amerika Serikat, pasar tampaknya memilih untuk berhati-hati, sambil mencermati perkembangan dari Washington.
Untuk saat ini, kombinasi antara aliran dana asing, tren beli yang menguat di sektor-sektor defensif, serta prospek pelonggaran suku bunga memberikan pijakan kuat bagi reli saham di kawasan Asia.
Tapi seperti biasa, pasar hanya akan melangkah sejauh keyakinan itu bisa dijaga. Dan untuk itu, stabilitas ekonomi global tetap menjadi penentu utama arah pergerakan selanjutnya.(*)