Logo
>

76 Persen Listrik Tambahan 2034 Bakal Disuplai dari Energi Hijau

Roadmap ESDM hingga 2034 tetapkan 76 persen tambahan kapasitas listrik berasal dari EBT, dipimpin PLTS dan PLTA, sisanya gas dan batu bara terbatas.

Ditulis oleh Dian Finka
76 Persen Listrik Tambahan 2034 Bakal Disuplai dari Energi Hijau
Penambahan kapasitas listrik nasional hingga 2034 akan didominasi EBT, dengan PLTS dan PLTA jadi tulang punggung transisi energi nasional. Foto: Dok. KabarBursa

KABARBURSA.COM – Ketua Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI), Arthur Simatupang, mengatakan roadmap kelistrikan nasional 10 tahun ke depan akan didominasi oleh energi baru dan terbarukan (EBT).

Berdasarkan keputusan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), 76 persen dari total penambahan kapasitas listrik nasional hingga 2034 akan bersumber dari EBT.

“Total penambahan kapasitas sampai 2034 diproyeksikan mencapai 69,5 GW. Dari angka itu, 42,6 GW atau sekitar 61 persen benar-benar murni berasal dari pembangkit EBT,” ungkap Arthur di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis 24 Juli 2025.

Menurut Arthur, bauran energi ini menjadi cermin arah kebijakan energi nasional yang makin berpihak pada transisi hijau. Ia menyebut bahwa Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) akan memegang peran sentral dalam ekspansi kapasitas, diikuti oleh Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dengan proyeksi tambahan 11,7 GW.

Tak hanya itu, potensi besar juga datang dari pembangkit tenaga angin (7,3 GW), panas bumi, bioenergi, biomassa, hingga nuklir yang mulai masuk dalam kerangka kebijakan energi nasional ke depan.

“Kalau dilihat dari sisi kesiapan teknologi dan skalabilitas, saat ini yang paling memungkinkan untuk digenjot adalah PLTS dan PLTA,” terang Arthur.

Arthur juga menyoroti pentingnya infrastruktur penyimpanan energi sebagai elemen vital mendukung keandalan sistem kelistrikan nasional. Ia menyebut, sebanyak 10,3 GW dari kapasitas tambahan akan berasal dari sistem battery storage dan pump storage, yang fungsinya untuk menampung energi dari pembangkit intermiten seperti surya dan bayu.

“Infrastruktur penyimpanan ini sangat krusial untuk menjaga stabilitas sistem, terutama saat cuaca tidak mendukung atau terjadi lonjakan beban puncak,” jelasnya.

Fosil Masih Dibutuhkan untuk Transisi

Meski EBT akan mendominasi, ESDM tetap memasukkan gas dan batu bara dalam roadmap kelistrikan hingga 2034. Gas diproyeksikan menyumbang 10,3 GW, sementara batu bara akan tetap digunakan secara terbatas sebesar 6,3 GW.

“Gas ditempatkan sebagai energi transisi karena emisinya lebih rendah dari batu bara. Ini penting untuk menjaga keseimbangan sistem sembari menunggu kesiapan penuh infrastruktur EBT,” ujar Arthur.

Ia menambahkan, roadmap ini bukan sekadar rencana teknis, tapi juga strategi investasi besar untuk mendukung penyediaan listrik yang andal bagi semua sektor rumah tangga, industri, dan komersial.

Arthur menjelaskan bahwa penambahan kapasitas terbesar justru akan terjadi pada lima tahun kedua, yakni 2029 hingga 2034. Sedangkan periode 2025 hingga 2029 akan difokuskan untuk menyiapkan aspek teknis, finansial, dan kelembagaan.

“Fase awal ini sangat penting untuk memastikan proyek-proyek pembangkit EBT nantinya benar-benar bankable dan optimal secara output,” tutupnya.

Untuk itu, Arthur menekankan perlunya dukungan penuh terhadap pembangunan ekosistem industri EBT, mulai dari ketersediaan komponen lokal, SDM terampil, hingga insentif fiskal.

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Dian Finka

Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.