KABARBURSA.COM - Pasar saham Asia mengakhiri perdagangan Rabu, 4 Juni 2025, dengan catatan positif. Penguatan indeks-indeks utama di kawasan dipicu oleh lonjakan saham teknologi dan ekspektasi kebijakan ekonomi yang lebih akomodatif dari sejumlah negara.
Meski bayang-bayang ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China masih membayangi, sentimen pasar terlihat cukup solid sepanjang hari.
Penerapan tarif baru yang diberlakukan pemerintah AS atas impor baja dan aluminium menandai babak baru dari perang dagang yang kembali memanas. Rabu menjadi tenggat waktu bagi mitra dagang Washington untuk mengajukan proposal terakhir guna menghindari tarif lanjutan.
Ketidakpastian arah negosiasi ini membuat perhatian investor tertuju pada potensi pembicaraan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping, yang disebut-sebut akan berlangsung dalam beberapa hari ke depan.
Di tengah gejolak eksternal, investor di kawasan Asia juga mencermati perubahan politik di Korea Selatan. Kemenangan Lee Jae-myung dalam pemilihan presiden disambut positif oleh pasar.
Ekspektasi terhadap stimulus fiskal, reformasi pasar, dan arah kebijakan yang lebih terarah membuat indeks Kospi melonjak 2,66 persen ke level 2.770, dan membawanya menjadi level tertinggi sejak Agustus tahun lalu.
Sementara itu, indeks Kosdaq juga menguat 1,39 persen, mencerminkan respons investor terhadap harapan stabilitas ekonomi domestik.
Secara umum, bursa-bursa utama Asia mencatatkan penguatan. Nikkei 225 Jepang naik 0,80 persen, sedangkan Topix menguat 0,51 persen. Di China, Shanghai Composite ditutup naik 0,42 persen, Shenzhen Component bertambah 0,87 persen, dan CSI300 menguat 0,43 persen.
Sementara itu, Hang Seng Hong Kong naik 0,60 persen, dan Taiex Taiwan mencatatkan lonjakan 2,32 persen. Indeks ASX200 Australia ikut menguat 0,89 persen ke level 8.541, mencerminkan optimisme investor terhadap pemulihan global.
Sementara itu, pergerakan mata uang Asia berlangsung cukup variatif. Yen Jepang sedikit menguat ke posisi 143,94 per dolar AS, dan dolar Singapura menguat tipis 0,09 persen. Dolar Australia tercatat naik 0,17 persen.
Nilai tukar rupiah juga bergerak positif, menguat 0,09 persen ke level 16.294 per dolar AS. Namun tak semua mata uang menguat. Rupee India melemah 0,41 persen, ringgit Malaysia turun 0,14 persen, dan baht Thailand merosot 0,11 persen. Yuan China relatif stabil di 7,1881 per dolar AS.
OECD Revisi Turun Proyeksi Pertumbuhan Global
Sementara, ketegangan dagang masih menjadi tema utama, kekhawatiran soal prospek ekonomi global juga mencuat. Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) merevisi turun proyeksi pertumbuhan global dari 3,3 persen menjadi 2,9 persen untuk 2025 dan 2026.
Revisi ini tak lepas dari dampak berkepanjangan dari kebijakan perdagangan proteksionis yang terus membayangi pemulihan ekonomi global.
Meski pasar tampak cukup tenang, para pelaku keuangan tetap waspada. Seperti disampaikan oleh Charu Chanana, Kepala Strategi Investasi di Saxo Bank Singapura, negosiasi antara Trump dan Xi mungkin tidak menghasilkan terobosan besar, namun potensi eskalasi tetap bisa memicu aksi jual cepat di pasar global.
Untuk saat ini, pasar Asia menunjukkan sinyal ketahanan yang cukup baik. Namun ke depan, arah pergerakan akan banyak ditentukan oleh hasil pembicaraan dagang, arah kebijakan suku bunga global, serta respons pemerintah terhadap tekanan ekonomi yang terus bergulir.(*)