KABARBURSA.COM - Data penutupan Wall Street pada sesi singkat Malam Natal 24 Desember 2025 memberi gambaran yang sangat jelas tentang kualitas reli pasar Amerika Serikat sepanjang 2025. Christmas Miracle membawa seluruh indeks di Wall Street penuh suka cita.
Ini bukan sekadar soal level indeks yang mencetak rekor. Kenaikan S&P 500 ke kisaran 6.912 dan Dow Jones ke 48.442 merupakan cerminan dari kombinasi langka antara stabilitas makro, ekspansi margin korporasi, dan perubahan struktural dalam cara ekonomi AS tumbuh.
Dari sisi performa indeks, kenaikan tahunan S&P 500 sebesar 17 persen tergolong sehat jika dibandingkan dengan lonjakan ekstrem era pascapandemi 2020–2021. Ini penting, karena reli 2025 tidak dibangun di atas euforia likuiditas semata, melainkan pada normalisasi suku bunga yang terkontrol dan pertumbuhan laba yang riil.
Pemangkasan suku bunga The Fed ke kisaran 3,5–3,75 persen menjadi katalis penyeimbang. Yang cukup longgar untuk menopang valuasi, tetapi tidak cukup agresif untuk memicu kembali kekhawatiran inflasi yang tak terkendali.
Struktur reli Wall Street tahun ini juga menunjukkan pelebaran kepemimpinan sektor. Dow Jones yang mencetak rekor bersamaan dengan S&P 500 menandakan bahwa pasar tidak lagi sepenuhnya bertumpu pada segelintir saham teknologi mega-cap. Industrials, energi terintegrasi, dan finansial ikut berkontribusi besar.
Ini tercermin dari lonjakan saham Caterpillar, Goldman Sachs, dan JPMorgan, yang masing-masing mencatat kenaikan di atas 30–60 persen sepanjang tahun. Artinya, reli 2025 bukan reli rapuh yang mudah runtuh ketika satu sektor tergelincir, melainkan reli yang memiliki fondasi lintas sektor.
Sektor Teknologi Agresif Berkat AI
Dari sisi fundamental, ekspansi margin menjadi kunci utama kekuatan pasar. Data ketenagakerjaan yang menunjukkan pengangguran naik ke 4,6 persen justru dipersepsikan positif oleh pasar karena terjadi dalam konteks “low hiring, low firing”.
Perusahaan mampu meningkatkan output tanpa menaikkan biaya tenaga kerja secara agresif, berkat produktivitas berbasis AI. Ini menjelaskan mengapa laba korporasi tetap tumbuh meskipun pertumbuhan tenaga kerja melambat.
Dalam pengujian performa Wall Street, kondisi ini jauh lebih sehat dibandingkan pertumbuhan berbasis ekspansi upah atau utang.
AI supercycle menjadi faktor struktural terkuat di balik reli ini. Namun yang membedakan 2025 dengan gelembung teknologi masa lalu adalah tingginya realisasi belanja modal. Dengan estimasi belanja hyperscaler mendekati USD500 miliar, pasar tidak sedang membeli mimpi, melainkan membiayai infrastruktur nyata seperti data center, energi, logistik, dan jaringan listrik.
Kinerja Nvidia yang menembus kapitalisasi USD5 triliun memang spektakuler, tetapi yang lebih penting adalah efek rambatannya ke sektor non-teknologi, mulai dari utilitas hingga manufaktur berat.
Kebijakan fiskal melalui OBBBA juga berperan besar dalam menguji ketahanan pasar. Perpanjangan permanen pemotongan pajak dan insentif manufaktur domestik menciptakan visibilitas laba jangka panjang, sesuatu yang sangat dihargai pasar ekuitas.
Ini menjelaskan mengapa volatilitas sepanjang 2025 relatif terkendali meski diwarnai isu tarif dan geopolitik. Pasar bereaksi, tetapi tidak panik, karena arus kas masa depan menjadi lebih dapat diprediksi.
2026: Ketahanan Wall Street Diuji Permintaan Riil
Namun, data ini juga mengungkap sisi rapuh Wall Street. Ketimpangan kinerja saham sangat nyata. Perusahaan yang tidak terintegrasi dengan AI atau yang sensitif terhadap tarif mengalami tekanan berat, seperti Target, Nike, dan Chegg.
Ini menandakan bahwa reli 2025 bersifat selektif, bukan inklusif. Dari perspektif pengujian performa pasar, ini berarti indeks kuat tetapi risiko idiosinkratik saham meningkat, terutama bagi sektor konsumsi dan jasa tradisional.
Ketidaksinkronan antara pasar yang mencetak rekor dan sentimen konsumen yang lemah atau “vibepression” juga menjadi sinyal peringatan dini. GDP tumbuh kuat, laba korporasi naik, tetapi tekanan harga akibat tarif mulai menggerus daya beli.
Jika konsumsi melemah signifikan pada 2026, maka ketahanan reli Wall Street akan diuji bukan oleh valuasi, melainkan oleh permintaan riil.
Secara keseluruhan, data penutupan Natal 2025 menunjukkan bahwa Wall Street berada dalam kondisi kuat secara struktural, dengan dukungan produktivitas, kebijakan fiskal yang pro-bisnis, dan normalisasi moneter yang relatif rapi.
Ini bukan pasar yang sedang “overheating”, tetapi pasar yang sedang bertransisi ke fase baru, di mana ukuran perusahaan, integrasi teknologi, dan efisiensi operasional menjadi penentu utama kinerja saham.
Ujian sesungguhnya akan datang pada 2026, ketika pasar mulai menagih bukti nyata ROI AI dan ketahanan konsumsi. Untuk saat ini, data membuktikan bahwa bull market AS masih berjalan dengan fondasi yang kokoh, meski tidak lagi tanpa tantangan.(*)