KABARBURSA.COM - Pelonggaran kebijakan moneter di China, yang melibatkan penurunan suku bunga serta paket stimulus, memberikan dampak signifikan bagi pasar keuangan Indonesia. Dana asing dilaporkan kembali mengalir ke pasar China, sementara meninggalkan pasar saham Indonesia.
Mantan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Hasan Zein Mahmud, mencatat penurunan ini dengan melaporkan bursa saham Indonesia mengalami aksi jual bersih atau net sell sebesar Rp2,35 triliun pada pekan lalu. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 0,60 persen dalam periode yang sama. "Sektor keuangan mengalami penurunan tajam dan mencatat net sell terbesar," ujar Hasan dalam keterangan tertulis, Ahad, 29 September 2024.
Sebagai perbandingan, Indeks Hang Seng di Hong Kong melonjak 14,69 persen, sementara indeks Shanghai di China mencatat kenaikan 12,32 persen pada pekan lalu. Ini mengindikasikan adanya arus dana asing yang signifikan ke pasar China.
Meski demikian, Hasan menyebut kenaikan harga komoditas, seperti emas, tembaga, dan perak, menjadi dampak positif bagi Indonesia. Harga emas, berdasarkan kontrak Desember 2024, tercatat naik dari USD2.653 di awal pekan menjadi USD2.680 per ons di akhir pekan. "Saya memperkirakan harga tembaga dan perak akan melanjutkan penguatan minggu ini," kata Hasan.
Kontrak tembaga dan perak juga mencatat kenaikan, di mana tembaga naik dari 4.4340 menjadi 4.5895 per 25.000 lb, dan perak naik dari 31.045 menjadi 31.915 per 5.000 t.o pada penutupan pekan lalu.
Rp25,60 Triliun Masuk Pasar Uang
Meskipun terjadi penurunan arus dana asing di pasar saham Indonesia akibat pelonggaran moneter China, beberapa perkembangan positif tetap tercatat. Salah satunya adalah aliran modal asing yang deras masuk ke pasar keuangan domestik sepanjang pekan ketiga September 2024. Menurut laporan Bank Indonesia (BI), angkanya mencapai Rp25,60 triliun.
“Nonresiden tercatat melakukan pembelian bersih sebesar Rp25,60 triliun,” sebut Asisten Gubernur, Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, dalam keterangan resmi, Jumat, 20 September 2024.
Erwin menjelaskan, aliran tersebut terdiri atas pembelian bersih di pasar saham sebesar Rp4,19 triliun, Rp19,76 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), serta Rp1,66 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Sepanjang 2024 hingga 19 September, aliran modal asing yang masuk ke pasar saham mencapai Rp51,85 triliun, sementara Rp21,39 triliun masuk ke pasar SBN. Pada periode yang sama, aliran masuk di SRBI mencapai Rp186,85 triliun.
Sejalan dengan hal tersebut, premi credit default swap (CDS) Indonesia untuk tenor 5 tahun tercatat sebesar 63,41 basis poin (bps) per 19 September 2024, turun dari 67,46 bps pada 13 September 2024.
Imbal hasil SBN 10 tahun juga mengalami penurunan, tercatat di level 6,44 persen pada Jumat pagi, dari 6,53 persen sehari sebelumnya.
Nilai tukar rupiah pada Jumat pagi menguat ke Rp15.100 per dolar AS, dari Rp15.230 per dolar AS pada Kamis.
“Ke depan, BI akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait, serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga ketahanan ekonomi eksternal Indonesia,” kata Erwin.
Kehilangan Rp1,31 Triliun
Sebelumnya, hanya dalam waktu sepekan kedua September 2024, Indonesia kehilangan modal asing dari pasar keuangan dengan jumlah yang cukup besar, yaitu Rp1,31 triliun. Hilangnya aliran modal asing dari pasar keuangan Indonesia dapat memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian, terutama dalam hal stabilitas pasar finansial, nilai tukar, dan arus investasi.
Namun, meski Bank Indonesia mencatat adanya net sell sebesar Rp1,31 triliun pada pekan 9-12 September 2024, data keseluruhan sepanjang tahun menunjukkan tren positif dalam hal aliran modal asing.
Dalam sepekan kedua September, pasar keuangan domestik mencatatkan:
- Net sell di pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp0,18 triliun.
- Net sell di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebesar Rp3,59 triliun.
- Pembelian bersih (net buy) di pasar saham sebesar Rp2,46 triliun.
Dari catatan tersebut, ada beberapa implikasi jangka pendek. Keluarnya modal asing dari SBN dan SRBI bisa meningkatkan volatilitas di pasar obligasi dan menekan harga SBN, yang dapat berdampak pada kenaikan imbal hasil obligasi (yield). Ini bisa meningkatkan biaya pinjaman bagi pemerintah dan sektor swasta, serta mempersempit ruang fiskal.
Namun, dengan adanya net buy di pasar saham, sentimen investor asing terhadap pasar ekuitas masih positif, yang bisa menjadi penyeimbang tekanan dari pelepasan aset di pasar obligasi dan SRBI.
Dampak pada Kurs Rupiah
Ketika modal asing keluar dari pasar keuangan, biasanya terjadi tekanan pada kurs rupiah. Penjualan aset dalam rupiah dan konversinya ke mata uang asing bisa mendorong depresiasi nilai tukar. Depresiasi yang tajam dapat menambah biaya impor dan meningkatkan risiko inflasi, terutama dalam konteks Indonesia yang masih mengimpor sejumlah besar barang seperti energi dan pangan.
Meski demikian, tren pembelian bersih di pasar saham sepanjang tahun sebesar Rp31,47 triliun dan total pembelian bersih di pasar SRBI sebesar Rp184,03 triliun menunjukkan bahwa sentimen asing masih cenderung positif terhadap ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Ini bisa membantu menjaga stabilitas kurs rupiah dalam jangka menengah.(*)