KABARBURSA.COM - Pemerintah, melalui Kementerian Keuangan, menegaskan mekanisme baru pelaporan keuangan nasional dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2025, sebagai langkah strategis memperkuat transparansi dan akuntabilitas sektor keuangan.
Dalam aturan baru ini, pelaporan keuangan wajib dilakukan oleh penyusun yang kompeten dan berintegritas, mulai dari akuntan berpraktik hingga akuntan publik, dengan memanfaatkan Platform Bersama Pelaporan Keuangan (PBPK) atau Financial Reporting Single Window (FRSW) di bawah pengawasan Kementerian Keuangan, yang dipimpin Menteri Purbaya Yudhi Sadewa.
Direktur Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan Kementerian Keuangan, Masyita Crystallin, menegaskan bahwa PP 43 Tahun 2025 dirancang agar laporan keuangan dapat menjadi rujukan andal bagi pengambilan keputusan di tingkat korporasi maupun kebijakan publik. “Pengaturan ini menegaskan mekanisme penyusunan, penyampaian, dan pemanfaatan laporan keuangan lintas sektor, baik di sektor jasa keuangan, sektor riil, maupun entitas yang terhubung dengan sektor keuangan,” ujarnya dalam siaran pers, Senin 24 November 2025.
PP ini tidak hanya menekankan kepatuhan administratif, tetapi juga menegaskan harmonisasi regulasi dan penguatan integritas data keuangan. Dengan demikian, pelaporan keuangan nasional tidak lagi berdiri sendiri di tiap sektor, melainkan menjadi bagian dari sistem terintegrasi yang dapat dipertanggungjawabkan.
Masyita menambahkan, pemerintah mendorong terbentuknya ekosistem pelaporan keuangan yang saling terhubung, terstandar, dan konsisten di seluruh sektor, sehingga kualitas data keuangan nasional meningkat secara signifikan. Peningkatan kualitas laporan dari sisi pelapor akan dipadukan dengan penyederhanaan proses melalui PBPK. “Regulasi ini mendukung penyusunan kebijakan fiskal dan ekonomi berbasis data aktual, yang dapat diverifikasi lintas sektor, tanpa mengurangi keamanan dan keandalan sistem pelaporan,” jelasnya.
Platform Bersama Pelaporan Keuangan berperan sebagai simpul integrasi data utama, memudahkan pelaku usaha dalam menyampaikan laporan sekaligus memperkaya basis data pemerintah untuk kebijakan tepat sasaran. Implementasi PP ini, termasuk pelaporan melalui PBPK, akan dilakukan secara bertahap dan proporsional agar efektif tanpa mengganggu stabilitas operasional.
Bagi sektor pasar modal, pelaporan melalui PBPK wajib dilakukan paling lambat pada 2027. Sektor lain akan menyesuaikan tahapan implementasi berdasarkan kesiapan masing-masing dan koordinasi Kementerian Keuangan dengan kementerian/lembaga serta otoritas terkait.
Pendekatan transisi ini juga mempertimbangkan kapasitas Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), sehingga mereka dapat memenuhi kewajiban pelaporan tanpa terbebani biaya atau prosedur administratif. “Transformasi pelaporan keuangan ini kami desain secara bertahap dan inklusif, agar pelaku usaha dari berbagai skala, termasuk UMKM, dapat beradaptasi secara realistis tanpa menurunkan kualitas pelaporan,” pungkas Masyita.(*)