KABARBURSA.COM - Standard Chartered Plc melanjutkan aksi pemutusan hubungan kerja (PHK) setelah sebelumnya memberhentikan 100 orang tahun lalu. Pada bulan Agustus 2024, bank ini kembali memangkas sekitar 20 posisi di kantor London dan Singapura.
Efisiensi sumber daya manusia menjadi salah satu dampak dari restrukturisasi yang dilakukan oleh lembaga keuangan ini, khususnya dalam tim mergers and acquisitions (M&A). Langkah ini termasuk integrasi para bankir yang lebih fokus pada cakupan industri, menurut sumber yang akrab dengan isu ini.
Bank yang berkantor pusat di London ini juga melakukan penempatan ulang beberapa ahli ke dalam tim finance dan coverage. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat kapasitas M&A dan mengurangi tumpang tindih, kata sumber-sumber tersebut.
Sejumlah peran akan dihapus dalam proses restrukturisasi ini, yang dirancang untuk memberikan layanan lebih baik kepada klien serta memaksimalkan keuntungan bagi para pemegang saham, menurut memo yang dikeluarkan pada 8 Agustus oleh Tom Willett, kepala penasihat M&A global bank tersebut.
Restrukturisasi ini akan mengakibatkan pengurangan lebih dari 100 staf di divisi M&A, ujar salah satu sumber.
Seorang perwakilan Standard Chartered mengonfirmasi isi memo tersebut namun enggan memberikan rincian mengenai jumlah pekerjaan yang terdampak.
Perwakilan perusahaan menambahkan bahwa nasabah perbankan korporat dan investasi semakin sering meminta dukungan untuk pekerjaan advisory, manajemen risiko, dan pembiayaan lintas negara. Sebelumnya, Reuters telah melaporkan berita ini.
Bank ini juga telah melakukan perombakan pada divisi korporasi dan investasi, dengan menghapus struktur manajemen regional untuk mempercepat pengambilan keputusan dan meningkatkan tanggung jawab manajer atas kinerja bisnis mereka.
Keputusan PHK ini mengikuti pemutusan hubungan kerja yang dilakukan pada Juni 2023 sebagai bagian dari upaya bank ini untuk memangkas biaya lebih dari USD1 miliar hingga tahun 2024. Tahun lalu, beberapa posisi direktur pelaksana di London juga terkena dampak PHK.
Laba Turun di 2023
Pada 2023 lalu, Standard Chartered, bank asal Inggris, mengumumkan penurunan laba sebelum pajak sebesar 33 persen untuk kuartal ketiga tahun ini. Penurunan signifikan ini disebabkan oleh dampak hampir USD1 miliar atau sekitar Rp15,9 triliun akibat krisis yang melanda Evergrande.
Bank yang berbasis di London ini mencatat laba sebelum pajak sebesar USD633 juta untuk periode Juli-September. Angka ini merosot drastis dibandingkan tahun lalu yang mencapai USD996 juta, serta jauh dari rata-rata estimasi analis yang memproyeksikan sekitar USD1,41 miliar.
Seiring dengan laporan tersebut, saham Standard Chartered yang terdaftar di Bursa Hong Kong anjlok sebesar 5,5 persen menjadi HKD63,70. Ini adalah penurunan harian terbesar sejak 27 Maret.
Standard Chartered melaporkan peningkatan biaya penurunan nilai kredit menjadi USD294 juta, naik USD62 juta dari tahun sebelumnya, yang melibatkan biaya sebesar USD186 juta terkait dengan real estat komersial di China. Selain itu, bank ini juga menderita kerugian USD700 juta dari kepemilikannya di China Bohai Bank, akibat lemahnya pendapatan bank tersebut dan kondisi ekonomi yang menantang.
Kerugian besar yang dialami oleh Standard Chartered, yang bergantung pada pemasukan signifikan dari China, menyoroti tantangan besar yang dihadapi bank dalam meningkatkan keuntungan di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya kerugian pinjaman.
Eksposur real estat China mencatat angka USD2,7 miliar, mengalami penurunan sebesar USD200 juta dibandingkan kuartal sebelumnya. Meskipun pemerintah China telah melakukan serangkaian pelonggaran, upaya tersebut belum cukup untuk meredakan kelemahan ekonomi yang semakin parah akibat gagal bayar utang besar dan kurangnya dukungan negara untuk sektor ini.
Bank-bank domestik melaporkan penurunan margin, sementara bank-bank asing dengan eksposur yang lebih kecil mulai merasakan dampak yang lebih besar akibat memburuknya sentimen dan kebijakan pemerintah yang mendorong penurunan suku bunga KPR.
Standard Chartered mengungkapkan bahwa kerugian dari investasinya di China Bohai, sebuah bank di kota pesisir timur Tianjin, disebabkan oleh perkiraan suku bunga yang lebih rendah serta penurunan margin pinjaman yang dilaporkan dalam hasil semesteran bank tersebut.
China Bohai mencatat penurunan pendapatan bunga bersih sebesar 17,8 persen untuk periode Januari-Juni, yang berkontribusi pada penurunan laba keseluruhan sebesar hampir 7 persen.
Meski menghadapi tantangan ini, Standard Chartered tetap optimis dapat mencapai target laba atas ekuitas berwujud sebesar 10 persen tahun ini dan 11 persen pada tahun 2024, meskipun beberapa proyeksi kinerja untuk tahun ini telah direvisi turun.
Nasabah perbankan korporat dan investasi semakin sering meminta dukungan dari Standard Chartered untuk pekerjaan advisory, manajemen risiko, dan pembiayaan lintas negara. Bank ini juga menghapus struktur manajemen regional dalam divisi korporasi dan investasi untuk mempercepat pengambilan keputusan dan meningkatkan tanggung jawab manajer atas kinerja bisnis. (*)
Disclaimer:
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia
dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu.
Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional.
Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.