KABARBURSA.COM - Menteri Keuangan Sri Mulyani memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai lebih dari 5 persen pada Kuartal III/2024, yang mencakup periode Juli hingga September 2024.
Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data resmi pertumbuhan ekonomi untuk Kuartal III pada November. Namun, Sri Mulyani yakin produk domestik bruto (PDB) masih akan tumbuh di atas 5 persen, seperti yang tercatat pada kuartal pertama dan kedua tahun ini.
"kami perkirakan pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun adalah mencapai 5,1 persen," ujarnya dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Kantor Bank Indonesia, Jumat, 18 Oktober 2024.
Sri Mulyani juga memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh 5,1 persen selama 2024 dan mencapai 5,2 persen di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada tren positif fiskal dan moneter yang diperkirakan bertahan hingga awal 2025.
Dia mengungkapkan konsumsi rumah tangga, terutama dari kelas menengah atas, masih stabil dan berkontribusi mendorong aktivitas manufaktur dan perdagangan. Selain itu, realisasi investasi terus tumbuh sejalan dengan percepatan penyelesaian program strategis nasional (PSN).
Alumni Universitas Indonesia ini juga memproyeksikan kinerja ekspor nonmigas akan membaik hingga akhir tahun, terutama dari produk manufaktur dan tambang. Menurutnya, Pilkada 2024 yang berlangsung bulan depan akan memberi dorongan positif bagi konsumsi dan aktivitas masyarakat. "Pada Kuartal IV/2024, biasanya mobilitas masyarakat meningkat karena liburan akhir tahun, yang juga berkontribusi positif terhadap konsumsi," jelas Sri Mulyani.
Selain itu, Sri Mulyani menyebut inflasi masih terkendali, sementara upaya untuk meningkatkan nilai tambah dan output produksi terus berjalan. Berbagai kebijakan pemerintah, termasuk menjaga daya beli melalui stabilitas harga dan program perlindungan sosial, akan tetap dilanjutkan hingga akhir 2024 sebagai penopang utama aktivitas ekonomi.
Dia pun optimistis pertumbuhan 5,2 persen di tahun 2025 bisa tercapai asalkan permintaan domestik terjaga dan reformasi struktural untuk meningkatkan produktivitas tetap dijalankan konsisten. "Langkah-langkah seperti penyerapan tenaga kerja dan investasi di hilirisasi yang meningkatkan nilai tambah produk menjadi kunci," ungkapnya.
Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan memantau situasi geopolitik yang kian tidak pasti, terutama konflik yang meningkat di Timur Tengah belakangan ini. Dia menegaskan pemerintah akan mengambil langkah pencegahan agar ketidakpastian global tidak berdampak buruk pada ekonomi domestik.
Perubahan Iklim hingga Geopolitik
Meski ada optimisme terhadap potensi pertumbuhan ekonomi, Sri Mulyani pernah mengingatkan adanya tantangan besar yang harus dihadapi ke depan. Menurutnya, faktor seperti perubahan iklim, perkembangan teknologi, konflik geopolitik, dan ketidakpastian ekonomi global akibat inflasi, semuanya berpotensi menghambat laju pertumbuhan yang diharapkan.
“Dengan berbagai ancaman ini, bagaimana caranya kita bisa mencapai pertumbuhan 6 persen atau bahkan 7 persen,” kata Sri Mulyani dalam sebuah acara yang diadakan Bank Dunia di Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Selasa, 24 September 2024.
Ia menekankan bahwa untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, Indonesia perlu melakukan reformasi struktural yang lebih terencana dan taktis. Ini mencakup pembangunan modal manusia dan infrastruktur yang harus lebih terperinci dan mudah dilaksanakan.
“Kita perlu meningkatkan daya saing industri hilirisasi di Indonesia. Reformasi struktural adalah kunci untuk keluar dari jebakan pendapatan menengah,” ujarnya.
Seperti diketahui, salah satu poin utama dalam program 8 Asta Cita Prabow-Gibran yaitu mendorong industri nasional melalui proses hilirisasi selama periode 2024-2029.
Direktur Program Indef Eisha Maghfiruha Rachbini sebelumnya mempertanyakan perihal program ini. Ia berujar apakah hilirisasi benar-benar dapat mengubah wajah ekonomi Indonesia yang masih bertumpu pada komoditas menjadi negara industri yang tangguh.
Menurut Eisha, meskipun hilirisasi mulai digencarkan di ranah kebijakan, faktanya masih kurang mendapat perhatian di ranah akademik internasional sebagai strategi kunci transformasi ekonomi.
“Hilirisasi sebetulnya jika dilihat pada academic paper di jurnal-jurnal internasional masih sedikit sekali atau kurang dipakai untuk melihat perubahan ekonomi suatu negara dari berbasis komoditas menjadi negara industri berbasi peran manufaktur yang tinggi,” kata Eisha dalam diskusi publik tentang ‘Prospek Kebijakan Ekonomi Prabowo’ Minggu, 22 September 2024.
Sebaliknya, istilah industrialisasi lebih sering dipakai untuk menggambarkan bagaimana negara-negara seperti Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat (AS) mampu mencapai status negara maju melalui industrialisasi besar-besaran.
“Istilah Industrialiasi lebih banya dipakai untuk mengukur satu negara yang masuk ke negara maju,” ujarnya.
Sayangnya, di Indonesia, industrialisasi seolah-olah hanya menjadi mimpi yang tertinggal di masa lalu.
Indonesia sebenarnya pernah menikmati masa keemasan industrialisasi pada era Orde Baru, di mana pertumbuhan industri manufaktur mencapai 8 hingga 9 persen setiap tahunnya antara 1989 hingga 1996.
Industri manufaktur kala itu menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi, menyumbang hingga 25 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
“Pada 1989 dari 19 persen terus meningkat menjadi 25 persen, industri manufaktur menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi saat itu,” kata Eisha.(*)