Logo
>

Gara-gara Ulah BI, Nilai Tukar Rupiah Terancam Semakin Jeblok

Ditulis oleh KabarBursa.com
Gara-gara Ulah BI, Nilai Tukar Rupiah Terancam Semakin Jeblok

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Ekonom mengingatkan bahwa peningkatan kepemilikan Surat Berharga Negara (SBN) oleh Bank Indonesia (BI) tidak akan menstabilkan rupiah, malah berisiko memperburuk nilai tukar mata uang tersebut.

    Per 16 Desember 2024, BI tercatat memiliki SBN senilai Rp1.520,75 triliun, yang setara dengan 25,23 persen dari total SBN yang beredar. Angka ini meningkat hampir Rp500 triliun dibandingkan posisi akhir Desember 2023, yang tercatat sebesar Rp1.095 triliun.

    Ekonom Bahana Sekuritas, Putera Satria Sambijantoro menilai rencana BI untuk membeli SBN senilai Rp150 triliun pada 2025 sebagai bagian dari operasi moneter untuk mengendalikan yield, justru berisiko memperburuk tekanan terhadap rupiah.

    “Pembelian obligasi di pasar sekunder dapat meningkatkan jumlah rupiah yang beredar, yang pada akhirnya menurunkan nilai tukar rupiah,” jelas Satria akhir pekan lalu.

    Tujuan utama dari pembelian SBN adalah untuk menstabilkan imbal hasil obligasi dan menghindari arus keluar investasi selama volatilitas pasar. Meski demikian, Satria berpendapat bahwa kebijakan tersebut mirip dengan langkah yang diambil oleh Bank of Japan (BOJ), yang justru berujung pada pelemahan yen.

    Kata Satria, BI dan BOJ bahkan dikenal sebagai “klub eksklusif” karena menjadi bank sentral dengan kepemilikan obligasi terbesar dari pemerintahnya.

    Satria juga memperingatkan bahwa meningkatnya kepemilikan SBN oleh BI akan memperbesar suplai rupiah di pasar.

    “Jika suplai rupiah meningkat sementara suplai dolar menurun, harga rupiah akan cenderung melemah terhadap dolar,” ujarnya.

    Selain itu, ia mengungkapkan kekhawatirannya terkait potensi lonjakan inflasi. Meskipun dampak tersebut belum terasa signifikan di Indonesia, yang saat ini justru mengalami disinflasi, hal ini tetap perlu diwaspadai.

    Satria juga mencatat, pasar obligasi di pasar sekunder bisa semakin kurang likuid seiring dengan semakin aktifnya BI dalam membeli SBN. “Pasar akan menjadi kurang dalam jika BI terus aktif terlibat,” ujarnya.

    Hingga pertengahan Desember 2024, BI telah membeli SBN senilai Rp169,5 triliun, yang terdiri dari pembelian di pasar perdana (Rp62 triliun) dan pasar sekunder (Rp107 triliun).

    “Kami terus berkoordinasi dengan pemerintah untuk menyinkronkan kebijakan SRBI, penerbitan SBN, dan kebijakan lainnya,” kata Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti, Rabu, 18 Desember 2024.

    Proyeksi Nilai Tukar Rupiah

    Pergerakan nilai tukar rupiah diperkirakan akan cenderung stabil pada pekan depan, seiring dengan memasuki periode libur Natal dan Tahun Baru (Nataru). Saat ini, rupiah sudah berada di level depresiasi.

    Pada Jumat, 20 Desember 2024, rupiah tercatat berada di posisi Rp16.222 per dolar Amerika Serikat (AS), mengalami penurunan sebesar 1,31 persen dalam sepekan. Di sisi lain, kurs rupiah di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) juga melemah 1,77 persen dalam sepekan, menjadi Rp16.270 per dolar AS.

    Namun, jika dibandingkan dengan hari sebelumnya, rupiah menunjukkan penguatan. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah menguat 0,55 persen dalam satu hari, sedangkan Jisdor mencatatkan apresiasi sebesar 0,04 persen pada hari yang sama.

    Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures Nanang Wahyudin menjelaskan bahwa pelemahan rupiah tidak terlepas dari faktor eksternal, terutama kebijakan moneter Bank Sentral AS (The Fed). Salah satu penyebabnya adalah keputusan The Fed untuk memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin, menjadi kisaran 4,25 persen hingga 4,50 persen.

    Sementara itu, Bank Indonesia (BI) memilih untuk mempertahankan suku bunga acuan (BI Rate) di level 6,0 persen. Kebijakan ini diambil untuk menjaga inflasi tetap terkendali dan memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian perekonomian global, yang dipengaruhi oleh kebijakan AS serta eskalasi ketegangan geopolitik di berbagai belahan dunia.

    “Ke depan, BI akan terus memantau pergerakan nilai tukar rupiah, prospek inflasi, dan dinamika kondisi ekonomi global dalam mempertimbangkan kebijakan suku bunga,” ujar Nanang, Jumat, 20 Desember 2024.

    Senada dengan Nanang, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan bahwa apresiasi rupiah pada akhir perdagangan Jumat lalu dipengaruhi oleh intervensi BI di pasar spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. Meski demikian, Josua menilai rupiah masih berada dalam tren pelemahan.

    “Intervensi BI dilakukan setelah rupiah mengalami depresiasi signifikan akibat pengumuman kebijakan The Fed yang cenderung lebih hawkish,” jelasnya.

    Untuk pekan depan, Josua memperkirakan pergerakan rupiah akan stabil, meski masih dalam level yang relatif lemah.

    Pada Senin, 23 Desember 2024, ia memproyeksikan rupiah akan bergerak di kisaran Rp16.100 hingga Rp16.200 per dolar AS. Nanang pun sepakat dengan proyeksi ini, dengan memperkirakan rupiah akan bergerak datar karena minimnya katalis dan memasuki periode libur Nataru.

    Ia memprediksi, pada Senin, 23 Desember 2024, rupiah akan bergerak dalam rentang harga Rp16.100 hingga Rp16.240 per dolar AS. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi