KABARBURSA.COM - Harga emas dunia kembali mencetak rekor baru pada penutupan perdagangan Kamis dinihari WIB, 2 Oktober 2025. Penguatan dipicu pelemahan dolar Amerika Serikat dan meningkatnya permintaan aset aman setelah pemerintah AS resmi mengalami shutdown.
Sentimen ini semakin diperkuat oleh data ketenagakerjaan yang lebih lemah dari perkiraan, sehingga memperbesar ekspektasi pasar bahwa Federal Reserve akan segera menurunkan suku bunga pada bulan ini.
Spot gold sempat menyentuh level tertinggi sepanjang masa di USD3.895,09 per troy ounce sebelum kemudian bertahan di kisaran USD3.861,77 pada pukul 13.48 waktu New York.
Kontrak berjangka emas AS untuk pengiriman Desember juga menguat 0,6 persen dan ditutup di USD3.897,5 per troy ounce. Rekor ini mempertegas posisi emas sebagai salah satu aset favorit di tengah gejolak pasar global.
Pelemahan indeks dolar AS terhadap sekeranjang mata uang utama menjadi katalis pertama yang mengangkat harga emas. Dolar yang melemah membuat emas lebih terjangkau bagi investor asing.
Menurut analis Marex Edward Meir, shutdown pemerintah AS biasanya menekan sentimen terhadap dolar sekaligus memukul kepercayaan pasar terhadap stabilitas ekonomi Amerika. Dengan demikian, emas justru mendapatkan momentum sebagai alternatif lindung nilai.
Laporan Ketenagakerjaan ADP Kuatkan Kenaikan
Di saat bersamaan, laporan ketenagakerjaan ADP menambah alasan bagi investor untuk mengalihkan dana ke logam mulia. Data menunjukkan penurunan 32.000 payroll swasta di bulan September, berbanding terbalik dengan ekspektasi kenaikan 50.000. Angka Agustus pun direvisi turun dari kenaikan 54.000 menjadi penurunan 3.000.
Pelemahan ini menegaskan gambaran ekonomi yang sedang kehilangan tenaga, sekaligus memperkuat keyakinan bahwa The Fed akan segera memangkas suku bunga. Menurut CME FedWatch Tool, probabilitas pasar untuk penurunan suku bunga bulan ini kini mencapai 99 persen.
Shutdown pemerintah juga menambah ketidakpastian. Dengan ribuan pekerjaan federal terancam dan data penting seperti non-farm payrolls (NFP) berpotensi tertunda, investor memilih langkah aman dengan menumpuk kepemilikan emas.
Dalam kondisi suku bunga yang menurun, emas yang tidak memberikan imbal hasil relatif lebih menarik karena opportunity cost terhadap aset ber-yield rendah.
Fenomena FOMO: Emas Diperkirakan Sentuh USD4.000
Dari sisi sentimen pasar, fenomena "fear of missing out" atau FOMO juga mulai terlihat, terutama dari investor Barat baik institusional maupun ritel. Lembaga riset SP Angel mencatat bahwa jika tren ini berlanjut, bukan mustahil harga emas akan menembus level psikologis USD4.000 per troy ounce dalam waktu dekat.
Lonjakan permintaan ini juga mempertegas peran emas sebagai aset perlindungan saat ketidakpastian ekonomi dan geopolitik meningkat.
Sementara itu, pergerakan logam mulia lainnya turut memberikan warna. Perak melesat 1,6 persen ke level tertinggi lebih dari 14 tahun di USD47,42 per troy ounce, menegaskan minat investor pada aset keras.
Sebaliknya, platinum melemah 1,6 persen ke USD1.549,17, dan palladium turun 1,1 persen ke USD1.243,31. Divergensi ini menunjukkan bahwa reli utama masih terpusat pada emas dan perak, yang lebih identik dengan safe-haven.
Secara keseluruhan, pasar emas hari ini mencerminkan gabungan dari tiga kekuatan besar: pelemahan dolar, ekspektasi pemangkasan suku bunga, dan gejolak politik akibat shutdown AS.
Ketiganya menciptakan lanskap ideal bagi emas untuk melanjutkan reli, sekaligus memperingatkan bahwa ke depan volatilitas harga bisa semakin tajam seiring investor global berebut perlindungan di aset logam mulia.(*)