KABARBURSA.COM - Harga minyak dunia mengalami kenaikan pada hari Selasa, 23 September 2025 imbas terhentinya kesepakatan ekspor dari Kurdistan Irak.
Mengutip Reuters, harga minyak naik lebih dari USD1 per barel. Sementara harga minyak mentah Brent berjangka ditutup naik USD1,06, atau 1,6 persen, ke level USD67,63 per barel.
Sedangkan minyak mentah West Texas Intermediate AS meningkat USD1,13, atau naik sebesar 1,8 persen, menjadi USD63,41 per barel. Kedua harga acuan tersebut berhasil menutup kerugian sebelumnya yang cukup signifikan.
Ekspor minyak melalui pipa dari wilayah Kurdistan Irak ke Turki belum dimulai kembali pada hari Selasa meskipun ada harapan akan tercapainya kesepakatan untuk mengakhiri kebuntuan.
Kesepakatan antara pemerintah federal Irak dan pemerintah daerah Kurdi serta perusahaan minyak bertujuan untuk melanjutkan ekspor sekitar 230.000 barel minyak per hari dari Kurdistan ke pasar global melalui Turki, yang dihentikan sejak Maret 2023 .
"Ini adalah contoh sempurna untuk tidak menghitung barel minyak sampai benar-benar habis dipompa. Pasar mengalami aksi jual karena laporan kesepakatan Kurdistan, dan ketiadaan kesepakatan kini telah menarik barel-barel minyak tersebut dari pasar," kata Analis senior Price Futures Group, Phil Flynn.
Secara keseluruhan, pasar minyak global bersiap menghadapi peningkatan pasokan dan perlambatan permintaan. Hal ini terhambat oleh penggunaan kendaraan listrik dan tekanan ekonomi yang dipicu oleh tarif AS .
Dalam laporan bulanan terbarunya, Badan Energi Internasional menyampaikan pasokan minyak dunia akan meningkat lebih cepat tahun ini dan surplus dapat meningkat pada tahun 2026 karena anggota OPEC+ meningkatkan produksi dan pasokan dari luar kelompok produsen.
Meski demikian, risiko bisa menghantui pasar karena para pedagang memantau pertimbangan Uni Eropa untuk memperketat sanksi pada ekspor minyak Rusia, serta peningkatan ketegangan geopolitik di Timur Tengah .
"Faktor-faktor pendukungnya adalah persediaan minyak OECD yang masih rendah," ujar analis UBS Giovanni Staunovo, merujuk pada stok di negara-negara berpendapatan tinggi di seluruh dunia.
"Di sisi lain, peningkatan ekspor minyak mentah dari OPEC+ menjadi penghambat harga, serta kurangnya sanksi baru yang menargetkan ekspor minyak Rusia," tambahnya.