Logo
>

Harga Minyak Global Naik di Tengah Tekanan Oversupply

Harga minyak hanya menguat tipis setelah jatuh 4 persen, terseret lonjakan stok AS, revisi OPEC menuju surplus 2026, dan kekhawatiran oversupply yang semakin menekan sentimen pasar.

Ditulis oleh Yunila Wati
Harga Minyak Global Naik di Tengah Tekanan Oversupply
Papan pantau pergerakan harga minyak dunia. Foto: Seeking Alpha.

KABARBURSA.COM - Harga minyak global tampak mencoba menahan tekanan berat yang menumpuk dalam beberapa hari terakhir. Setelah ambruk sekitar 4 persen pada sesi sebelumnya, penguatan tipis Brent dan WTI pada perdagangan Jumat pagi, 14 September 2025, lebih mencerminkan jeda teknikal ketimbang perubahan arah yang meyakinkan. 

Pelaku pasar saat ini masih bergulat dengan satu masalah besar yang terus menghantui, yaitu risiko kelebihan pasokan global yang semakin nyata.

Kenaikan Brent ke USD63,01 per barel dan WTI ke USD58,69 per barel tidak sepenuhnya mencerminkan perbaikan sentimen. Justru sebaliknya, reli kecil ini muncul di tengah arus informasi yang cenderung membebani harga. 

Dorongan tipis tersebut lebih karena ekspektasi gangguan ekspor Rusia setelah Amerika menjatuhkan sanksi baru terhadap Lukoil. Sanksi yang melarang transaksi mulai 21 November itu berpotensi menahan pasokan Rusia untuk sementara.

Sanksi itu memberi semacam “penyangga” jangka pendek bagi harga minyak. Namun pasar menyadari bahwa efeknya terbatas, terlebih jika negara-negara lain mampu mengompensasi penurunan arus Rusia.

Persediaan Minyak AS Melimpah di Luar Ekspektasi

Ketegangan pasar semakin terlihat ketika laporan Badan Informasi Energi (EIA) menunjukkan adanya kenaikan persediaan minyak mentah AS yang jauh di atas ekspektasi. Kenaikan 6,4 juta barel—lebih dari tiga kali lipat proyeksi—langsung menambah kekhawatiran bahwa permintaan tidak cukup kuat untuk menyerap pertumbuhan pasokan. 

API juga melaporkan adanya kenaikan stok, sehingga mempertebal gambaran bahwa pasar minyak sedang memasuki fase oversupply. Penurunan stok bensin dan distilat yang tidak memenuhi ekspektasi hanya mempertegas lemahnya konsumsi produk turunan minyak.

Di tengah kondisi itu, kejutan besar datang dari revisi OPEC terhadap outlook pasar 2026. Alih-alih mempertahankan narasi defisit yang selama ini menjadi landasan pandangan bullish, organisasi itu kini justru mengakui potensi surplus pasokan global. 

Pergeseran ini bukan hanya memperburuk sentimen, tetapi juga meruntuhkan keyakinan bahwa kartel produsen akan mampu menjaga keseimbangan pasar. Pernyataan ini juga dianggap sebagai sinyal bahwa produksi OPEC+ mungkin akan bergerak lebih agresif daripada yang diperkirakan, terutama dengan kontribusi Rusia dan negara sekutu lainnya.

Sementara OPEC menurunkan nada optimistisnya, Badan Energi Internasional (IEA) justru menguatkan kekhawatiran pasar. Dalam laporan terbarunya, IEA menaikkan proyeksi pertumbuhan pasokan global untuk tahun ini dan tahun depan. 

Proyeksi ini mengindikasikan bahwa ketidakseimbangan pasokan dapat semakin lebar pada 2026, dengan produksi yang terus bertumbuh lebih cepat daripada permintaan. EIA Amerika turut menegaskan tren tersebut dengan menyatakan bahwa produksi domestik AS diperkirakan mencetak rekor lebih tinggi dari prediksi sebelumnya.

Peningkatan produksi, kenaikan persediaan, dan revisi proyeksi internasional menuju surplus menciptakan tekanan struktural yang tidak mudah dihilangkan dari harga minyak. Setiap kenaikan kecil yang terjadi tampak lebih sebagai respons teknikal atau reaksi cepat terhadap berita spesifik, bukan indikasi pemulihan fundamental. 

Shutdown Berhenti, Permintaan Bergerak Lambat

Sentimen ini teruji ketika pasar menyerap kabar bahwa pemerintah AS kembali beroperasi penuh setelah shutdown terpanjang dalam sejarah. Kembalinya lebih dari satu juta pekerja yang tidak digaji dan normalisasi aktivitas ekonomi memang berpotensi mendorong permintaan jangka pendek. Namun dampaknya masih dianggap terlalu kecil untuk menandingi ancaman kelebihan pasokan.

Dalam situasi seperti ini, harga minyak terlihat berada dalam jebakan penguatan palsu. Bergerak naik sesaat, namun tanpa fondasi yang solid. Arus berita menunjukkan bahwa keseimbangan pasar semakin rapuh karena produksi yang terus meningkat dan permintaan yang tumbuh lambat. 

Bahkan potensi gangguan ekspor Rusia, yang biasanya menjadi katalis bullish, kini hanya memberi pantulan ringan. Pasar minyak sedang menuju fase di mana risiko oversupply menjadi tema dominan. Pergerakan harga dalam waktu dekat kemungkinan akan lebih dipengaruhi oleh data persediaan dan revisi produksi, dibandingkan ekspektasi permintaan musiman.

Dengan tekanan dari sisi pasokan yang semakin luas, pemulihan harga minyak akan membutuhkan lebih dari sekadar gangguan geopolitik singkat atau pemulihan aktivitas pemerintah AS. 

Pasar ingin melihat bukti nyata bahwa permintaan benar-benar membaik atau bahwa produsen utama siap menahan output secara serius. Tanpa itu, setiap kenaikan harga hanya akan menjadi jeda singkat dalam tren yang masih cenderung melemah.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79