KABARBURSA.COM - Pemanfaatan sumber daya alam dalam membangun ekosistem energi baru terbarukan masih sangat minim. Pemanfaatan geothermal misalnya, masih sekitar 2.400 megawatt dari total potensi 22.000 megawatt. Dewan Pakar Prabowo-Gibran, Ali Mundakir tidak menampik hal itu.
Padahal, tutur Ali, pemanfaatan geothermal sudah digaungkan pemerintah sejak lama. Adapun hal tersebut terjadi lantaran teknologi yang digunakan pemerintah masih mengandalkan produk impor.
“Geothermal yang sudah sekian lama didengungkan, kita memiliki potensi 22.000 megawatt. Tapi kenyataannya sampai hari ini baru sekitar 2.400 megawatt. Ini juga tantangan,” kata Ali dalam acara bertajuk ‘Transisi Energi sebagai Mesin Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen’, Kamis, 10 Oktober 2024.
Ali tak menampik, Indonesia saat ini masih menjadi pengguna dari teknologi energi hijau. Karenanya, dia menyebut, langkah transisi energi mesti dimulai dari pembangunan ekosistem energi hijau dalam negeri agar dampaknya terasa terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
“Inilah yang akan menjadi prioritas bagi pemerintahan Prabowo ke depan membangun ekosistem ini,” tegasnya.
Dengan membangun ekosistem energi hijau, Ali menilai Indonesia tidak hanya sebatas menjadi negara pengguna yang didikte. Apalagi, kata dia, Indonesia memiliki resources yang besar dengan potensi energi surya sebesar 3.200 gigawatt hingga 3.300 gigawatt.
Di sisi lain, Ali menilai, transisi energi tidak bisa bersandar pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pasalnya, APBN Indonesia saat ini masih sangat terbatas.
“Sehingga government spending Indonesia itu masih di kisaran 14 persen. Dan tentunya ini jumlah yang tidak banyak,” jelasnya.
Reformasi Pendanaan Transisi Energi
Dalam memacu transisi energi bersih, Ali mengakui pemerintah tidak bisa mengandalkan APBN. Karenanya, dia mengaku pemerintahan Presiden terpilih, Prabowo Subianto, akan mengkaji besaran distribusi bahan bakar fosil.
Adapun bahan bakar fosil sendiri menjadi salah satu penyumbang emisi karbon terbesar. Dalam hal ini, Ali menyebut, kebijakan subsidi bahan bakar menjadi perhatian serius pemerintah ke depan untuk tetap hadir sekaligus mengedukasi masyarakat.
“Kita tetap memberikan subsidi, pemerintah hadir, tapi di sisi lain juga mengedukasi masyarakat, bahwa selama ini terjadi market destruction di dalam harga energi yang ada di Indonesia. Sehingga membuat energi baru terbarukan itu tidak kompetitif,” ungkapnya.
Di samping itu, Ali juga menyebut pendanaan transisi energi dapat dilakukan melalui skema public-private partnership (PPP). Menurutnya, langkah tersebut menjadi sangat penting lantaran mencakup global bond, green bond, hingga green suku.
Di sisi lain, Ali juga menyebut pemerintah ke depan akan mempertimbangkan skema kemitraan dengan investor bona fide, baik dalam negeri maupun luar negeri. Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat tumbuh seiring dengan transisi energi dijalankan.
“Jadi menumbuhkan perekonomian tidak bisa hanya bergantung dari government spend,” jelasnya.
Transisi Energi Bisa Dongkrak Ekonomi?
Berdasarkan laporan International Energy Agency (IEA), transisi energi turut menyumbang sekitar USD320 miliar terhadap Gross Domestic Product (GDP) ekonomi dunia atau setara dengan 10 persen dari pertumbuhan global. Amerika Serikat (AS) misalnya, kontribusi dari investasi energi terbarukan berhasil mendongkrak GDP sebesar 2,5 persen pada tahun 2023 lalu. Pertumbuhan itu juga didukung Inflation Reduction Act dan juga Bipartisan Infrastructure Act yang diterapkan pemerintah AS.
Hal serupa juga dirasakan oleh China, di mana investasi energi terbarukan menyumbang sekitar 1/5 dari pertumbuhan GDP sebesar 5,2 persen pada tahun 2023. Begitu juga India sebagai salah satu negara dengan potensi ekonomi terbesar yang mengalami pertumbuhan GDP sekitar 7,7 persen dengan kontribusi investasi energi terbarukan 5 persen di tahun 2023 lalu.
“Dari sini kita bisa lihat bahwa transisi energi terbarukan bisa menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan ini bisa terjadi di Indonesia,” kata Direktur Eksekutif Institute Essential for Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, dalam acara bertajuk Transisi Energi sebagai Mesin Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen, Kamis, 10 Oktober 2024.
IESR sendiri melihat ada tiga jalur yang dapat dimanfaatkan Indonesia dalam mendorong pertumbuhan ekonomi 8 persen melalui investasi energi terbarukan. Pertama, tutur Fabby, pemerintah perlu mendorong diversifikasi industri
Dia menilai, pengembangan industri dengan pemanfaatan energi terbarukan mampu merangsang sektor industri dalam menciptakan peluang bagi terbentuknya rantai pasok dan kapasitas manufaktur baru. Dalam hal ini, pemerintah dapat memacu produksi panel surya dan pembuatan silikon dari pasir silika. Adapun hal itu dapat diterapkan pada industri kaca, turbin angin, hingga komponen kendaraan listrik.
“Kalau kita kembangkan teknologi ini, maka dapat menjadikan Indonesia sebagai pusat manufaktur regional untuk teknologi hijau karena kita punya bahan baku, kita punya pasar, dan kita punya program yang konsisten,” ungkapnya.
Kedua, Fabby menilai, pemerintah perlu mendorong pengembangan infrastruktur hijau dalam upaya transisi energi. Menurutnya, infrastruktur hijau yang mumpuni dapat memacu investasi sebagaimana yang dirasakan Indonesia saat ini.
Sementara dalam mendorong transisi energi terbarukan, tutur Fabby, Indonesia membutuhkan dana investasi hingga USD40 miliar per tahun untuk membangun jaringan transmisi, smart grid, hingga energy storage. Menurutnya, investasi hijau dalam proyek tersebut tidak hanya membantu pertumbuhan infrastruktur, melainkan juga menciptakan lapangan kerja dan memacu sektor-sektor lain, seperti konstruksi, material, dan jasa.
“Proyek infrastruktur hijau seperti sistem angkutan massal misalnya dan jaringan transportasi listrik seperti kereta listrik, kereta cepat dapat mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang dengan meningkatkan produktivitas dan mengurangi biaya logistik,” ungkapnya.
Ketiga, pemerintah dapat memacu sektor pariwisata dan industri ramah lingkungan. Fabby menilai, Indonesia saat ini mengalami pergeseran menuju pembangunan berkelanjutan yang juga terjadi di sektor pariwisata, pertanian berkelanjutan, dan industri hijau.
Menurutnya, sektor-sektor tersebut dapat juga berkembang dengan memanfaatkan kekayaan, keanekaragaman hayati, dan keindahan alam Indonesia untuk menarik wisatawan. Fabby menuturkan, IESR bersama Pemprov Bali sendiri telah berinisiatif membangun Bali Net Zero 2045.
Dalam inisiatif tersebut, Fabby menyebut IESR dan Pemprov Bali hendak membangun sistem energi yang membantu tercapainya target dekarbonisasi di tahun 2045.
“Kita bisa bayangkan kalau misalnya Bali menjadi fossil fuel free island atau pulau yang menggunakan 100 persen energi terbarukan. Ini akan bisa mengangkat citra pariwisata Bali dan menarik lebih banyak turis untuk datang berkunjung ke Bali,” tegasnya. (*)