Logo
>

Jadi Presiden AS, Kamala Harris Janjikan Pemotongan Pajak

Ditulis oleh KabarBursa.com
Jadi Presiden AS, Kamala Harris Janjikan Pemotongan Pajak

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Kamala Harris mengusulkan program pemotongan pajak untuk mayoritas warga Amerika Serikat (AS) dan merencanakan pelarangan praktik eksploitasi harga di tingkat grosir serta pembangunan perumahan yang lebih terjangkau.

    Program ini merupakan bagian dari prioritasnya jika dia terpilih dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) AS mendatang, seperti yang disampaikannya dalam pidato pertamanya sebagai calon presiden dari Partai Demokrat, dengan penekanan pada aspek ekonomi.

    Pada Sabtu, 17 Agustus 2024, Harris juga mengajukan tunjangan pajak anak sebesar USD6.000 untuk keluarga dengan bayi, pemotongan pajak untuk keluarga dengan anak-anak, dan penurunan biaya obat-obatan.

    Selain itu, Kamal Harris yang saat ini menjabat sebagai Wakil Presiden AS, mengusulkan pembangunan 3 juta unit rumah baru dalam empat tahun ke depan, disertai berbagai insentif.

    Dalam pernyataannya kepada pendukungnya di North Carolina, negara bagian yang diharapkan memberikan suara pada pemilu 5 November, Harris menegaskan bahwa meskipun ekonomi AS sebenarnya kuat, harga-harga masih terlalu tinggi. Jika terpilih sebagai Presiden, Harris berencana untuk fokus pada peningkatan kelas menengah.

    “Ketika kelas menengah kuat, Amerika pun kuat,” ujarnya. “Bersama-sama kita akan membangun apa yang saya sebut ekonomi peluang,” tambah Kamala Harris.

    Namun, agenda Harris mungkin menghadapi perlawanan dari perusahaan dan Kongres, yang sebelumnya menolak proposal serupa dari Presiden Joe Biden.

    Harris berencana untuk merinci rencana programnya dalam beberapa minggu ke depan untuk membedakan kebijakannya dari pesaingnya, Donald Trump. Harris menolak usulan Trump untuk tarif impor baru dan menilai kebijakan tersebut akan merugikan Amerika Serikat.

    “Trump ingin menerapkan pajak penjualan nasional pada produk sehari-hari dan kebutuhan pokok yang kita impor dari negara lain,” kata Harris.

    “Ini berarti harga yang lebih tinggi untuk hampir semua kebutuhan sehari-hari Anda. Pajak Trump atas bahan bakar, makanan, pakaian, dan obat-obatan yang dijual bebas,” pungkasnya.

    Dampak bagi Ekonomi RI jika Trump jadi Presiden AS

    Donald Trump diprediksi akan memenangkan Pilpres AS yang akan digelar pada November 2024, setelah calon lawan Trump, Joe Biden (Presiden AS sekarang ini), mengundurkan diri dari persaingan. Lantas, bagaimana kondisi ekonomi Indonesia jika Trump benar-benar terpilih sebagai presiden AS?

    Ekonom keuangan dan praktisi pasar modal, Hans Kwee, memperkirakan ekonomi Indonesia tidak akan terpengaruh langsung jika Donald Trump kembali menjadi Presiden Amerika Serikat.

    “Tetapi kita perlu melihat apakah kebijakan Trump akan menguatkan dolar AS atau tidak,” ujarnya dalam acara Webinar ‘Menangkap Momentum di Balik Dinamika IHSG’ yang diselenggarakan Kabar Bursa, Kamis, 15 Agustus 2024.

    Hans memperkirakan bahwa Donald Trump kemungkinan akan menerapkan kebijakan yang lebih terbuka dan meningkatkan belanja. Hal ini, menurutnya, dapat menyebabkan inflasi yang relatif lebih tinggi, yang tentunya tidak terlalu menguntungkan bagi Indonesia.

    “Karena jika inflasi terlalu tinggi, suku bunga tidak akan turun banyak, dan ini dapat menyebabkan pelemahan nilai tukar rupiah,” ucap Hans.

    Di sisi lain, Hans berpendapat bahwa jika Donald Trump menang dalam pemilihan umum nanti, keuntungan tersebut akan lebih dirasakan oleh pasar Amerika Serikat. Menurutnya, hal ini sudah terlihat ketika Trump menjabat presiden pada periode pertama.

    “Jika kita melihat konsep ‘America First’ dari Trump, pada periode pertama pemerintahannya, kita melihat pemotongan pajak untuk korporasi yang dilakukan di sana. Ini memang baik untuk pasar Amerika, tapi tidak untuk pasar lainnya,” jelasnya.

    Hans juga menyebut beberapa kebijakan Donald Trump yang cenderung pro ekonomi Amerika Serikat, seperti pengenaan tarif untuk melindungi ekonomi negara Paman Sam tersebut.

    “Namun kebijakan ini belum tentu menguntungkan bagi negara lain. Misalnya, Tiongkok yang sangat bergantung pada ekspor mungkin akan terganggu oleh tarif yang dikenakan,” ujar Hans Kwee.

    Sementara itu, Chief Economist Citibank Indonesia, Helmi Arman, memprediksi bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga acuannya menjelang akhir tahun 2024, berdasarkan tren ekonomi Amerika Serikat (AS).

    “Dalam pandangan kami, siklus penurunan suku bunga AS sudah semakin dekat,” kata Helmi di Jakarta, Jumat, 16 Agustus 2024.

    Helmi menjelaskan bahwa berdasarkan tren data AS dalam beberapa minggu terakhir, sektor manufaktur di negara tersebut menunjukkan pelemahan kinerja. Tekanan inflasi AS saat ini menurun, meski masih di atas level 2 persen.

    Meskipun belum mencapai 2 persen, akselerasi tingkat pengangguran dianggap sebagai indikator awal untuk tekanan inflasi ke depan. Dengan demikian, Citi Indonesia melihat peluang soft landing di AS semakin menurun.

    “Pandangan kami adalah bahwa perekonomian Amerika Serikat semakin mengarah ke resesi,” jelasnya.

    Karena itu, Helmi memperkirakan bahwa suku bunga The Fed akan turun dengan cepat pada awal siklus penurunan. Ia memprediksi penurunan suku bunga The Fed akan mencapai 3,25 persen di akhir tahun 2024.

    “Kami perkirakan penurunan suku bunga The Fed sebesar 50 basis poin pada bulan September, diikuti dengan 50 basis poin lagi pada bulan Oktober. Setelah itu, penurunan sebesar 25 basis poin pada setiap pertemuan berikutnya,” ujarnya.

    Hal ini diperkuat oleh kondisi pasar keuangan global yang telah terefleksikan, terlihat dari penurunan kurva imbal hasil AS dalam beberapa minggu terakhir dan penurunan indeks dolar dari level 105 pada awal Juli menjadi 102.

    Selain itu, Helmi mencatat adanya peningkatan arus modal yang masuk ke pasar keuangan Indonesia.

    Dalam beberapa pekan terakhir, peningkatan arus modal terlihat cukup signifikan, terutama ke pasar surat berharga negara (SBN) dan pasar saham, yang menunjukkan net inflow. Dengan meningkatnya arus modal, Helmi menilai keseimbangan antara permintaan dan penawaran valuta asing di pasar domestik semakin membaik.

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tekanan inflasi juga terjaga, Meskipun inflasi terkendali, dinamika pasokan bahan pangan tetap perlu diperhatikan.

    Saat ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada pada kisaran yang mengesankan, yaitu di atas 5 persen, pada kuartal kedua tahun 2024. Pencapaian ini menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia tetap menunjukkan momentum positif dan resilien meskipun tantangan yang ada. Namun, di tengah pencapaian tersebut, terdapat indikasi bahwa sektor manufaktur mengalami pelemahan.

    “Jadi, dalam pandangan kami, peluang penurunan suku bunga di Indonesia semakin terbuka, mengingat kondisi global dan domestik,” ungkapnya. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi