Logo
>

Kemasan Polos Produk Tembakau Berpotensi Picu Dua Masalah Baru

Ditulis oleh Dian Finka
Kemasan Polos Produk Tembakau Berpotensi Picu Dua Masalah Baru

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho mengungkap, penerapan kebijakan kemasan polos untuk produk tembakau diprediksi akan berdampak negatif bagi industri dan perekonomian, 

    Ia menyebutkan bahwa kebijakan ini dapat menyebabkan dua masalah utama yaitu penurunan konsumen produk legal (downtrading) dan peralihan ke produk ilegal.

    "Dengan kemasan polos, maka tidak ada perbedaan mencolok antara produk legal dan ilegal," ungkapnya dalam diskusi publik Indef dengan topik, "Industri Tembakau Suram, Penerimaan Negara Muram," di Jakarta, Senin, 23 September 2024.

    "Hal ini mendorong konsumen untuk memilih produk ilegal yang lebih murah, yang berujung pada hilangnya penerimaan pajak dan cukai dari negara." ujarnya.

    Ia juga menambahkan, jika tren ini terus berlanjut, pemerintah berpotensi kehilangan pemasukan yang signifikan dari industri hasil tembakau (IHT).

    Di beberapa negara, penerapan kemasan polos ternyata tidak mengurangi konsumsi, melainkan justru meningkatkan produksi produk ilegal.

    "Kami khawatir jika kebijakan ini dilanjutkan, dampaknya akan semakin merugikan industri legal," katanya.

    Selain itu, dampak perlambatan ekonomi juga menjadi perhatian. Daya beli masyarakat, terutama kelas menengah, sedang menurun. Penurunan ini, jika ditambah dengan kebijakan yang tidak mendukung industri, dapat memperburuk kondisi perekonomian.

    "Kita harus berhati-hati agar tidak membuat situasi ini semakin sulit," tambahnya.

    Industri lain, seperti tekstil, juga dihadapkan pada tantangan serupa. Kebijakan yang tidak terintegrasi antar kementerian dapat menambah beban bagi sektor-sektor ini.

    "Koordinasi yang baik antara kementerian sangat penting untuk menciptakan regulasi yang mendukung pertumbuhan industri," tegasnya.

    Dengan meningkatnya potensi PHK dan hilangnya kontribusi pajak dari sektor industri, pengamat meminta pemerintah untuk fokus pada penguatan industri, bukan justru memberatkan. Mereka berharap bahwa kolaborasi lintas sektor dapat tercipta untuk mendukung keberlanjutan dan pertumbuhan industri di masa depan.

    Potensi PHK Jutaan Orang

    Selain potensi hilangnya penerimaan pajak, Indef memperkirakan bahwa pembatasan pada bisnis rokok dan industri hasil tembakau dalam PP Kesehatan serta regulasi terkait akan menyebabkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

    Karena industri tembakau merupakan sektor yang padat karya, Tauhid mengungkapkan bahwa sekitar 2,29 juta pekerja akan terdampak jika pemerintah menerapkan ketiga skenario tersebut. Angka ini setara dengan 1,6 persen dari total angkatan kerja.

    “Kalau kita lihat kembali, angka (PHK) 2,29 juta (orang) itu lebih tinggi dibandingkan angka penyerapan tenaga kerja dan prestasi yang kita tanam dalam setahun kemarin,” tutur Ekonom Senior Indef Tauhid Ahmad.

    Untuk itu, Indef memberikan tiga rekomendasi kepada pemerintah. Pertama, merevisi PP Kesehatan dan membatalkan Rancangan Permenkes, terutama pada pasal-pasal yang dianggap berpengaruh terhadap penerimaan dan perekonomian Indonesia.

    Kedua, mendorong dialog antara kementerian/lembaga yang memiliki kepentingan dalam industri, seperti Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Perindustrian, Perdagangan, Keuangan, Ketenagakerjaan, Kesehatan, dan Pertanian.

    Ketiga, jika kebijakan tersebut diterapkan, pemerintah harus mencari sumber alternatif untuk menggantikan penerimaan negara yang hilang. Selain itu, perlu juga mempersiapkan peluang kerja baru bagi pekerja yang terdampak PHK.

    “Saya kira yang berat dari penerimaan sehingga perlu ada alternatif. Kalaupun aturan ini (PP Kesehatan dan turunannya) diberlakukan, namun yang paling berat masa depan masyarakat, terutama yang terdampak karena ada lebih dari 2,29 juta yang akan terdampak,” tutup Tauhid.

    Berpotensi bikin Ketidakstabilan Sektor Lain

    Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyoroti tidak transparannya penyusunan dan pelaksanaan PP Kesehatan dan RPMK tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik.

    Franky Sibarani, Wakil Ketua Umum Apindo, mengatakan bahwa pasal-pasal bermasalah dalam PP dan RPMK tersebut berpotensi menciptakan ketidakstabilan di berbagai sektor, antara lain ritel, pertanian, dan industri kreatif yang bergantung pada ekosistem industri hasil tembakau (IHT).

    “Industri saat ini sedang sangat prihatin. Regulasi yang dibuat jangan sampai mematikan industri tembakau dan sektor-sektor terkait,” kata Franky.

    Franky juga menggaris bawahi, pentingnya pemerintah melakukan pendalaman bahwa kondisi sosio-ekonomi Indonesia sangat berbeda dengan industri tembakau yang menyerap banyak tenaga kerja. Artinya, pada gilirannya pemerintah tidak bisa hanya berkaca ke negara-negara tertentu untuk begitu saja mencontoh kebijakannya tanpa pendalaman.

    Dalam kesempatan yang sama, sejumlah asosiasi lintas sektor turut menyampaikan pendapatnya. Hal ini terkait keseimbangan antara perlindungan kesehatan dan dampak ekonomi dapat mengganggu kestabilan perekonomian nasional. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.