KABARBURSA.COM - Pendeta Homero Sanchez dari St. Rita of Cascia Parish, Chicago, baru menyadari betapa dalamnya ketakutan di komunitas imigran yang ia layani ketika seseorang memintanya untuk mengurus penjualan rumah keluarga mereka dan aset lainnya. Permintaan ini datang dengan satu alasan: jika mereka ditangkap minggu ini, setelah Donald Trump resmi menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat.
Kekhawatiran ini meluas di kalangan imigran keturunan Meksiko yang tinggal di kota-kota besar sejak Trump memenangkan pemilu pada November 2024 lalu. Namun, laporan tindakan awal Trump akan difokuskan di wilayah Chicago membuat ketakutan itu semakin nyata.
“Mereka merasa diserang hanya karena siapa mereka. Ketakutan lama yang sudah mereka pendam delapan tahun lalu kembali bangkit. Mereka merasa seperti ada sesuatu yang akan terjadi, seperti ini bukan lagi kota mereka karena ancaman itu,” kata Sanchez dikutip dari AP di Jakarta, Senin, 20 Januari 2025.
Pada misa hari Minggu, Sanchez mendedikasikan kebaktian untuk menunjukkan solidaritas kepada para imigran. Beberapa imigran tanpa status hukum mulai mengambil langkah-langkah darurat. Ada yang memberi kuasa kepada teman terpercaya untuk mengurus anak mereka jika terjadi pemisahan keluarga, memasang kamera keamanan di pintu rumah mereka, atau bahkan meninggalkan negara itu secara sukarela, seperti yang didorong oleh para penasihat Trump.
Deportasi Massal Mengintai
[caption id="attachment_114169" align="alignnone" width="1200"] Para migran asal Meksiko berjalan menuju jembatan perbatasan internasional Paso del Norte untuk mengajukan suaka di Amerika Serikat, di Ciudad Juarez, Meksiko, 21 Januari 2021. Foto: REUTERS/Jose Luis Gonzalez[/caption]
Rencana deportasi besar-besaran masih dalam tahap perencanaan, tetapi seorang pejabat federal anonim mengatakan petugas imigrasi akan memprioritaskan lebih dari 300 individu dengan catatan kriminal berat setelah Trump resmi menjabat pada hari Senin. Operasi ini akan difokuskan di wilayah Chicago dan berlangsung sepanjang minggu ini, tergantung pada kondisi cuaca. Suhu di Chicago turun hingga -14,4 derajat Celsius dengan prakiraan cuaca dingin sepanjang minggu.
Meskipun operasi semacam ini biasanya hanya menangkap sebagian kecil targetnya, Trump diperkirakan akan memperluas jaringannya jauh lebih luas dibandingkan Presiden Joe Biden. Di bawah Biden, penangkapan umumnya terbatas pada individu dengan catatan kriminal berat atau yang dianggap membahayakan keamanan nasional. Biden juga mengakhiri praktik penggerebekan massal di tempat kerja yang menjadi ciri khas kebijakan imigrasi Trump, seperti penggerebekan pabrik ayam di Mississippi pada 2019.
Akan tetapi, tim Trump menyatakan mereka juga akan menangkap individu lain, seperti pasangan atau teman serumah, yang kebetulan tinggal di negara itu secara ilegal meski bukan target utama.
Dalam wawancara dengan NBC News, Trump menegaskan bahwa deportasi massal adalah prioritas utama. “Itu akan dimulai sangat awal, sangat cepat,” katanya. Meskipun ia tidak menyebutkan tanggal atau kota spesifik, Trump mengatakan, “Anda akan melihatnya langsung.”
Chicago, Target Utama Trump
[caption id="attachment_114167" align="alignnone" width="1200"] Pemandangan umum kota Chicago, 23 Maret 2014. Foto: REUTERS/Jim Young .[/caption]
Kota-kota suaka, seperti Chicago, yang membatasi kerja sama polisi lokal dengan petugas imigrasi federal, kembali menjadi sasaran favorit Trump. Sebagai salah satu kota terbesar di Amerika Serikat, Chicago menghadapi tekanan besar dari kebijakan keras imigrasi Trump. Hal ini memicu ketakutan di komunitas imigran yang sudah lama merasa tidak aman.
Chicago merupakankota terbesar ketiga di Amerika Serikat yang telah menjadi kota suaka sejak 1980-an. Status ini memperkuat kebijakan perlindungan bagi imigran berkali-kali, termasuk setelah Donald Trump pertama kali menjabat pada 2017. Pekan lalu, Dewan Kota Chicago dengan tegas menolak rencana pengecualian yang memungkinkan polisi lokal bekerja sama dengan agen ICE (Imigrasi dan Bea Cukai) dalam kasus deportasi yang melibatkan pelaku kejahatan.
Namun, ancaman deportasi massal tetap menghantui. Tom Homan, yang disebut sebagai border czar pemerintahan Trump, mengkritik keras para pemimpin Demokrat di Illinois dalam kunjungannya ke Chicago bulan lalu karena ada isyarat operasi akan dimulai dari sana. Meski demikian, Homan mengatakan baru-baru ini rencana tersebut masih dalam pertimbangan.
“Kami sedang mempertimbangkan ulang kapan dan bagaimana kami akan melakukannya,” kata Homan dalam acara America’s Newsroom di Fox News, kemarin.
Seorang juru bicara ICE mengarahkan semua pertanyaan kepada tim transisi Trump yang tidak segera memberikan tanggapan. Menurut laporan The Wall Street Journal, operasi ini kemungkinan akan dimulai pada Selasa, 21 Januari 2025.
Reaksi Pemimpin dan Komunitas di Chicago
Pemimpin komunitas dan tokoh agama di Chicago menyatakan kekecewaan mereka terhadap potensi operasi ini. Meski begitu, mereka menegaskan sudah siap akan konsekuensinya. Wali Kota Chicago Brandon Johnson menulis di media sosial X pada Minggu, “Komitmen saya untuk melindungi dan mendukung kota ini tetap tak tergoyahkan.”
Sementara itu, Kardinal Blase Cupich, yang memimpin Keuskupan Agung Chicago, juga menyuarakan keprihatinannya. “Laporan yang beredar tentang rencana deportasi massal di Chicago bukan hanya sangat mengganggu tetapi juga melukai kami secara mendalam,” kata Cupich dalam kunjungannya ke Mexico City, Minggu, sesuai salinan pidato yang disiapkannya. “Kami bangga dengan warisan imigrasi kami yang terus memperbarui kota yang kami cintai.”
Sabtu lalu, para aktivis hak imigran di Chicago menggelar aksi, termasuk dihadiri oleh anggota DPR dari Partai Demokrat, Jesus “Chuy” Garcia dan Delia Ramirez. Mereka mendesak imigran di Chicago untuk tetap tenang dan menggunakan hak mereka, terutama untuk tetap diam dan menolak mengizinkan petugas masuk ke rumah tanpa surat perintah. Beberapa kelompok advokasi bahkan telah merencanakan lokakarya hukum untuk mengantisipasi penangkapan massal minggu depan.
Ramirez sendiri memilih untuk tidak menghadiri pelantikan presiden pada Senin. Sebagai gantinya, ia menyebarkan selebaran di lingkungan dengan populasi imigran tinggi di Chicago yang berisi panduan menghadapi petugas imigrasi. “Kami tidak akan lengah di Chicago,” tulis Garcia di X.
Ketakutan dan Kesiapan Keluarga Imigran
Carlos, seorang imigran asal Meksiko yang telah tinggal di wilayah Chicago selama beberapa dekade, menggambarkan bagaimana ketakutan dan persiapan yang dirasakan banyak keluarga di sana. Pria berusia 56 tahun ini tidak memiliki status hukum untuk tinggal di negara tersebut, tetapi ia memiliki izin kerja di sektor konstruksi dan pengelasan. Carlos menolak memberikan nama belakangnya atau membahas detail status imigrasinya karena takut menjadi target deportasi.
Ia memiliki tiga anak yang memiliki status hukum melalui program Deferred Action for Childhood Arrivals (DACA) era Obama yang hingga kini masih berada dalam ketidakpastian hukum.
Carlos mengatakan keluarganya telah menyusun rencana darurat jika terjadi deportasi, termasuk mencari seseorang untuk mengelola rekening bank, rumah, dan mobil mereka. Mereka juga memasang kamera di rumah mereka di pinggiran Chicago dan berencana menyaring semua pengunjung. “Kalau ada orang datang ke rumah, jangan buka pintu,” ujarnya. “Tanya siapa mereka. Jangan buka pintu kecuali mereka punya surat perintah.”
Sementara itu, ancaman deportasi massal ini tidak hanya menimbulkan ketakutan tetapi juga memicu ketegangan baru di Chicago, sebuah kota yang selama puluhan tahun telah menjadi tempat perlindungan bagi para imigran.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.