KABARBURSA.COM - Pemimpin Korea Utara atau Korut, Kim Jong-un, mengeluarkan ancaman keras akan menggunakan senjata nuklir jika negaranya diserang dengan kekuatan militer. Melalui media pemerintah, Korean Central News Agency (KCNA), Kim menegaskan seluruh kekuatan militer Korut siap digunakan tanpa ragu untuk menghadapi musuh.
Ancaman ini muncul seiring dimulainya pertemuan parlemen Korut yang dinilai penting pada Senin, 7 Oktober 2024, di mana revisi konstitusi sedang dibahas. Langkah tersebut dipandang akan semakin menguatkan sikap permusuhan Korut terhadap Korea Selatan sebagai musuh utama.
“Semua kekuatan militer akan digunakan tanpa ragu-ragu jika musuh mencoba menggunakan kekuatan terhadap negara kita, dan penggunaan senjata nuklir tidak akan dikesampingkan,” ujar Kim dalam pidatonya saat mengunjungi Universitas Pertahanan Nasional Kim Jong Un pada Senin, yang dirilis KCNA, Selasa, 8 Oktober 2024.
Kim menyebut konstitusi baru Korut akan mengamanatkan militer untuk bertindak tegas jika terjadi provokasi, meski tidak ada penjelasan rinci lebih lanjut mengenai tindakan tersebut.
Pernyataan ini disampaikan hanya enam hari setelah Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, memperingatkan Korut akan menghadapi kehancuran rezimnya jika berani menggunakan senjata nuklir. Yoon juga menegaskan, aliansi Korea Selatan dengan Amerika Serikat akan memberikan tanggapan yang tegas dan luar biasa.
Kim menanggapi pernyataan Yoon dengan menyebutnya sebagai “orang yang tidak normal” karena berbicara mengenai tindakan militer terhadap Korut, yang telah memiliki senjata nuklir.
Lebih lanjut, Kim menyatakan Korut akan mempercepat upaya untuk menjadi kekuatan militer dan nuklir adidaya sebagai bagian dari strategi pencegahan nuklir yang lebih kuat.
“Pada saat aliansi Korea Selatan-AS telah sepenuhnya berubah menjadi aliansi nuklir, seperti yang mereka iklankan, sikap tanggapan nuklir negara kita harus diselesaikan hingga tingkat yang tidak memiliki batas,” katanya.
Kolaborasi Kim-Putin
Ancaman penggunaan senjata nuklir yang dilontarkan Kim Jong-un tidak hanya mempertegas posisi Korea Utara sebagai negara yang semakin agresif di kancah internasional, tetapi juga menunjukkan perubahan aliansi global. Di tengah ketegangan dengan Korea Selatan dan Amerika Serikat, kedekatan Kim dengan Presiden Rusia Vladimir Putin semakin menjadi sorotan dunia. Hubungan erat kedua pemimpin ini menciptakan dampak signifikan, tidak hanya bagi kawasan Indo-Pasifik, tetapi juga dalam konflik yang sedang berlangsung di Ukraina.
Kedekatan yang semakin erat antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un menimbulkan dampak besar di seluruh dunia mulai dari kawasan Indo-Pasifik hingga Ukraina.
Mengutip Business Insider, seorang pengamat Korea terkemuka mengatakan, meskipun meningkatnya kemitraan dapat meningkatkan ketegangan dan menciptakan masalah bagi AS dan sekutunya, hal ini juga tidak terlalu baik bagi China.
Pekan lalu, Putin mengunjungi Korea Utara untuk pertama kalinya dalam 24 tahun. Selama perjalanan mewah dan penting ke Pyongyang, keduanya menandatangani perjanjian yang menyatakan bahwa mereka akan saling membantu jika satu sama lain diserang.
Perjanjian pertahanan bersama ini menyusul kesepakatan senjata sebelumnya antara keduanya. Yang mana Rusia menerima senjata Korea Utara untuk mengatasi kekurangan amunisi di Ukraina.
Imbalannya, Pyongyang kemungkinan akan menerima makanan, produk minyak bumi, dan kemampuan serta teknologi nuklir yang lebih berbahaya dan canggih, kapal selam bertenaga, rudal balistik antarbenua, atau program prioritas lainnya.
Pakta tersebut merupakan titik balik penting, menandai hubungan terdekat Rusia dan Korea Utara sejak Perang Dingin dan membuka pintu bagi kerja sama di masa depan.
Semua hal ini tidak ada yang berdapak baik bagi AS. Pasalnya, kemitraan ini memicu perang terhadap Putin, memberikan peluang bagi Korea Utara untuk menghindari sanksi global, dan meningkatkan ketegangan di semenanjung Korea, serta tantangan-tantangan lainnya.
Hal ini juga mendekatkan musuh-musuh AS ke dalam apa yang oleh para ahli disebut sebagai “poros pergolakan,” yang memicu tantangan langsung terhadap tatanan dunia yang dipimpin AS.
Gejolak Global
Kedekatan yang semakin intim antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un tengah mengundang perhatian dunia. Dampaknya terasa dari Indo-Pasifik hingga Ukraina.
Dikutip dari Business Insider, seorang pengamat Korea terkemuka menyebutkan, peningkatan kemitraan ini tidak hanya memperburuk ketegangan dan menciptakan masalah bagi AS dan sekutunya, tetapi juga tidak menguntungkan bagi China.
Pekan lalu, Putin melakukan kunjungan pertama ke Korea Utara dalam 24 tahun. Dalam perjalanan bersejarah ini, mereka menandatangani perjanjian pertahanan yang menyatakan akan saling membantu jika diserang.
Perjanjian ini melanjutkan kesepakatan senjata sebelumnya di mana Rusia menerima senjata dari Korea Utara untuk mengatasi kekurangan amunisi di Ukraina. Sebagai imbalannya, Pyongyang mungkin akan menerima pasokan pangan, produk minyak bumi, serta teknologi nuklir yang lebih canggih, kapal selam bertenaga, rudal balistik antarbenua, atau program prioritas lainnya.
Pakta ini menjadi titik balik penting, menandai hubungan terdekat Rusia dan Korea Utara sejak Perang Dingin dan membuka pintu kerja sama masa depan.
Namun, semua ini tidak baik bagi AS. Kemitraan ini memicu perang melawan Putin, memberi peluang bagi Korea Utara menghindari sanksi global, serta meningkatkan ketegangan di Semenanjung Korea dan tantangan lainnya.
Kemitraan ini juga mendekatkan musuh-musuh AS dalam apa yang disebut para ahli sebagai “poros pergolakan,” memicu tantangan langsung terhadap tatanan dunia yang dipimpin AS.(*)