KABARBURSA.COM - Harga emas memasuki akhir pekan dengan tekanan berat. Komentar hawkish pejabat Federal Reserve memudarkan harapan pemangkasan suku bunga pada Desember, menjadi katalis negative bagi pergerakan emas.
Penurunan ini bukan sekadar koreksi teknikal, tetapi reaksi spontan terhadap perubahan sentimen makro yang semakin keras dalam beberapa hari terakhir. Pasar yang sebelumnya bertumpu pada narasi perlambatan ekonomi mendadak kehilangan pijakan ketika sinyal dari The Fed bergerak ke arah yang berlawanan.
Pada perdagangan Jumat waktu New York, 14 November 2025, emas spot sempat ambles lebih dari 3 persen sebelum memangkas sebagian kerugian dan ditutup melemah 1,9 persen di level USD4.092,72 per ounce.
Kontrak berjangka emas AS untuk pengiriman Desember ikut tertekan, ditutup turun 2,4 persen ke USD4.094,20. Meski begitu, emas masih membukukan kenaikan mingguan 2,3 persen. Ini adalah sebuah indikasi bahwa reli sebelumnya cukup kuat, tetapi belum mampu menahan tekanan sentimen jangka pendek.
Akar dari pelemahan emas ini cukup jelas, yaitu The Fed kembali memperkeras nada. Pernyataan pejabat seperti Jeffrey Schmid, yang menilai inflasi masih “terlalu panas”, membuat pasar semakin yakin bahwa ruang pemangkasan suku bunga semakin sempit.
Ekspektasi pasar untuk rate cut 25 basis poin pada Desember turun menjadi sekitar 46 persen dari 50 persen pada awal minggu. Ketika peluang pelonggaran semakin mengecil, emas otomatis kehilangan daya tariknya. Sebabnya, logam mulia tidak menawarkan imbal hasil dan sensitif terhadap biaya peluang di tengah suku bunga yang tinggi.
Tekanan tambahan datang dari situasi pasar yang lebih luas. Aksi jual di pasar saham global, dipicu nada hawkish The Fed, menimbulkan efek domino ke komoditas. Emas yang biasanya menjadi tempat berlindung, justru ikut tertekan.
Kondisi ini kerap terjadi ketika muncul margin call besar di tengah kondisi risk-off. Dalam skenario ini, pelaku pasar menutup berbagai posisi, termasuk emas, untuk kemudian memenuhi persyaratan modal.
Pernyataan Fawad Razaqzada dari City Index menyoroti fenomena klasik ini. Logam mulia pun bisa terseret arus likuidasi meski fundamental jangka panjangnya tetap mendukung.
Ketidakpastian Data Ekonomi AS Bikin Pasar Bingung
Di sisi lain, ketidakpastian data ekonomi AS akibat penutupan pemerintahan yang panjang menambah lapisan kebingungan. Tanpa data terbaru, The Fed dan investor sama-sama bergerak dalam ruang gelap dan membuat ekspektasi berubah-ubah serta memperbesar volatilitas pasar.
Sebelumnya, investor berharap data ekonomi menunjukkan perlambatan sehingga membuka jalan bagi rate cut. Namun harapan itu runtuh karena The Fed memilih sikap lebih hati-hati daripada yang diantisipasi pasar.
Di pasar fisik, permintaan emas Asia justru tampak lesu. Kondisi ini memperkuat gambaran bahwa pelemahan harga Jumat bukan sekadar faktor teknikal atau aksi jual sesaat, tetapi cerminan pasar yang sedang menyesuaikan kembali narasi makro setelah terlalu optimistis terhadap pemangkasan suku bunga.
Logam mulia lainnya ikut terseret arus negatif. Perak spot turun 2,8 persen ke USD50,84, meski tetap mencatat kenaikan mingguan 5,2 persen. Platinum dan paladium juga terkoreksi masing-masing 2,1 persen dan 2,8 persen.
Namun, baik platinum maupun paladium masih mampu membukukan penguatan mingguan, dan menunjukkan bahwa tekanan lebih sebagai respons pasar terhadap guncangan sentimen, bukan perubahan tren jangka panjang.
Secara keseluruhan, reli emas masih bertahan secara struktural, tetapi rapuh. Gejolak akhir pekan menunjukkan bagaimana harga logam mulia tetap sangat sensitif terhadap perubahan kecil dalam proyeksi kebijakan moneter.
Selama The Fed belum memberi sinyal yang lebih jelas mengenai arah suku bunga, volatilitas di pasar emas kemungkinan akan tetap tinggi.(*)