KABARBURSA.COM -Pasar saham Asia ditutup bervariasi pada Rabu, 19 Juni 2025, dengan mayoritas investor memilih bersikap hati-hati. Sentimen global belum membaik, utamanya karena kekhawatiran terus meningkat terhadap konflik bersenjata antara Israel dan Iran yang memasuki hari keenam, serta kemungkinan keterlibatan militer langsung dari Amerika Serikat.
Ketidakpastian ini datang bersamaan dengan penantian pasar terhadap arah kebijakan moneter Federal Reserve.
Presiden AS Donald Trump kembali melontarkan pernyataan keras, mendesak Iran untuk menyerah tanpa syarat. Ia juga memperingatkan bahwa kesabaran AS semakin menipis.
Pernyataan ini memicu kekhawatiran baru di pasar, mengingat keterlibatan AS secara militer dalam konflik di Timur Tengah bisa membawa konsekuensi luas terhadap pasar energi dan keuangan global.
"Situasi di Timur Tengah masih jauh dari selesai, dan pernyataan Presiden Trump mengindikasikan bahwa keadaan bisa menjadi jauh lebih serius," kata Joseph Capurso, Kepala Ekonom Internasional di Commonwealth Bank of Australia.
"Pasar mencoba menakar risiko intervensi militer besar-besaran oleh AS. Mungkin sulit untuk membaca sepenuhnya reaksi pasar, tapi dari pergerakan harga minyak dan mata uang, terlihat jelas mereka sedang bersiap menghadapi potensi skenario buruk,” lanjut dia.
Meski tekanan jual yang intens di awal pekan mulai mereda, suasana keseluruhan masih cenderung suram. Indeks MSCI untuk kawasan Asia-Pasifik di luar Jepang turun 0,3 persen, sejalan dengan sikap wait and see pelaku pasar menjelang keputusan suku bunga The Fed yang akan diumumkan malam nanti.
Sejauh ini, konsensus pasar masih memperkirakan bahwa bank sentral AS akan mempertahankan suku bunga. Namun, fokus utama tertuju pada nada pernyataan dan proyeksi ekonomi terbaru dari The Fed.
Dengan latar belakang kebijakan tarif yang belum jelas dan tanda-tanda pelemahan ekonomi AS, setiap kata dari Jerome Powell akan dibedah pasar secara hati-hati.
Indeks Nikkei Juara di Pasar Asia
Di antara bursa utama Asia, Jepang tampil cukup solid. Indeks Nikkei 225 menguat 0,90 persen ke 38.885 dan Topix naik 0,77 persen ke 2.808, ditopang pelemahan yen dan optimisme sektor manufaktur.
Bursa China bergerak relatif datar. Shanghai Composite naik tipis 0,04 persen, Shenzhen Component bertambah 0,24 persen, dan CSI300 hanya menguat 0,12 persen. Investor di sana masih mencermati dampak perlambatan ekonomi domestik di tengah tantangan eksternal.
Kinerja berbeda justru terlihat di Hong Kong, di mana indeks Hang Seng melemah 1,12 persen ke 23.710. Tekanan datang dari saham teknologi dan sektor properti yang kembali terkoreksi.
Di Korea Selatan, Kospi berhasil naik 0,74 persen ke 2.972, mengikuti optimisme investor terhadap sektor chip. Taiex Taiwan pun naik 0,65 persen ke 22.356, sementara ASX200 di Australia turun 0,12 persen ke 8.531.
Mata Uang Asia Menguat, Rupiah Justru Melemah
Di pasar mata uang, investor juga memperlihatkan pola penghindaran risiko. Yen Jepang menguat 0,14 persen ke 145,09 per dolar AS, mencerminkan permintaan terhadap aset safe haven.
Dolar Singapura dan dolar Australia masing-masing menguat 0,11persen dan 0,32 persen, sementara yuan China relatif stabil di 7,1860 per dolar AS.
Di sisi lain, rupiah Indonesia melemah 0,14 persen ke 16.312, mengikuti tren pelemahan di sejumlah mata uang Asia lainnya. Rupee India turun 0,25 persen, ringgit Malaysia melemah 0,17 persen, dan baht Thailand terkoreksi 0,10 persen.
Secara umum, pasar Asia saat ini bergerak dalam pola defensif, menunggu kejelasan arah dari Washington dan perkembangan situasi geopolitik. Selama belum ada kepastian dari The Fed maupun perkembangan terbaru di Timur Tengah, pelaku pasar diperkirakan akan tetap berhati-hati. Risiko tetap tinggi, dan sentimen global masih rapuh.(*)