KABARBURSA.COM - Bursa saham Asia ditutup bervariasi pada perdagangan Rabu, 21 Mei 2025, mengikuti jejak pasar global yang diliputi sentimen negatif.
Pelaku pasar masih diselimuti kekhawatiran terkait prospek fiskal negara-negara maju, serta mandeknya kemajuan dalam pembicaraan tarif perdagangan internasional.
Kecemasan memuncak sejak lembaga pemeringkat Moody’s menurunkan peringkat utang Amerika Serikat pekan lalu. Keputusan tersebut kembali menyoroti beban utang Negeri Paman Sam yang kini telah membengkak hingga USD36 triliun.
Rencana Presiden AS Donald Trump untuk mendorong pemangkasan pajak pun menuai sorotan, karena berpotensi menambah beban fiskal sebesar USD3 hingga USD5 triliun.
Selain itu, perundingan perdagangan antara AS dan mitra dagangnya juga belum menunjukkan hasil berarti. Ketidakpastian ini menjadi faktor tambahan yang membuat investor memilih bersikap hati-hati.
Beberapa pengamat menyebut bahwa pelaku pasar mulai mempertimbangkan untuk mengalihkan sebagian aliran modal dari AS ke wilayah-wilayah lain yang dinilai lebih prospektif.
Di tengah kondisi ini, perhatian investor turut mengarah ke pertemuan menteri keuangan G7 yang sedang berlangsung di Kanada. Ada harapan bahwa pelemahan dolar AS dapat membuka jalan bagi kemajuan dalam pembicaraan tarif, meskipun sejauh ini belum ada sinyal yang cukup jelas.
Dari Jepang, data ekonomi terbaru menunjukkan perlambatan ekspor untuk bulan kedua berturut-turut. Ekspor pada April hanya tumbuh dua persen secara tahunan. Angka ini sesuai dengan perkiraan analis, namun tetap menjadi pertumbuhan paling lambat sejak Oktober tahun lalu.
Impor Jepang juga turun 2,2 persen, sedikit lebih baik dari ekspektasi penurunan 4,5 persen. Tekanan ini turut menyeret laju ekonomi secara keseluruhan, dengan PDB riil Jepang tercatat menyusut 0,7 persen pada kuartal pertama akibat lemahnya konsumsi dan lesunya ekspor.
Saham Jepang Terpuruk, China Bergerak Positif
Di lantai bursa, pergerakan saham di kawasan Asia berlangsung bervariasi. Indeks Nikkei 225 Jepang terkoreksi 0,61 persen ke 37.298, sementara Topix melemah 0,22 persen ke 2.732.
Di China, pasar bergerak positif. Shanghai Composite naik 0,21 persen, Shenzhen Component menguat 0,44 persen, dan indeks CSI300 bertambah 0,47 persen. Bursa Hong Kong melalui indeks Hang Seng juga menanjak 0,51 persen ke 23.803.
Di Asia Timur lainnya, indeks Kospi Korea Selatan naik 0,91 persen ke 2.625. Taiwan mencatatkan penguatan paling signifikan di kawasan dengan indeks Taiex yang melonjak 1,29 persen ke 21.803.
Sementara itu, indeks ASX200 Australia juga mencatat kenaikan sebesar 0,52 persen ke level 8.386.
Pergerakan pasar mata uang regional juga menunjukkan tren positif terhadap dolar AS. Yen Jepang menguat 0,39 persen ke 143,94 per dolar AS, sementara dolar Singapura dan dolar Australia masing-masing naik 0,34 persen dan 0,36 persen.
Yuan China turut menguat 0,16 persen ke level 7,2054 per dolar.
Dari kawasan Asia Tenggara, rupiah Indonesia menguat tipis 0,10 persen ke 16.397 per dolar AS. Ringgit Malaysia dan baht Thailand mencatatkan penguatan masing-masing sebesar 0,70 persen dan 0,54 persen. Sebaliknya, rupee India melemah tipis 0,01 persen ke 85,6413 per dolar AS.
Secara keseluruhan, pergerakan bursa Asia hari itu mencerminkan kewaspadaan tinggi dari para pelaku pasar. Ketidakpastian arah kebijakan fiskal Amerika Serikat dan belum jelasnya hasil perundingan tarif global menjadi dua faktor utama yang masih membayangi sentimen.
Untuk saat ini, pasar tampaknya memilih menunggu sinyal yang lebih kuat sebelum mengambil posisi lebih agresif.(*)