Logo
>

Pemerintah Pertimbangkan Beri Insentif PPh 21 Terhadap Industri Padat Karya

Ditulis oleh KabarBursa.com
Pemerintah Pertimbangkan Beri Insentif PPh 21 Terhadap Industri Padat Karya

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pemerintah sedang mempertimbangkan usulan dari kalangan pengusaha agar memberikan insentif Pajak Penghasilan 21 yang ditanggung oleh pemerintah (PPh 21 DTP). Langkah ini diharapkan dapat memberikan stimulus bagi industri padat karya yang saat ini mengalami kontraksi.

    Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi mengatakan bahwa pembahasan mengenai insentif ini sedang berlangsung.

    “Kami sedang mendalami usulan ini. Setelah kajian selesai, informasi lebih lanjut akan kami sampaikan,” kata Anwar Sanusi saat konferensi pers di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis, 31 Oktober 2024.

    Ketika ditanyakan apakah insentif PPh 21 DTP hanya akan diberikan kepada industri padat karya, Anwar menjawab bahwa pemerintah akan mempertimbangkan banyak faktor dalam pengambilan keputusan.

    “Kami akan mendengar semua opsi kebijakan. Pilihan terbaik akan ditentukan berdasarkan berbagai aspek yang ada,” jelasnya.

    Untuk diketahui, insentif PPh 21 DTP sebelumnya telah diterapkan selama masa pandemi COVID-19 sebagai bagian dari paket stimulus untuk mengurangi dampak negatif pandemi terhadap perekonomian.

    Pada waktu itu, karyawan yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan penghasilan bruto tetap yang tidak melebihi Rp200 juta setahun akan mendapatkan pajak penghasilan yang tidak dipotong oleh pemberi kerja, melainkan disalurkan langsung kepada pegawai.

    Perusahaan yang memanfaatkan fasilitas ini diwajibkan untuk melaporkan secara bulanan realisasi PPh Pasal 21 DTP.

    Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengajukan permohonan kepada pemerintah untuk memberikan insentif pembebasan pajak penghasilan bagi karyawan di industri padat karya. Mereka menekankan bahwa sektor ini saat ini sedang terpuruk, dengan contoh nyata adalah PT Sri Rejeki Isman (Sritex) yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Semarang pada 23 Oktober lalu.

    Ketua Bidang Perdagangan Apindo, Anne Patricia Sutanto menjelaskan bahwa pihaknya telah mengajukan beberapa usulan kepada pemerintah.

    “Dalam situasi kontraksi seperti ini, salah satu permintaan kami adalah untuk menaikkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atau membebaskan PPh 21,” ujarnya di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu, 30 Oktober 2024.

    Anne menambahkan bahwa tujuan dari penghapusan PPh 21 ini adalah untuk mengurangi beban yang ditanggung oleh karyawan di sektor padat karya.

    Dengan adanya pembebasan tersebut, potongan pajak dari penghasilan pekerja akan hilang, sehingga mereka dapat memanfaatkan sisa penghasilan tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

    “Ini penting untuk pekerjanya. PPh 21 adalah kewajiban bagi kami sebagai pengusaha, tetapi beban sebenarnya ada pada pekerja,” jelasnya.

    Usulan ini diharapkan dapat mendorong daya beli masyarakat dan mendukung pemulihan sektor industri padat karya yang sedang terpuruk saat ini. Pemerintah diharapkan dapat mengambil langkah yang tepat untuk membantu sektor ini agar kembali pulih dan berkontribusi lebih baik terhadap perekonomian nasional.

    Prabowo Lacak Pajak Shadow Economy

    Sementara itu, aktivitas ekonomi bawah tanah yang dikenal dengan istilah underground economy atau shadow economy sedang dikaji oleh pemerintah untuk masuk ke dalam administrasi perpajakan.

    Shadow economy ini adalah kegiatan ekonomi yang tidak tercatat secara statistik atau tidak memiliki izin resmi dari pemerintah.

    Dalam Jurnal Kajian Ilmiah Perpajakan Indonesia Volume 2 No. 1 Oktober 2020 berjudul ‘Shadow Economy, AEOI, dan Kepatuhan Pajak yang ditulis Muhammad Dahlan dari Ditjen Pajak, shadow economy didefinisikan usaha yang dilakukan oleh individu, rumah tangga, dan/atau perusahaan sebagai upaya menghindari perpajakan atau tidak melaporkan transaksinya kepada pemerintah.

    Transaksi shadow economy di Indonesia disebut setara dengan 9-19 persen dari produk domestik bruto (PDB).

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah saat ini sedang berupaya agar aktivitas ekonomi seperti itu bisa secara jelas terlihat dan tidak lagi mengemplang setorannya ke penerimaan pajak.

    “Kita berharap tidak ada lagi shadow economy. Semakin resmi semakin bagus, karena itu dari segi perpajakan dan lain akan termonitor,” kata Airlangga di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa, 29 Oktober lalu.

    Menurut Airlangga, untuk bisa memasukkan shadow economy ke dalam sistem perpajakan, pemerintah sedang merancang strategi. Namun, dia tidak menjelaskan secara detail cara memungut pajak dari aktivitas ekonominya.

    “Sedang kita upayakan. Kita lihat saja nanti,” ucap Airlangga.

    Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan III Anggito Abimanyu menekankan underground yang menjadi bidikan pengenaan pajak di antaranya judi online yang dilakukan masyarakat Indonesia di luar negeri, seperti judi pertandingan sepak bola.

    “Jumlahnya banyak sekali, onshore dan offshore. Yang melakukan betting kepada sepak bola Inggris itu orang Indonesia banyak sekali,” kata Anggito di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Senin, 28 Oktober 2024.

    “Dia melakukan online betting, padahal dia menang, tapi enggak bayar pajak, enggak kena denda. Kalau dia dapat winning,semestinya nambah PPh (Pajak Penghasilan). Tapi kan enggak mungkin dia melaporkan penghasilan yang berasal dari judi,” ujar Anggito.

    Anggito mengatakan, meski sudah menjadi bidikan pemerintah, skema pengenaan pajak penghasilan (PPh) terhadap aktivitas ekonomi bawah tanah itu kini tengah diformulasikan, termasuk untuk pengenaan pajak game online yang menghasilkan keuntungan dalam kompetisi di ranah internasional.

    “Jadi teman-teman pajak harus pintar mencari bahwa ada tambahan super income yang berasal dari underground economy. Coba gaming juga berapa, gaming online, yang online, offshore, itu kalau dia menang, mendapatkan tambahan penghasilan, enggak kena pajak," tuturnya.

    Sebetulnya, aktivitas ekonomi underground economy ini telah diteliti oleh para ahli dari Universitas Indonesia. Mereka mencatat, aktivitas underground economy nilainya cukup fantastis, sekitar Rp1.968 triliun.

    Angka itu diperoleh dari kisaran maksimum persentase nilai aktivitas underground economy hasil riset yang dilakukan Kharisma & Khoirunurrofik (2019).

    Hasil riset pada periode penelitian 2007-2017 menyimpulkan, nilai underground economy di Indonesia berkisar antara 3,8-11,6 persen dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dengan rata-rata 8 persen per provinsi per tahun.

    Nilai Rp1.968 triliun adalah 11,6 persen dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB) harga berlaku Indonesia pada 2021. Rasio ini tidak jauh berbeda dengan estimasi Badan Pusat Statistik yang menyebut persentase-nya antara 8.3-10 persen dari PDB. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi