Logo
>

Pengangguran Baru di AS Turun, tapi Durasi Pengangguran Makin Panjang

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Pengangguran Baru di AS Turun, tapi Durasi Pengangguran Makin Panjang

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Jumlah warga Amerika Serikat (AS) yang mengajukan klaim tunjangan pengangguran baru turun ke level terendah dalam sebulan terakhir. Data ini mencerminkan pasar tenaga kerja yang sedang melambat, tetapi tetap cukup solid untuk membuat Federal Reserve atau The Fed menahan diri dari pemangkasan suku bunga dalam waktu dekat.

    Dilansir dari Reuters di Jakarta, Kamis, 26 Desember 2024, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan klaim awal tunjangan pengangguran negara bagian turun sebanyak 1.000 menjadi 219.000 untuk pekan yang berakhir 21 Desember setelah disesuaikan secara musiman. Angka ini sedikit lebih rendah dari prediksi ekonom yang disurvei Reuters, yakni 224.000 klaim.

    Meski data klaim tunjangan ini cenderung tidak stabil sejak liburan Thanksgiving karena banyaknya pekerja sementara yang direkrut untuk musim liburan, tingkat klaim baru tetap sejalan dengan rata-rata tahunannya di angka 220.000. Hal ini menunjukkan pemutusan hubungan kerja (PHK) masih terkendali dan belum memperlihatkan tanda-tanda kenaikan signifikan.

    Namun, mereka yang kehilangan pekerjaan kini lebih sulit mendapatkan pekerjaan baru. Banyak yang bertahan lebih lama dalam daftar penerima tunjangan sehingga mendorong jumlah penerima tunjangan pengangguran lebih dari seminggu meningkat. Pada pekan yang berakhir 14 Desember, jumlah ini naik 46.000 menjadi 1,91 juta secara musiman, tertinggi sejak November 2021. Sebelumnya, para ekonom memperkirakan jumlah penerima lanjutan ini hanya 1,88 juta.

    Rata-rata durasi pengangguran pada November mencapai 23,7 minggu, angka terpanjang sejak April 2022. Meskipun terus meningkat dari kurang dari 20 minggu pada April, jumlah penerima tunjangan lanjutan hanya sekitar 100.000 lebih banyak dibandingkan tahun lalu. Hingga saat ini, angka tersebut belum melonjak tajam seperti yang biasanya terjadi saat pasar tenaga kerja memburuk.

    Data ini juga bertepatan dengan minggu survei untuk laporan nonfarm payrolls Desember yang akan dirilis 10 Januari mendatang. Laporan tersebut mengindikasikan laju perekrutan mungkin melambat dibandingkan 227.000 pekerjaan baru yang tercatat pada November.

    Ekonom Jefferies, Thomas Simons, menilai tren perlambatan perekrutan ini telah mendorong klaim lanjutan meningkat. Namun, ia juga mencatat tingkat PHK belum menunjukkan akselerasi yang sejalan.

    “Kondisi ini cukup tidak biasa karena biasanya ada korelasi terbalik antara tingkat perekrutan dan PHK. Namun, situasi saat ini mencerminkan pengakuan tenaga kerja semakin langka dan menjadi lebih berharga untuk dipertahankan dibandingkan sebelumnya,” jelasnya.

    Simons memperkirakan 170.000 pekerjaan baru akan tercipta dalam laporan ketenagakerjaan Desember, namun ia menyebut proyeksi ini bisa disesuaikan seiring munculnya data baru dalam beberapa minggu ke depan.

    Data terbaru ini tampaknya tidak akan langsung memengaruhi pandangan pejabat The Fed. Setelah memangkas suku bunga untuk ketiga kalinya, bank sentral AS tersebut mengindikasikan akan menahan diri dari pemangkasan lebih lanjut. Mereka melihat risiko antara pasar tenaga kerja dan inflasi berada dalam posisi yang cukup seimbang.

    Sejak kekhawatiran tentang pasar tenaga kerja mendorong pemangkasan suku bunga sebesar setengah poin persentase pada September, data menunjukkan pasar tenaga kerja mulai melambat dengan tertib. Sementara itu, upaya untuk membawa inflasi kembali ke target 2 persen mengalami stagnasi sehingga mendorong pendekatan menunggu dan melihat dari pihak The Fed dalam menentukan langkah selanjutnya.

    Tahan Laju Pemangkasan Suku Bunga

    The Fed sebelumnya memangkas suku bunga acuannya sebesar 0,25 persen pada Rabu, 18 Desember 2024. Ini menjadi penurunan ketiga sepanjang tahun ini.

    Namun, langkah ini diiringi sinyal bahwa pemangkasan suku bunga di 2025 akan berlangsung lebih lambat dibandingkan prediksi sebelumnya. Penyebabnya adalah inflasi yang masih berada di tingkat tinggi.

    Dilansir dari AP di Jakarta, Kamis, 19 Desember 2024, dalam proyeksi terbaru, para pejabat The Fed memperkirakan hanya akan ada dua kali penurunan suku bunga pada 2025, lebih sedikit dibandingkan perkiraan sebelumnya sebanyak empat kali. Hal ini berarti konsumen mungkin tidak akan merasakan penurunan besar pada suku bunga untuk kredit seperti KPR, pinjaman kendaraan, kartu kredit, dan lainnya di tahun mendatang.

    Keputusan ini mengguncang Wall Street. Indeks Dow Jones Industrial Average merosot lebih dari 1.100 poin, setara 2,5 persen. Ini menjadikannya hari terburuk bagi pasar dalam empat bulan terakhir. Indeks Nasdaq bahkan anjlok hingga 3,5 persen. Tingginya suku bunga dikhawatirkan dapat menghambat ekspansi bisnis yang memengaruhi sentimen investor.

    Dalam konferensi pers, Ketua The Fed Jerome Powell mengklaim perlambatan penurunan suku bunga ini mencerminkan pendekatan hati-hati. Ia mengatakan suku bunga acuan kini mendekati tingkat “netral,” yaitu tingkat yang tidak mendorong atau menghambat pertumbuhan ekonomi.

    “Saya pikir langkah yang lebih lambat ini mencerminkan tingginya inflasi yang terjadi sepanjang tahun ini, serta ekspektasi bahwa inflasi akan tetap tinggi pada 2025,” kata Powell. Ia menambahkan, posisi mendekati suku bunga netral membuat kebijakan lebih berhati-hati.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).