KABARBURSA.COM – Pengamat otomotif Yannes Martinus Pasaribu mengatakan industri otomotif Indonesia pada akhir 2024 menghadapi berbagai tantangan dan tekanan akibat penurunan daya beli masyarakat. Kondisi ini pun membuat penjualan sejumlah perusahaan kendaraan menurun drastis.
“Dampak tersebut bersumber dari dinamika makro dan mikro ekonomi. Kondisi ini berdampak kepada penurunan performa industri, baik dari sisi penjualan maupun produksi,” kata Yannes kepada KabarBursa.com di Jakarta, Senin, 23 Desember 2022.
Lemahnya daya beli masyarakat menjadi faktor yang krusial dalam memengaruhi lesunya pasar otomotif. Daya beli masyarakat yang tertekan, kata Yannes, merupakan konsekuensi dari beberapa variabel ekonomi, terutama dalam hal laju inflasi.
Meski ia mengakui jika laju inflasi menurun, namun efeknya masih butuh waktu untuk bisa benar-benar dirasakan masyarakat. Sementara untuk deflasi yang terjadi, meski dapat meningkatkan nilai riil uang, dalam jangka pendek dianggap menunjukkan kelesuan aktivitas ekonomi dan permintaan agregat yang rendah.
“Konsumen cenderung menunda pembelian barang tahan lama seperti mobil, mengantisipasi penurunan harga lebih lanjut atau karena ketidakpastian kondisi finansial mereka. Situasi ini memaksa pelaku industri untuk merevisi target penjualan mereka secara konservatif. Mengingat realisasi penjualan yang masih jauh dari proyeksi awal,” jelasnya.
Berdasarkan data Gaikindo, penjualan mobil secara retail (dari dealer ke konsumen) periode Januari-November 2024 sebesar 806.721 unit atau turun sebesar 11,2 persen dibanding periode yang sama pada tahun 2023 (year-on-year/yoy).
Pada Januari, penjualan mobil tercatat 69.758 unit, yang kemudian naik tipis menjadi 70.772 unit pada Februari 2024. Momentum ini terus berlanjut hingga Maret dengan capaian 74.720 unit sehingga mencatatkan kinerja kuartal pertama yang solid.
Namun, di bulan April, pasar menghadapi tekanan yang membuat penjualan turun drastis menjadi hanya 48.762 unit. Meski demikian, perbaikan mulai terlihat pada Mei dengan angka penjualan yang melonjak ke 71.391 unit. Tren positif berlanjut pada Juni, di mana penjualan menyentuh 74.615 unit.
[caption id="attachment_108391" align="alignnone" width="1972"] Penjualan mobil retail periode Januari-November 2024 berdasarkan data Gaikindo.[/caption]
Memasuki paruh kedua tahun, Juli mengalami sedikit penurunan dengan angka 74.229 unit. Namun, pasar kembali menguat pada Agustus di mana tercatat penjualan tinggi selama periode ini sebesar 76.304 unit. Sayangnya, euforia ini tidak bertahan lama, karena pada September penjualan kembali menurun menjadi 72.667 unit.
Penjualan mobil kembali melonjak sebanyak 77.191 unit pada Oktober 2024. Sayangnya, penjualan kembali menurun pada November 2024 menjadi sebesar 76.053 unit atau turun sebesar 8,1 persen yoy.
Setali tiga uang dengan penjualan retail, penjualan secara wholesales periode Januari-November 2024 sebesar 784.788 unit atau turun sebesar 14,7 persen yoy. Kemudian penjualan pada bulan November secara wholesales juga ikut menurun menjadi 74.347 unit atau turun 11,9 persen yoy. Penjualan secara wholesales bulan November 2024 juga tercatat menurun sebesar 3,7 persen jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Dari jumlah tersebut, Toyota masih menjadi market leader untuk penjualan mobil di Indonesia dengan total 262.315 unit secara wholesales dan total share sebesar 33,4 persen periode Januari-November 2024. Kemudian disusul oleh Daihatsu dengan total penjualan 149.375 dengan total share 19,1 persen periode Januari-November 2024.
Insentif dari Pemerintah
Pemerintah Indonesia mengumumkan sejumlah kebijakan insentif di sektor otomotif guna mengurangi dampak dari rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12 persen yang akan berlaku mulai 1 Januari 2024.
Kenaikan PPN ini diperkirakan dapat mempengaruhi daya beli masyarakat, khususnya di kalangan kelas menengah. Untuk itu, insentif-insentif ini diharapkan dapat menjaga daya beli sekaligus mendorong pertumbuhan ekosistem kendaraan listrik di Tanah Air.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, mengatakan perhatian pemerintah terhadap sektor manufaktur, terutama otomotif, sangat besar. Salah satu langkah konkretnya adalah pemberian insentif kepada pelaku usaha otomotif yang saat ini menghadapi tekanan dari sisi penjualan.
“Insentif-insentif ini bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat serta mendorong transisi menuju kendaraan ramah lingkungan,” kata Agus.
Beberapa insentif yang diberikan oleh pemerintah mencakup insentif PPN yang Dikenakan Terhadap Pembelian (DTP) untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB). Untuk mobil dan bus listrik, pemerintah memberikan potongan PPN sebesar 10 persen dengan syarat kendaraan tersebut memenuhi ketentuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 40 persen. Sementara itu, bus listrik dengan TKDN kurang dari 20 persen akan mendapatkan insentif sebesar 5 persen.
Selain itu, insentif lainnya berupa pembebasan bea masuk dan penghapusan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) 15 persen, yang ditanggung oleh pemerintah. Insentif ini hanya berlaku untuk impor kendaraan listrik kategori tertentu, baik yang berupa Completely Built Up (CBU) maupun Completely Knocked Down (CKD).
Insentif ini bertujuan untuk mempercepat adopsi kendaraan listrik di Indonesia serta mendukung pengembangan industri kendaraan listrik di dalam negeri. Salah satu perusahaan yang telah menerima insentif tersebut adalah PT BYD Motor Indonesia yang akan memproduksi 100.000 unit kendaraan listrik. Selain itu, PT National Assemblers juga telah mendapatkan insentif untuk memproduksi 4.800 unit kendaraan merek Citroen, 17.200 unit kendaraan merek Aion, dan 600 unit kendaraan merek Maxus pada tahun 2024.
Selanjutnya, pemerintah juga memberikan insentif sebesar 3 persen untuk kendaraan hybrid yang memenuhi kriteria Low Carbon Emission Vehicle (LCEV).
“Kebijakan ini juga menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk mendorong peralihan dari kendaraan bermesin konvensional ke kendaraan yang lebih ramah lingkungan,” jelas Agus.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya menegaskan tarif PPN 12 persen akan diberlakukan pada 1 Januari 2025, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Mantan Ketua Umum Partai Golkar ini mengatakan, meskipun tarif PPN akan naik, pemerintah telah menyiapkan kebijakan untuk melindungi masyarakat berpendapatan rendah. Salah satu langkah yang diambil adalah membebaskan barang-barang kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, dan gula konsumsi dari PPN. Selain itu, layanan seperti pendidikan, kesehatan, angkutan umum, dan air bersih juga akan tetap dikenakan PPN 0 persen.
“Untuk sektor tertentu, seperti minyak goreng, tepung terigu, dan gula industri, pemerintah akan menanggung 1 persen dari kenaikan PPN sehingga tarif efektifnya tetap 11 persen. Kebijakan ini bertujuan untuk meringankan beban masyarakat, terutama golongan berpendapatan rendah dan menengah,” kata Airlangga.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.