KABARBURSA.COM - Ekonom Ibrahim Assuaibi memprediksi Bank Indonesia (BI) akan memangkas suku bunga tambahan antara 75 hingga 100 basis points (bps) sehingga suku bunga acuan berada dalam kisaran 5,25 persen hingga 5,00 persen.
Pendapat Ibrahim menanggapi rencana agresif Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunga acuan sebesar 125 bps tahun ini.
"Bank Indonesia kemungkinana akan memangkas suku bunga tambahan lagi antara 75 -100 bps berada pada kisaran 5,25-5,00 persen, yang bertujuan untuk membangkitkan kembali roda perekonomian yang sebelumnya lesu, akibat suku bunga kredit perbankan yang tinggi," ujar Ibrahim di Jakarta, Jumat, 20 September 2024.
Ibrahim menilai, keputusan ini mempertimbangkan sejumlah faktor, termasuk prospek kebijakan moneter The Fed, inflasi Indonesia yang terkendali, serta stabilitas neraca perdagangan dan cadangan devisa yang terus meningkat.
Selanjutnya, ia mengungkap pada Agustus 2024, inflasi umum tercatat sedikit menurun menjadi 2,12 persen year on year (yoy), dibandingkan dengan 2,13 persen yoy pada Juli 2024. Ini merupakan level terendah sejak Februari 2022 dan masih dalam target BI yang berada di kisaran 1,5 hingga 3,5 persen.
"Momentum pemangkasan suku bunga acuan BI diharapkan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi, terutama di sektor perbankan," jelasnya.
Ibrahim berharap, dengan adanya pelonggaran kebijakan moneter BI tersebut diperkirakan akan mendorong penurunan cost of fund, yang selajutnya akan mendorong penurunan suku bunga kredit.
"Tujuannya adalah meningkatkan permintaan kredit, sehingga perekonomian dapat pulih dan berkembang lebih baik di masa transisi pemerintahan," pungkasnya.
Perlu diketahui, pemangkasan suku bunga acuan ini merupakan yang pertama sejak Februari 2021, ketika suku bunga BI bertahan di level 3,5 persen hingga Juli 2022. Selanjutnya, suku bunga mengalami kenaikan dari Agustus 2022 hingga Agustus 2024, mencapai level 6,25 persen.
Terkait langkah agresif The Fed itu, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, keputusan ini dilandasi oleh pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada September 2024, di mana The Fed menurunkan Fed Fund Rate (FFR) sebesar 50 basis poin menjadi 4,75 hingga 5 persen.
Jika kondisi ekonomi tetap kuat dan inflasi bertahan, The Fed diprediksi akan memperlambat laju pelonggaran moneter. Sebaliknya, jika inflasi menurun lebih cepat atau pasar tenaga kerja melemah, pelonggaran moneter akan terus berlanjut.
Josua memperkirakan hingga akhir 2024, The Fed akan menurunkan FFR menjadi 4,5 persen, yang menunjukkan adanya dua kali pemotongan tambahan sebesar 25 basis poin. Prediksi ini juga mengindikasikan bahwa FFR akan berada di level 3,5 persen pada akhir 2025, dengan penurunan lebih lanjut sebesar 100 basis poin selama tahun tersebut.
“Fed mengantisipasi penurunan suku bunga sebesar 100 bps pada akhir tahun ini, mengimplikasikan dua kali lagi penurunan sebesar 25 bos,” kata Josua dalam keterangannya.
Indikator Pangkas Suku Bunga
Gubernur BI, Perry Warjiyo, sebelumnya mengungkapkan alasan memangkas suku bunga acuan lebih cepat dari Federal Reserve atau The Fed. Pertama BI melihat bahwa penurunan suku bunga The Fed sudah lebih jelas, baik pada waktu maupun besarannya.
BI percaya bahwa The Fed akan melakukan penurunan suku bunga sebanyak tiga kali tahun ini, yaitu pada September, November, dan Desember 2024, dengan masing-masing penurunan sebesar 25 basis poin. Selanjutnya, The Fed diperkirakan akan menurunkan suku bunga empat kali pada 2025.
Kedua, nilai tukar rupiah yang menguat pada September 2024 menjadi Rp15.330 per oUSD atau menguat 0,78 persen dibandingkan dengan posisi akhir Agustus 2024.
“Nilai tukar Rupiah menguat didukung oleh konsistensi bauran kebijakan moneter Bank Indonesia serta meningkatnya aliran masuk modal asing,” jelas Perry dalam konferensi pers, Rabu, 18 September 2024.
Adapun penguatan Rupiah ini tercatat lebih tinggi dibandingkan apresiasi mata uang regional seperti Won Korea dan Rupee India yang menguat sebesar 0,32 persen dan 0,13 persen.
Ketiga, inflasi tetap rendah dan terjaga dalam kisaran sasaran 2,5±1 persen. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat rendah di seluruh komponen sehingga mencapai 2,12 persen (yoy) pada Agustus 2024.
Keempat, mendorong pertumbuhan, khususnya sektor perdagangan dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran.
“Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja, termasuk UMKM dan ekonomi hijau, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian,” ungkapnya.
Kelima, pertumbuhan data kredit menunjukan kinerja yang solid, mencapai 11,40 persen (year-on-year), Adapun perkembangan ini ditopang oleh sisi penawaran sejalan dengan minat penyaluran kredit yang terjaga, pendanaan yang memadai, realokasi alat likuid ke kredit oleh perbankan, dan dukungan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) Bank Indonesia.
“Hingga minggu kedua September 2024, Bank Indonesia telah menyalurkan insentif KLM sebesar Rp256,1 triliun kepada kelompok bank BUMN sebesar Rp118,6 triliun, BUSN sebesar Rp110,5 triliun, BPD sebesar Rp24,4 triliun, dan KCBA sebesar Rp2,6 triliun,” katanya, menutup. (*)