Logo
>

RI-Arab Saudi Bermitra Bangun ‘Kebun Matahari’ di Saguling

Ditulis oleh KabarBursa.com
RI-Arab Saudi Bermitra Bangun ‘Kebun Matahari’ di Saguling

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Indonesia dan Arab Saudi akan bermitra untuk membangun 'Kebun Matahari', yakni sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung di Waduk Saguling dengan kapasitas 60 MW.

    Pembangunan PLTS Terapung Saguling diawali dengan penandatanganan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBTL) atau Power Purchase Agreement (PPA) oleh Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo dan Direktur Utama PT Indo ACWA Tenaga Saguling Rudolf Rinaldo Aritonang.

    “Pembangunan PLTS Terapung Saguling ini adalah bagian dari upaya PLN Indonesia Power untuk mempercepat transisi energi dan mendukung target Pemerintah dalam mencapai Net Zero Emission (NZE) 2060, dengan terus mengembangkan berbagai pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT),” kata Direktur Utama PLN Indonesia Power Edwin Nugraha Putra dalam unggahan @plnindonesiapower, Rabu, 21 Agustus 2024.

    Total kapasitas PLTS Terapung Saguling ditargetkan mencapai 60 megawatt, dengan luas area mencapai 95 hektare. Proyek ini diharapkan mampu mengurangi emisi CO2 hingga 120.000 ton per tahun.

    PT Indo ACWA Tenaga Saguling akan menjadi operator PLTS Terapung tersebut. Perusahaan ini merupakan hasil joint venture antara ACWA Power dari Arab Saudi yang memegang 49 persen saham dan PLN Indonesia Power dari Indonesia dengan kepemilikan saham sebesar 51 persen.

    RI dan Uzbekistan Kerja Sama Kembangkan Pasar Deviratif

    Bursa Komoditas Uzbekistan (Uzbek Commodity Exchange) mendandatangani Nota Kesepahaman dengan Indonesia Commodity & Derivatif Exchange (ICDX) atau Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI).

    Kedua pihak berkolaborasi dalam mengembangkan pasar derivatif di Uzbekistan.

    Kerja sama ini bertujuan untuk memanfaatkan keahlian dan pengalaman ICDX dalam membangun dan mempromosikan lingkungan perdagangan derivatif yang kuat.

    Direktur Utama ICDX Fajar Wibhiyadi mengatakan, kerja sama ini tentunya menjadi hal yang positif dalam upaya ICDX untuk mengembangkan pasar.

    “Ini merupakan kesempatan baik bagi ICDX dan Uzbek Commodity Exchange untuk bisa melihat bahkan mungkin ke depan bisa saling mengembangkan produk-produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar,” kata Fajar dalam keterangannya, Selasa, 20 Agustus 2024.

    “Harapan kami, dengan adanya Kerjasama ini, kedepan akan menjadi stimulus bagi ICDX untuk terus berkembang, baik itu dari sisi produk, volume transaksi, maupun layanan kepada pemangku kepentingan,” sambungnya Fajar.

    Beberapa poin penting yang ditandatangani dalam Nota Kesepaham antara ICDX dengan Uzbek Commodity Exchange ini meliputi Pengembangan pasar Derivatif, Pertukaran informasi, Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Kerjasama teknis dan layanan konsultasi, Pengembangan Pasar, serta Kepatuhan terhadap Peraturan.

    Sebagai catatan, ICDX pada tahun 2024 sampai dengan semester I mencatatkan transaksi sebanyak 5.724.852,55 lot, dengan komposisi 4.917.608,55 lot merupakan transaksi Sistem Perdagangan Alternatif, dan 807.244 Lot adalah transaksi Multilateral.

    Secara Notional Value, sepanjang semester I 2024 tercatat sebesar Rp10.794 triliun, dengan komposisi Rp10.718 triliun di transaksi Sistem Perdagangan Alternatif, dan Rp76 triliun di Transaksi Multilateral.

    Defisit Perdagangan Jepang di tengah Lonjakan Impor

    Pada Juli kemarin, Jepang mengalami defisit perdagangan sebesar 621 miliar yen (setara USD4,3 miliar). Hal ini diakibatkan oleh lonjakan harga impor. Begitu data yang dirilis oleh pemerintah pada Rabu, 21 Agustus 2024.

    Impor Jepang meningkat hampir 17 persen dibandingkan tahun sebelumnya, mencapai 10,2 triliun yen (sekitar 70,6 miliar dolar). Sementara itu, ekspor tumbuh 10 persen menjadi 9,6 triliun yen (sekitar 66 miliar dolar), seperti yang dilaporkan oleh Kementerian Keuangan. Peningkatan impor terutama terjadi pada daging, makanan lainnya, dan besi, yang mencerminkan kondisi ekonomi domestik yang relatif sehat, di mana belanja konsumen mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan upah.

    Ekspor ke negara-negara seperti Amerika Serikat, Tiongkok, dan Brasil mengalami peningkatan. Namun, ekspor otomotif terus menurun karena skandal pengujian palsu yang mengakibatkan terhentinya produksi di sejumlah produsen, termasuk Toyota Motor Corp., salah satu produsen mobil terkemuka di Jepang. Sebelumnya, produksi otomotif telah terdampak oleh kekurangan suku cadang yang disebabkan oleh gangguan produksi akibat pandemi virus corona.

    Masih pada Juli kemarin, ekspor Jepang mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, terutama pada produk plastik, kertas, dan suku cadang komputer. Robert Carnell, kepala regional Riset Asia-Pasifik di ING Economics, menyatakan bahwa meskipun ekspor sedikit meleset dari konsensus pasar, peningkatan ini menunjukkan adanya akselerasi yang kuat, yang mengindikasikan bahwa ekonomi sedang dalam fase pemulihan.

    “Juga menggembirakan bahwa ekspor tumbuh di semua kategori utama, terutama pada teknologi,” kata Carnell.

    Meskipun Jepang mencatat surplus perdagangan pada bulan sebelumna (Juni 2024), negara dengan ekonomi terbesar keempat di dunia ini secara konsisten mencatat defisit perdagangan selama enam semester fiskal berturut-turut, dimulai sejak semester terakhir 2021. Tahun fiskal Jepang berlangsung dari April hingga Maret.

    Data bulan lalu menunjukkan adanya pembalikan dari tren peningkatan yang terjadi pada Juni. Yen yang melemah memberikan dampak negatif terhadap impor Jepang, terutama di tengah tren inflasi dan kenaikan biaya global, termasuk harga energi.

    Sebagai negara yang miskin sumber daya, Jepang mengimpor hampir seluruh kebutuhan energinya. Harga energi yang bergejolak akhir-akhir ini disebabkan oleh ketidakpastian di Timur Tengah, dengan pembicaraan gencatan senjata di Gaza yang sangat penting.

    Daisuke Karakama, kepala ekonom pasar di Mizuho Bank, berpendapat bahwa defisit perdagangan tidak hanya mencerminkan pelemahan yen tetapi juga tren baru seperti peningkatan belanja masyarakat Jepang untuk layanan streaming digital dari luar negeri. Dalam wawancara baru-baru ini dengan majalah Economist Jepang, ia mencatat bahwa semakin banyak pedagang yang lebih memilih menjual yen daripada membelinya.

    Dolar AS menguat pada awal tahun ini hingga mencapai level 160 yen, namun baru-baru ini stabil dan diperdagangkan pada kisaran 145 yen pada hari ini. Fluktuasi mata uang yang bergejolak dalam beberapa minggu terakhir disebabkan oleh berbagai faktor, namun sebagian besar perhatian terpusat pada langkah-langkah yang akan diambil oleh Federal Reserve AS dan Bank of Japan.

    The Fed diperkirakan akan kembali menurunkan suku bunga, mungkin secepat bulan depan, sementara bank sentral Jepang berupaya menaikkan suku bunga secara bertahap setelah mempertahankannya pada tingkat yang sangat rendah selama bertahun-tahun.

    Defisit Capai Rp66 Triliun

    Jepang mengalami defisit perdagangan sebesar JPY621 miliar atau sekitar Rp66 triliun pada Juli 2024 akibat lonjakan biaya impor.

    Menurut laporan dari AP, impor Jepang meningkat 17 persen pada Juli 2024 menjadi JPY10,2 triliun, sementara ekspor naik 10 persen menjadi JPY9,6 triliun.

    “Ekspor sedikit meleset dari konsensus pasar, namun menunjukkan akselerasi yang kuat, yang menandakan bahwa ekonomi sedang dalam tahap pemulihan,” kata Kepala Riset Regional Asia-Pasifik ING Economic, Robert Carnell.

    “Kabar menggembirakan lainnya adalah ekspor tumbuh di semua kategori utama, terutama ekspor teknologi yang menunjukkan performa kuat,” lanjut dia.

    Lonjakan impor juga mencerminkan kondisi ekonomi domestik yang relatif sehat, di mana belanja konsumen meningkat seiring dengan kenaikan upah.

    Ekspor ke Amerika Serikat, China, dan Brasil mengalami peningkatan, namun ekspor mobil terus menurun di tengah skandal sertifikasi yang melibatkan beberapa produsen, termasuk Toyota Motor Corp., salah satu pabrikan terkemuka di Jepang. Sebelumnya, produksi mobil sudah terdampak oleh kekurangan pasokan suku cadang yang disebabkan oleh gangguan produksi akibat pandemi virus corona.

    Meskipun Jepang mencatat surplus perdagangan pada Juni 2024, ekonomi terbesar keempat di dunia ini secara konsisten berada di zona merah dalam data perdagangan, dengan defisit perdagangan yang tercatat selama enam semester fiskal berturut-turut sejak semester terakhir 2021.

    Tahun fiskal Jepang berlangsung dari April hingga Maret. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi