KABARBURSA.COM – Pasar saham global dibuka menguat pada Senin, 26 Mei 2025, sementara nilai tukar euro menguat setelah Presiden AS Donald Trump memutuskan menunda rencana penerapan tarif sebesar 50 persen atas barang-barang dari Uni Eropa hingga Juli. Langkah ini memberikan jeda sementara dari ketegangan kebijakan perdagangan global.
Seperti dilansir Reuters, indeks saham global MSCI naik 0,2 persen, sementara indeks pan-Eropa STOXX 600 melonjak 0,9 persen dan kembali ke posisi sebelum Trump mengejutkan pasar pada Jumat lalu dengan ancaman tarif baru. Trump sebelumnya menyatakan negosiasi dengan Uni Eropa berjalan terlalu lambat.
Namun, pada Minggu, 25 Mei 2025, Trump mengubah keputusannya dan memundurkan tenggat waktu penerapan tarif menjadi 9 Juli dari sebelumnya 1 Juni. Keputusan ini diambil setelah Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen meminta tambahan waktu untuk merampungkan kesepakatan.
Manuver terbaru Trump menjadi pengingat bagi para pelaku pasar bahwa kebijakan bisa berubah drastis dalam waktu singkat. Sejumlah analis mencatat bahwa investor kini mulai mengalihkan dananya dari pasar AS ke kawasan Eropa dan Asia, seiring kekhawatiran akan potensi resesi di AS yang bisa berdampak pada perlambatan ekonomi global.
“Pernyataan Trump Jumat lalu kembali menegaskan bahwa kebijakan dan keputusan pemerintah AS di bawah Trump kerap tidak konsisten dan sulit diprediksi,” tulis Commerzbank dalam risetnya.
SEB Research menyebutkan bahwa kombinasi dari premi risiko yang meningkat terhadap aset AS, rotasi portofolio global, serta fokus kebijakan yang lebih domestik menciptakan “koktail beracun” bagi pasar keuangan AS. Mereka juga memperkirakan nilai dolar akan melemah dan suku bunga AS berpotensi naik lebih lanjut.
Euro Menguat, Dolar Melemah
Indeks dolar AS (DXY) turun 0,1 persen terhadap sekeranjang mata uang utama. Euro menguat 0,23 persen ke USD1,1380, level tertingginya sejak akhir April. Sementara itu, poundsterling juga menguat tipis hampir 0,2 persen ke USD1,3567.
“Situasi ini masih sangat didominasi oleh narasi ‘jual dolar’,” ujar Christopher Wong, analis mata uang di OCBC Bank. Ia menambahkan bahwa ketidakpastian kebijakan seputar tarif Trump serta melemahnya daya saing AS bisa terus menekan sentimen terhadap dolar dalam jangka menengah.
Aktivitas perdagangan pada hari Senin relatif sepi karena bursa di Amerika Serikat dan Inggris libur hari nasional.
Kekhawatiran atas membengkaknya utang di negara maju juga kembali mencuat, menyusul pemangkasan peringkat utang AS oleh Moody’s dan lemahnya hasil lelang obligasi di AS dan Jepang pekan lalu.
Pasar juga menanti rilis data inflasi dari Jepang dan Jerman, serta laporan harga barang dan jasa dari AS dalam beberapa hari ke depan.
Saham China dan Hong Kong Melemah, Jepang Menguat
Di Asia, indeks saham Shanghai Composite ditutup turun 0,1 persen, dan indeks blue-chip CSI 300 melemah 0,6 persen. Pelemahan dipicu oleh penurunan saham otomotif yang tertekan kekhawatiran perang harga, serta saham pemasok Apple yang terpukul isu tarif AS.
Sebaliknya, bursa saham Jepang mencatat kenaikan signifikan. Indeks Nikkei 225 menguat 1 persen—kenaikan harian tertajam dalam dua pekan terakhir. Sentimen positif datang setelah Trump memberikan lampu hijau atas akuisisi U.S. Steel oleh Nippon Steel.
Pasar obligasi pemerintah Jepang juga menguat, menyusul pekan lalu yang diwarnai lonjakan imbal hasil surat utang tenor sangat panjang. Obligasi super-long tenor menjadi sorotan, seiring ekspektasi data inflasi pekan ini yang bisa menjadi petunjuk arah kebijakan moneter Bank of Japan.
Harga Minyak dan Emas Melemah
Di pasar komoditas, harga minyak mentah Brent dan WTI masing-masing turun 23 sen menjadi USD64,54 dan USD61,28 per barel. Sementara itu, harga emas terkoreksi dari posisi tertinggi dua pekan dan diperdagangkan di kisaran USD3.339 per ons. (*)