KABARBURSA.COM – Bursa saham Eropa ditutup mendatar pada Senin, 19 Mei 2025, mengakhiri reli lima pekan berturut-turut. Pasar sempat terguncang oleh keputusan Moody’s yang menurunkan peringkat kredit Amerika Serikat, namun berhasil pulih berkat laporan keuangan positif dari sejumlah perusahaan besar.
Seperti dilansir Reuters, indeks STOXX 600 pan-Eropa naik tipis 0,1 persen, mendekati level tertinggi intraday tujuh pekan yang dicapai pada Jumat. Moody’s menurunkan peringkat utang pemerintah AS dari “Aaa” menjadi “Aa1”, mengutip kekhawatiran terhadap beban utang yang membengkak hingga USD36 triliun. Keputusan tersebut sempat memicu kekhawatiran pasar global pada awal sesi.
“Penurunan ini mencerminkan kondisi fiskal baru yang sudah disadari pasar, dengan tekanan dari tarif dan pengendalian belanja. Sejarah menunjukkan bahwa rating sering tertinggal dari kenyataan fundamental, jadi tidak perlu bereaksi berlebihan,” ujar Lale Akoner, analis pasar global di eToro, dikutip Reuters.
Di sisi lain, indeks saham utama Wall Street bergerak melemah, sementara imbal hasil obligasi AS bertenor panjang naik sebelum akhirnya turun dari posisi tertinggi sesi. Ketidakpastian pasar juga diperkuat oleh perkembangan kebijakan fiskal di AS.
RUU pemangkasan pajak yang diajukan Presiden Donald Trump berhasil lolos dari komite kunci Kongres, setelah sempat tertahan beberapa hari. Menteri Keuangan Scott Bessent menyatakan Trump akan menerapkan tarif jika mitra dagang tidak berunding secara “beritikad baik”.
“Ketegangan tarif kembali menjadi sorotan. Meski ada sinyal de-eskalasi, masalah perdagangan belum sepenuhnya berakhir,” ujar Richard Flax, CIO Moneyfarm.
Optimisme pasar kawasan Eropa turut ditopang harapan terhadap pemangkasan suku bunga oleh Bank Sentral Eropa (ECB), serta meredanya tensi perang dagang AS–Tiongkok. Indeks DAX Jerman bahkan mencetak rekor tertinggi baru di awal pekan ini.
Sektor perjalanan dan hiburan mencatat penguatan tertinggi. Saham Ryanair melonjak 4,8 persen setelah maskapai Irlandia itu melaporkan lonjakan permintaan dan memproyeksikan pemulihan harga tiket. Saham Lufthansa dan EasyJet masing-masing menguat 2,6 persen dan 3,2 persen, menyusul prospek bisnis yang kembali membaik menjelang musim liburan.
Saham BNP Paribas naik 3,4 persen setelah bank asal Prancis itu mengumumkan rencana buyback saham senilai EUR1,08 miliar atau sekitar USD1,21 miliar, menjadi salah satu penopang utama indeks.
Dari Inggris, sentimen pasar juga terbantu oleh tercapainya kesepakatan komprehensif antara London dan Uni Eropa. Ini merupakan penyelarasan ulang paling signifikan sejak Brexit, mencakup kerja sama pertahanan dan keamanan, pelonggaran hambatan ekspor makanan, serta aturan baru terkait sektor perikanan.
Indeks FTSE 100 naik 0,2 persen ke level tertinggi tujuh pekan, mencatat kenaikan untuk hari ketiga berturut-turut meski sempat tertekan hingga 0,8 persen di awal sesi. Sementara itu, indeks FTSE 250 berkapitalisasi menengah justru terkoreksi tipis, menghentikan tren positif selama tujuh hari.
Menurut Andrew Wishart, ekonom senior di Berenberg Bank, kesepakatan tersebut memang hanya akan memperbaiki sebagian kecil dampak Brexit terhadap ekspor Inggris—terutama karena ekspor makanan ke UE hanya berkontribusi 0,4 persen terhadap PDB. Namun demikian, arah kebijakan ini memberikan sinyal positif bagi pelaku usaha bahwa akses pasar UE dari Inggris setidaknya akan tetap stabil, dan berpotensi membaik ke depan.
Di pasar komoditas, saham-saham pertambangan logam mulia naik 1,6 persen seiring meningkatnya permintaan terhadap emas sebagai aset aman. Hal ini didorong oleh ketidakpastian pasar setelah penurunan peringkat AS dan potensi eskalasi ketegangan dagang global.
Di sisi lain, saham Diageo—produsen minuman beralkohol terbesar di dunia—tertekan dan turun 1 persen. Perusahaan mengumumkan rencana efisiensi biaya sebesar USD500 juta dan penjualan aset besar-besaran yang akan dilakukan secara bertahap hingga 2028, dalam upaya memperbaiki kinerja keuangan dan mengurangi utang.
Secara keseluruhan, pasar Eropa menunjukkan ketahanan terhadap tekanan eksternal dengan mengandalkan katalis dari fundamental korporasi dan stabilitas kebijakan kawasan. Namun volatilitas masih mungkin terjadi dalam beberapa pekan ke depan, terutama jika ketegangan geopolitik dan ketidakpastian fiskal AS terus berlanjut. (*)