KABARBURSA.COM - Sektor e-commerce di China menunjukkan pertumbuhan yang signifikan pada paruh pertama (H1) tahun 2024, mendorong momentum pemulihan konsumsi di negara tersebut.
Tiga kekuatan pendorong utama bagi pertumbuhan konsumsi selama periode ini adalah produk digital, konsumsi layanan, dan program tukar tambah.
Dalam kategori produk digital, mesin pembelajaran kecerdasan buatan dan perangkat pintar wearable masing-masing tumbuh sebesar 136,6 persen dan 31,5 persen. Di sektor konsumsi jasa, layanan agen perjalanan daring dan layanan katering mengalami pertumbuhan masing-masing sebesar 59,9 persen dan 21,7 persen.
Platform e-commerce di China telah berkoordinasi untuk menawarkan layanan tukar tambah lebih dari 400.000 produk dan layanan daur ulang yang mencakup lebih dari 300 kategori produk.
Program tukar tambah ini telah mendorong peningkatan penjualan produk-produk seperti lemari es (82,1 persen), mesin cuci (70,4 persen), ponsel (63,9 persen), dan TV (54,3 persen) di platform belanja daring utama.
Selain pemulihan konsumsi domestik yang didorong oleh e-commerce, China juga memperluas kerja sama internasional di sektor ini.
Pada paruh pertama tahun ini, China menandatangani memorandum kerja sama e-commerce dengan Serbia, Bahrain, dan Tajikistan, menambah jumlah negara mitra e-commerce Jalur Sutra menjadi 33, menurut Kementerian Perdagangan China.
Titik Terendah
Pertumbuhan ekonomi China mengalami perlambatan, mencapai titik terendah dalam lima kuartal terakhir. Ketidakpastian dalam belanja konsumen menambah tekanan pada pembuat kebijakan untuk memperkenalkan lebih banyak stimulus fiskal.
Pada kuartal II 2024, produk domestik bruto China mencatat pertumbuhan 4,7 persen dibandingkan tahun lalu, angka ini lebih rendah dari estimasi 28 lembaga yang melakukan analisis.
Penjualan ritel China meningkat secara bulanan, tetapi dengan laju terendah sejak Desember 2022. Ini menunjukkan bahwa upaya pemerintah untuk membangkitkan kepercayaan konsumen belum membuahkan hasil.
Dalam survei Reuters, pertumbuhan ekonomi China juga tidak memenuhi ekspektasi 5,1 persen dan melambat dari pertumbuhan 5,3 persen pada kuartal sebelumnya.
Perlambatan ini berdampak langsung pada sektor konsumen, dengan pertumbuhan penjualan ritel turun ke level terendah dalam 18 bulan, diakibatkan oleh tekanan deflasi yang mendorong usaha untuk menurunkan harga, mulai dari mobil hingga pakaian.
“Secara keseluruhan, data PDB yang mengecewakan menunjukkan bahwa mencapai target pertumbuhan 5 persen masih menghadapi banyak tantangan,” ujar Lynn Song, Kepala Ekonom ING untuk China.
Lynn mengungkapkan, jatuhnya harga properti dan saham serta pertumbuhan upah yang rendah di tengah pemangkasan biaya berbagai industri membuat daya konsumsi menurun. Hal itu menyebabkan peralihan dari pengeluaran untuk pembelian tiket yang relatif mahal menjadi pemenuhan konsumsi.
Pembuat jam tangan terbesar di dunia, Swatch Group melaporkan penurunan tajam dalam penjualannya. Perusahaan tersebut juga melaporkan penurunan laba di tengah permintaan yang lemah di China.
Krisis properti yang berlangsung selama bertahun-tahun semakin dalam pada bulan Juni karena harga rumah baru turun. Kondisi tersebut menghancurkan kepercayaan konsumen dan membatasi kemampuan pemerintah daerah yang terbebani utang untuk menghasilkan dana segar melalui penjualan tanah.
Stimulus Ekonomi Analis memperkirakan pemangkasan utang dan peningkatan kepercayaan akan menjadi fokus utama pertemuan kepemimpinan ekonomi utama di Beijing pada pekan ini. Di sisi lain para analis menilai penyelesaian salah satu masalah dapat menyulitkan untuk memperbaiki masalah lainnya.
Banyak Analis Ambisius
Pemerintah China menargetkan pertumbuhan ekonomi sekitar 5,0 persen pada 2024. Hal itu merupakan target yang menurut banyak analis ambisius dan mungkin memerlukan lebih banyak stimulus.
Perlambatan pertumbuhan yang lebih tajam dari perkiraan pada kuartal kedua mendorong Goldman Sachs menurunkan perkiraan pertumbuhan China pada 2024 menjadi 4,9 persen dari 5,0 persen. “Untuk mengatasi permintaan domestik yang lemah, kami yakin pelonggaran kebijakan lebih lanjut diperlukan hingga akhir tahun ini, terutama di bidang fiskal dan perumahan,” kata ekonom Goldman Sachs, yang dipimpin oleh Lisheng Wang.
Pertumbuhan ekonomi Cina pada kuartal kedua jauh di bawah harapan, terutama akibat penurunan yang berkepanjangan di sektor properti. Hal ini memunculkan spekulasi bahwa pemerintah perlu mengeluarkan lebih banyak stimulus untuk memulihkan perekonomian. Pada periode April-Juni 2024, ekonomi Cina tumbuh 4,7 persen, laju terendah sejak kuartal pertama 2023 dan lebih rendah dari ekspektasi 5,1 persen menurut jajak pendapat Reuters. Pertumbuhan ini juga melambat dibandingkan dengan 5,3 persen pada kuartal sebelumnya.
Sektor konsumen menjadi perhatian utama, dengan penjualan ritel turun ke level terendah dalam 18 bulan akibat tekanan deflasi yang mendorong perusahaan untuk menurunkan harga berbagai barang, termasuk mobil dan pakaian. Lynn Song, Kepala Ekonom ING untuk Greater China, menyatakan bahwa data PDB yang mengecewakan menunjukkan tantangan besar dalam mencapai target pertumbuhan 5 persen.