KABARBURSA.COM – Pasar saham dunia melesat dan dolar Amerika melanjutkan pelemahan pada Selasa pagi, menyusul pernyataan Presiden AS Donald Trump soal kesepakatan gencatan senjata antara Iran dan Israel. Kabar itu disambut investor dengan suka cita, dan langsung memicu reli aset berisiko serta kejatuhan harga minyak mentah.
Lewat akun Truth Social-nya, Trump menyebut gencatan senjata bakal berlaku dalam waktu 12 jam. Jika tak ada pelanggaran, perang yang sudah berlangsung dua belas hari itu dianggap berakhir.
Pemerintah Iran sebelumnya telah mengonfirmasi Teheran menyetujui kesepakatan gencatan senjata. Namun Menteri Luar Negeri Iran mengingatkan, kesepakatan hanya berlaku jika Israel menghentikan serangan. Sampai berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak Israel.
Harga minyak langsung ambrol lebih dari 3 persen, setelah sehari sebelumnya sudah anjlok 9 persen akibat serangan balasan Iran ke pangkalan AS di Qatar yang tidak menimbulkan kerusakan atau korban. Situasi ini dinilai sebagai sinyal Iran menahan diri untuk tidak memperluas konflik.
Dengan ancaman gangguan di Selat Hormuz yang mulai reda, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) turun 3,4 persen ke level USD66,15 per barel, posisi terendah sejak 11 Juni.
“Pasar kini menganggap risiko eskalasi sudah selesai. Fokus investor akan beralih ke tenggat tarif perdagangan dalam dua pekan ke depan,” ujar analis TD Securities, Prashant Newnaha, dikutip dari Reuters di Jakarta, Selasa, 24 Juni 2025.
Ia memperkirakan, resolusi cepat di Timur Tengah akan meningkatkan harapan untuk penyelesaian sengketa dagang yang lebih cepat pula.
Euforia pasar terlihat jelas. Kontrak berjangka S&P 500 naik 0,6 persen, Nasdaq menguat 0,9 persen, sementara EUROSTOXX 50 melonjak 1,3 persen. Indeks saham Asia seperti MSCI Asia-Pasifik di luar Jepang melesat 1,8 persen, sedangkan Nikkei Jepang naik 1,4 persen.
Di Asia Timur, saham blue chip China naik 1 persen dan Hang Seng Hong Kong menguat 1,7 persen. Reuters melaporkan, Jepang sedang mengatur kunjungan ketujuh delegasi tarif ke AS pada akhir Juni ini untuk menegosiasikan pencabutan tarif yang membebani ekonominya.
Di Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG dibuka di zona hijau setelah menguat 1,29 persen ke level 6.874. Hingga berita ini ditulis, IHSG terus menguat melampaui level 6.900-an.
Di pasar mata uang, dolar AS melemah 0,3 persen terhadap yen menjadi 145,70, setelah sempat menyentuh level tertinggi enam pekan di 148 yen. Euro pun naik 0,2 persen ke USD1,1594. Kedua mata uang ini diuntungkan dari turunnya harga minyak, sebab Jepang dan Uni Eropa sangat bergantung pada impor minyak dan LNG. Sebaliknya, AS adalah eksportir bersih energi.
“Pasar sudah sangat bersiap menghadapi kemungkinan risiko terburuk, tapi faktanya justru sebaliknya. Risiko besar itu tampaknya tak akan terjadi,” kata Chris Weston dari Pepperstone.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun naik tipis 2 basis poin ke 4,35 persen, setelah sehari sebelumnya sempat turun 5 bps. Wakil Ketua The Fed Michelle Bowman menyebut saat ini semakin mendekati waktu yang tepat untuk memangkas suku bunga, dengan memperhatikan risiko di pasar tenaga kerja.
Ketua The Fed Jerome Powell dijadwalkan memberi kesaksian di Kongres pada Selasa dan Rabu waktu setempat. Pasar masih melihat peluang pemangkasan suku bunga di akhir Juli sebesar 22 persen.
Sementara itu, harga emas turun tipis 0,6 persen ke level USD3.346 per ounce, seiring arus modal kembali masuk ke pasar saham.(*)