KABARBURSA.COM - Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Djatmiko Bris Witjaksono, mengatakan kebijakan tarif Amerika Serikat terhadap Indonesia tidak hanya mencakup tarif resiprokal sebesar 32 persen. Menurutnya, ada tiga lapis tarif yang diberlakukan, termasuk kenaikan tarif dasar baru sebesar 10 persen
"Kalau ada yang nanya berapa besarannya itu macam-macam, tergantung besaran tarif dan barangnya kan banyak, mungkin ada yang 0 persen, 5 persen dan 10 persen itu dinaikan menjadi 10 persen dengan tarif dasar yang baru," ujar Djatmiko dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Perdagangaan, Jakarta, Senin 21 April 2025.
Djatmiko menjelaskan tarif sebesar 10 persen telah mulai diberlakukan sejak 5 April 2025. Kebijakan tersebut diterapkan untuk seluruh negara tanpa terkecuali, selain Meksiko dan Kanada yang memiliki perjanjian dagang khusus melalui United States-Mexico-Canada Agreement (USMCA).
Terdapat kebijakan tarif resiprokal, di mana besaran tarif yang harus ditanggung Indonesia untuk ekspor ke Amerika Serikat mencapai 32 persen. Kebijakan ini sedianya akan mulai berlaku pada 9 Juli 2025. Namun, Djatmiko mengatakan penerapannya masih ditunda selama 90 hari. Ia belum dapat memastikan kelanjutan kebijakan tersebut setelah masa penundaan berakhir dan menyatakan bahwa perkembangannya akan dilihat kembali setelah periode tersebut usai.
"Kalau ditanya 'pak setelah 90 hari gimana?' saya enggak tahu, nanti kita liat 90 hari ke depan bagaimana," kata dia.
Ketiga, tarif sektoral yang akan dikenakan kepada beberapa komoditas khusus yakni baja, alumunium, otomotif, dan komponen otomotif sebesar 25 persen. Catatanya adalah jika kebijakan tarif sektoral diterapkan di negara tertentu maka tarif dasar baru dan resiprokal tidak diberlakukan untuk sektor khusus ini.
"Jadi kalau sektor ini satu negara sudah dikenakan tarif sektoral misalnya Indonesia ekspor baja atau aluminium ataupun otomotif dan komponennya, kemudian akan dikenakan tarif sektoral sebesar 25 persen maka tarif dasar baru dan resiprokel tidak akan dikenakan," ucapnya.
Indonesia Desak AS Berikan Tarif Seimbang
Pemerintah Indonesia mendesak Amerika Serikat agar memberikan perlakuan tarif yang lebih adil terhadap produk-produk unggulan ekspor asal Indonesia. Desakan ini muncul dalam rangkaian negosiasi bilateral yang tengah berlangsung antara kedua negara, menyusul kebijakan tarif tambahan yang diterapkan oleh Paman Sam.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan dalam proses perundingan tersebut, kedua belah pihak telah menyampaikan harapannya masing-masing, khususnya terkait penyesuaian tarif yang dianggap tidak lagi kompetitif bagi Indonesia.
“Tentu Amerika sudah menyampaikan apa yang mereka harapkan. Tentu paket pertama yang terkait dengan tarif diharapkan bisa menjadi tarif yang berimbang. Hal yang sama juga diminta oleh Indonesia,” ujar Airlangga beberapa waktu lalu.
Airlangga menegaskan, Indonesia meminta agar 20 produk ekspor unggulannya yang masuk ke pasar AS tidak dikenai tarif lebih tinggi dibandingkan negara-negara pesaing, baik dari kawasan ASEAN maupun non-ASEAN. Produk-produk tersebut antara lain meliputi tekstil, garmen, alas kaki, furniture, dan produk perikanan seperti udang.
“Apabila Amerika sudah diberikan tarif yang berimbang, maka Indonesia juga mengharapkan kepada 20 produk unggulan Indonesia yang diekspor ke Amerika untuk diberikan tarif yang seimbang pula. Tarif tersebut tidak lebih tinggi daripada negara-negara pesaing Indonesia,” tegasnya.
Selain menyangkut tarif, Airlangga juga mengungkapkan bahwa dalam pembahasan negosiasi terdapat sejumlah permintaan dari pihak Amerika terkait non-tariff measures atau hambatan non-tarif. Pemerintah Indonesia, kata dia, telah menindaklanjuti dengan menyampaikan dokumen respons resmi terhadap isu-isu tersebut.
“Yang kedua, terkait dengan non-tariff measures, ada beberapa hal yang diminta, dan untuk itu Indonesia sudah menyampaikan dokumen sebagai respons terhadap hal-hal yang terkait dengan non-tariff measures tersebut,” jelasnya.
Tarif Ekspor Produk Unggulan RI Tembus 47 Persen
Airlangga pun sempat membeberkan imbas tarif tambahan tersebut tarif masuk produk-produk unggulan RI kini lebih lebih tinggi dibandingkan beberapa negara pesaing.
"Saat sekarang untuk produk ekspor utama Indonesia seperti garment, alas kaki, tekstil, furniture, dan udang itu menjadi produk yang Indonesia mendapatkan tarif biaya masuk lebih tinggi dibandingkan beberapa negara pesaing baik dari ASEAN maupun non-ASEAN negara," ungkap dia dalam konferensi pers yang digelar secara daring, Jumat 18 April 2025.
Ia pun merinci tarif dasar yang dikenakan untuk produk unggulan seperti tekstil, garmen, dan alas kaki sebelumnya dikenai tarif dasar antara 10 hingga 37 persen.
Namun, sejak awal April, adanya tambahan tarif sebesar 10 persen membuat total bea masuk melonjak menjadi antara 20 hingga 47 persen, tergantung pada jenis produknya
Ia menegaskan, penerapan tarif yang lebih tinggi terhadap produk unggulan tersebut membuat posisi produk Indonesia menjadi kurang kompetitif.
“Dengan berlakunya tarif selama 90 hari untuk 10 persen, maka tarif rata-rata Indonesia untuk khusus di tekstil, garment ini kan antara 10 persen sampai dengan 37 persen. Maka dengan diberlakukannya 10 persen tambahan, maka tarifnya itu menjadi 10 ditambah 10 ataupun 37 ditambah 10,” katanya.(*)