KABARBURSA.COM - Bursa saham Amerika Serikat berakhir di zona merah pada penutupan perdagangan Jumat, 26 September 2025. Sebagian besar sektor di indeks S&P 500 mengalami tekanan.
Data ekonomi yang menunjukkan klaim pengangguran menurun dan pertumbuhan PDB kuartal II direvisi lebih tinggi, menambah kebingungan investor terkait arah pemangkasan suku bunga Federal Reserve, sehingga sentimen pasar kembali tertekan.
Wall Street mencatat pelemahan moderat setelah rilis data terbaru menimbulkan ketidakpastian mengenai arah kebijakan moneter bank sentral.
Dow Jones Industrial Average ditutup turun 173,96 poin atau 0,38 persen ke 45.947,32. Indeks S&P 500 melemah 33,25 poin atau 0,50 persen ke level 6.604,72. Sementara Nasdaq Composite kehilangan 113,16 poin atau 0,50 persen ke posisi 22.384,70.
Tekanan pasar terjadi setelah data klaim awal tunjangan pengangguran turun 14.000 menjadi 218.000 untuk pekan yang berakhir 20 September. Angka ini, bersama dengan revisi PDB kuartal II yang menunjukkan pertumbuhan 3,8 persen berkat konsumsi rumah tangga dan investasi bisnis, memunculkan keraguan apakah The Fed akan melanjutkan pelonggaran moneter dalam waktu dekat.
Chicago Fed President Austan Goolsbee menegaskan, ia masih berhati-hati terkait pemangkasan terlalu cepat, mengingat risiko inflasi yang belum benar-benar mereda.
Pernyataan itu kontras dengan langkah The Fed pekan lalu yang memangkas suku bunga 25 basis poin, pemangkasan pertama sejak Desember lalu, sekaligus memberi sinyal peluang pemotongan tambahan di sisa tahun ini.
Pasar kini menilai probabilitas pemangkasan suku bunga 25 bps pada pertemuan Oktober turun menjadi 83,4 persen, dari sekitar 92 persen sehari sebelumnya, berdasarkan CME FedWatch Tool. Investor juga menunggu rilis data inflasi PCE, ukuran inflasi favorit The Fed, yang akan dirilis Jumat, untuk mencari petunjuk lebih lanjut mengenai arah kebijakan moneter.
S&P, Nasdaq, Dow Jones Tertekan
Di sektor saham, tekanan terjadi hampir merata. Dari 11 sektor utama S&P 500, sebagian besar berakhir negatif. Namun, sektor energi naik 0,9 persen didorong penguatan harga minyak, sementara sektor teknologi mampu bertahan dengan kenaikan tipis 0,03 persen.
Intel menjadi bintang di sektor teknologi setelah sahamnya melesat 8,9 persen usai laporan Wall Street Journal menyebutkan perusahaan itu sedang menjajaki potensi investasi atau kemitraan dengan Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC).
Sebaliknya, kinerja sejumlah emiten besar membebani indeks. Saham CarMax anjlok 20,1 persen setelah melaporkan laba kuartal II yang lebih rendah dari perkiraan, menandai tantangan sektor otomotif bekas di tengah kondisi konsumen yang masih berhati-hati.
Accenture juga turun 2,7 persen meski pendapatannya melampaui ekspektasi, mencerminkan kekhawatiran investor terhadap prospek bisnis jasa konsultasi.
Valuasi pasar saham AS juga menjadi sorotan. Rasio forward price-to-earnings (P/E) S&P 500 dinilai berada di level tinggi, mempersempit ruang reli lebih lanjut kecuali didukung kinerja laba yang lebih kuat.
Rick Meckler, partner di Cherry Lane Investments, menilai valuasi memang mahal, tetapi dominasi sektor teknologi besar masih menjadi penopang sentimen positif. "Satu hal yang tampak jelas adalah pemerintah tampaknya akan membiarkan perusahaan big tech semakin besar," ujarnya.
Secara keseluruhan, aktivitas perdagangan mencerminkan dominasi tekanan jual. Di NYSE, jumlah saham yang turun mengalahkan yang naik dengan rasio 3,11 banding 1. Ada 110 saham mencatat level tertinggi baru dan 109 saham menyentuh titik terendah baru.
Di Nasdaq, 3.502 saham melemah dibanding 1.166 yang menguat, dengan rasio penurunan 3 banding 1. Volume perdagangan di bursa AS mencapai 19,58 miliar saham, lebih tinggi dari rata-rata 17,99 miliar dalam 20 sesi terakhir.
Pasar saham AS kini berada dalam posisi menunggu data inflasi PCE dan laporan ketenagakerjaan bulanan yang akan datang. Ketidakpastian arah kebijakan moneter membuat investor cenderung berhati-hati, meskipun prospek pertumbuhan ekonomi masih solid.
Dengan valuasi yang tinggi dan ekspektasi laba yang belum sepenuhnya meyakinkan, volatilitas diperkirakan tetap tinggi dalam beberapa pekan mendatang.
Sektor energi dan teknologi besar berpotensi menjadi penopang, sementara saham-saham berbasis konsumsi kemungkinan menghadapi tekanan lebih lanjut.(*)