Logo
>

BBRI dan BMRI Direkomendasikan Usai BI Rate Dipangkas, Intip Kinerjanya

Ditulis oleh Hutama Prayoga
BBRI dan BMRI Direkomendasikan Usai BI Rate Dipangkas, Intip Kinerjanya

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Saham-saham perbankan siap menyambut sentimen positif penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI Rate sebesar 25 basis points (bps) menjadi 5,75 persen pada Rabu, 15 Januari 2025. Hal ini membuat saham sektor tersebut menjadi pilihan untuk dikoleksi.

    Pada penutupan perdagangan kemarin, Rabu, 15 Januari 2025, saham big cap perbankan mencatat kenaikan signifikan kemarin. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) ditutup lebih tinggi masing-masing 2,89 persen, 6,48 persen, 7,63 persen, dan 6,78 persen.

    Melihat kondisi tersebut, analis Stocknow.id Hendra Wardana menilai hanya dua emiten yang dapat memanfaatkan kondisi positif ini yakni BMRI dan BBRI. Alasannya, dua saham ini memiliki prospek penguatan yang menarik usai suku bunga acuan BI dipangkas. Ia menyampaikan pula target harga kedua emiten big caps itu.

    "BBRI dengan target harga 4.240, BMRI di 6.000," ujar Hendra dalam keterangannya kepada Kabarbursa.com di Jakarta, Kamis, 16 Januar 2025.

    Meski penurunan suku bunga ini sentimen positif, Hendra mengimbau para investor tetap waspada terhadap perkembangan global yang dapat mempengaruhi pasar, seperti kebijakan Federal Reserve (The Fed) dan data ekonomi Amerika Serikat (AS). "Untuk mengoptimalkan portofolio mereka di tengah momentum positif ini," tandasnya.

    Kinerja BBRI

    Merujuk data perdagangan Stockbit, Kamis, 16 Januari 2025, BBRI menunjukkan kinerja positif sepanjang satu pekan terakhir dengan performa 4,22 persen. Hal ini menunjukkan adanya perbaikan jika melihat data kinerja selama sebulan terakhir dengan 1,18 persen.

    Laporan kinerja keuangan terbaru BBRI menunjukkan sejumlah indikator keuangan yang mencerminkan soliditas perusahaan. Dalam segmen solvabilitas, rasio utang terhadap ekuitas (Debt to Equity Ratio) pada kuartal terakhir tercatat sangat rendah, yaitu 0,01, menunjukkan posisi keuangan yang sangat stabil.

    Dari sisi profitabilitas, Return on Assets (ROA) BBRI mencapai 3,12 persen, sementara Return on Equity (ROE) tercatat sebesar 18,92 persen dalam 12 bulan terakhir (TTM).

    Laba kotor perusahaan juga menunjukkan performa gemilang dengan margin laba kotor sebesar 69,47 persen, margin laba operasional 37,26 persen, dan margin laba bersih 29,35 persen.

    Menariknya, BBRI juga menawarkan daya tarik besar bagi investor dengan dividen yang tinggi. Total dividen yang dibagikan selama 12 bulan terakhir mencapai Rp454 per saham, dengan rasio pembayaran dividen (Payout Ratio) sebesar 114,51 persen dan tingkat hasil dividen (Dividend Yield) mencapai 10,81 persen. Adapun tanggal ex-dividen terbaru yang diumumkan adalah 27 Desember 2024.

    Kinerja yang solid dan pembagian dividen yang besar ini semakin memperkuat posisi BBRI sebagai salah satu pilihan utama bagi investor yang mencari stabilitas sekaligus imbal hasil yang menarik di pasar modal.

    Kinerja BMRI

    Hal serupa juga dialami BMRI yang menunjukan kinerja positif selama satu pekan terakhir dengan performa 4,35 persen.

    Saham MRI terus menunjukkan performa keuangan yang solid berdasarkan data terbaru Stockbit.

    Dari sisi solvabilitas, BMRI memiliki Rasio Debt to Equity (quarter) sebesar 0,04. Angka ini mencerminkan struktur permodalan BMRI yang sangat sehat dengan tingkat utang terhadap ekuitas yang rendah, sehingga mengindikasikan risiko keuangan yang minimal.

    Sementara dari sisi profitabilitas, Return on Assets (ROA)  2,50 persen, sedangkan Return on Equity (ROE)  21,32 persen dalam 12 bulan terakhir.

    Adapun Gross Profit Margin (Quarter) BMRI 62,40 persen, Operating Profit Margin (Quarter): 50,27 persen, dan Net Profit Margin (Quarter): 37,52 persen

    Profitabilitas yang ditunjukkan BMRI mengindikasikan efisiensi tinggi dalam mengelola aset dan menghasilkan laba bagi pemegang saham. Rasio Net Profit Margin sebesar 37,52 persen mencerminkan kemampuan bank untuk menjaga profitabilitas dalam kegiatan operasionalnya.

    Penurunan BI Rate 25 Bps

    Keputusan Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 basis poin (bps) dari 6 persen menjadi 5,75 persen  disambut positif oleh pelaku industri perbankan. Pengamat Ekonomi Paul Sutaryono, menyebut langkah ini sebagai “kado istimewa” bagi sektor perbankan nasional di awal tahun 2025.

    Paul menilai, penurunan suku bunga tersebut didorong oleh rendahnya inflasi yang tercatat sebesar 1,57 persen hingga akhir Desember 2024. Angka ini jauh di bawah target inflasi 2,5±1 perse  yang ditetapkan pemerintah pada tahun 2024.

    Menurutnya, kebijakan ini juga menjadi instrumen penting dalam menahan laju kenaikan harga kebutuhan pokok yang dipicu oleh kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 peraen menjadi 12 persen

    “Sudah barang tentu hal itu menjadi salah satu instrumen untuk mengerem harga kebutuhan pokok. Adalah tugas pemerintah untuk mengendalikan harga tersebut dengan menyediakan kecukupan barang dan kelancaran pengiriman,” ujar Paul saat dihubungi Kabarbursa.com melalui telepon, Kamis 16 Januari 2025.

    Paul menambahkan, penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sangat diharapkan, setidaknya sebesar 1 persen. Penurunan suku bunga ini diharapkan turut menurunkan suku bunga kredit perbankan karena biaya dana (cost of fund) menjadi lebih rendah. Kondisi ini berpotensi memperlonggar likuiditas perbankan, sehingga penyaluran kredit dapat lebih optimal.

    Sementara itu, Pengamat Ekonomi Arianto Muditomo, menilai keputusan BI ini sebagai strategi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi domestik. Penurunan suku bunga diharapkan dapat menurunkan biaya pinjaman, meningkatkan konsumsi rumah tangga, memperbesar investasi, dan memperkuat penyaluran kredit perbankan. Ia menyebut sektor properti, otomotif, dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) akan menjadi pihak yang paling diuntungkan dari kebijakan ini.

    Namun, Arianto juga mengingatkan adanya risiko yang perlu diwaspadai. Penurunan suku bunga dapat mengurangi daya tarik aset berbasis rupiah, sehingga berpotensi memicu arus keluar modal asing dan menekan nilai tukar rupiah. Apalagi, prospek penguatan dolar AS pasca-pelantikan Presiden Donald Trump, yang diiringi ekspektasi kebijakan fiskal ekspansif di Amerika Serikat, semakin memperbesar tekanan terhadap rupiah.

    “Dengan nilai tukar rupiah yang sudah lemah terhadap dolar AS, risiko tekanan inflasi impor meningkat. Apalagi, prospek penguatan dolar AS pasca-pelantikan Trump, didorong ekspektasi kebijakan fiskal ekspansif di AS, dapat memperbesar tekanan terhadap rupiah,” jelas Arianto.

    Dia juga menekankan bahwa dampak positif kebijakan ini terhadap daya beli masyarakat tidak akan terasa secara langsung. Namun, bila biaya pinjaman turun, produktivitas meningkat, dan suplai barang di pasar bertambah, harga barang akan terkoreksi turun sesuai hukum ekonomi klasik. Saat itulah daya beli masyarakat diperkirakan akan membaik.

    “Dampak pada daya beli masyarakat tidak akan terlihat secara langsung, yaitu bila biaya pinjaman menurun dan produktivitas meningkat serta suplai barang di pasar naik, maka harga turun (hukum ekonomi klasik). saat itulah daya beli masyarakat akan meningkat,” tutup Arianto. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Hutama Prayoga

    Hutama Prayoga telah meniti karier di dunia jurnalistik sejak 2019. Pada 2024, pria yang akrab disapa Yoga ini mulai fokus di desk ekonomi dan kini bertanggung jawab dalam peliputan berita seputar pasar modal.

    Sebagai jurnalis, Yoga berkomitmen untuk menyajikan berita akurat, berimbang, dan berbasis data yang dihimpun dengan cermat. Prinsip jurnalistik yang dipegang memastikan bahwa setiap informasi yang disajikan tidak hanya faktual tetapi juga relevan bagi pembaca.