KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah mengalami penurunan signifikan dalam beberapa hari terakhir. Situasi politik dan ekonomi dianggap sebagai pemicu utama dari tren penurunan ini.
Pada hari Rabu, 3 April 2024, IHSG ditutup dengan penurunan sebesar 70,14 poin atau setara dengan 7.166,84 poin.
Sehari sebelumnya, IHSG juga mengalami penurunan yang cukup tajam. Namun, pada akhirnya, indeks ditutup dengan kenaikan sebesar 31,92 poin atau 0,44 persen menjadi 7.236,98 pada akhir sesi perdagangan.
Pada awal pekan yang sama, yaitu pada hari Senin, 1 April 2024, IHSG ditutup dengan penurunan sebesar 1,15 persen menjadi level 7.205,06. Bahkan, pada siang harinya, IHSG sempat mengalami penurunan hingga 1,85 persen.
Akibat kondisi ini, IHSG telah turun sebesar 1,46 persen sejak awal tahun.
Direktur Bursa Efek Indonesia, Irvan Susandy, mengakui bahwa IHSG memang mengalami tren penurunan, bahkan mencapai 1 persen selama dua minggu terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa situasi politik dan ekonomi saat ini mempengaruhi pasar saham secara signifikan.
"Sejalan dengan hal tersebut, terjadi arus keluar modal asing (net sell) dalam dua minggu terakhir, sebesar Rp5,26 triliun, meski masih tercatat net buy Rp22,29 triliun sejak awal tahun," jelas Irvan, dikutip Kamis 4 April 2024.
Menurutnya, ada beberapa faktor pemicu penurunan IHSG dan aksi jual investor asing tersebut.
Pertama, sidang MK terkait hasil Pemilu semakin memanas. Hasil pemilu 2024 telah diumumkan pada tanggal 20 Maret 2024 dan menetapkan pasangan Prabowo-Gibran sebagai pemenang.
Akan tetapi, hingga saat ini kandidat calon presiden dan wakil presiden Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud masih menggugat kepada MK terkait tudingan politisasi bansos dan APBN yang dilakukan menjelang pemilu 2024.
MK pun setuju untuk memanggil empat menteri kabinet Jokowi, yaitu Menko Perekonomian RI, Menkeu RI, Menko PMK RI, dan Mensos RI.
Kedua, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mengakhiri kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan terdampak Covid-19 pada 31 Maret 2024.
Berakhirnya kebijakan itu sejalan dengan pencabutan status pandemi Covid-19 oleh pemerintah pada Juni 2023. Hal ini juga didukung oleh aktivitas ekonomi masyarakat yang terus meningkat dengan terkendalinya inflasi dan tumbuhnya investasi.
Ketiga, masa pembagian dividen perusahaan tercatat yang disertai oleh repatriasi dividen. Cum date atau hari terakhir pembelian saham beberapa perusahaan tercatat besar, terutama pada sektor perbankan, jatuh pada bulan Maret 2024, antara lain: BBRI (13 Maret), BBNI (14 Maret), BMRI (19 Maret), dan BBCA (22 Maret).
Hingga 26 Maret 2024, keempat bank tersebut merupakan 4 perusahaan yang mengalami net buy asing tertinggi sepanjang 2024. Namun, saham keempatnya mengalami penurunan harga yang cukup signifikan pada hari Senin 1 April 2024 ketika IHSG mengalami tekanan lebih dari 2 persen (dtd), yakni BBRI (-2,07 persen), BBNI (-4,24 persen), BMRI (-4,83 persen), dan BBCA (-2,23 persen).
Pembagian dividen juga diiringi dengan masa repatriasi dividen dari dalam negeri kepada investor asing yang memegang saham dalam negeri. "Hal ini turut menjadi faktor pelemahan rupiah," imbuh Irvan.
Keempat, aktivitas transaksi yang cenderung menurun menjelang periode libur panjang. Tren aktivitas transaksi cenderung menurun khususnya mendekati Libur Lebaran. Hal ini dikarenakan adanya peniadaan aktivitas transaksi sejak 8 April – 15 April 2024.
Kelima, technical correction. Aksi koreksi yang terjadi setelah akumulasi kenaikan berturut-turut (reli) yang sempat mendorong IHSG sebelumnya hingga mencetak all time high pada 14 Maret 2024 (7.433,32).
Keenam, data inflasi yang mengalami kenaikan. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan Maret mencapai 3,05 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 2,75 persen (yoy).
Kenaikan inflasi bulan Maret 2024 salah satunya didorong oleh inflasi kelompok makanan, minuman, dan tembakau.
Ketujuh, mata uang Rupiah mengalami tekanan yang cukup signifikan sepanjang 2024. Adapun depresiasi rupiah dipengaruhi beberapa faktor.
Antara lain, tren penguatan dolar AS yang dipengaruhi oleh data-data ekonomi AS yang tetap solid di tengah inflasi yang masih tinggi, sehingga kebijakan suku bunga AS diprediksi masih akan ditahan tinggi untuk sementara waktu; eskalasi ketegangan geopolitik dan volatilitas yang mendorong penguatan dolar AS sebagai salah satu safe haven; masa repatriasi dividen dari dalam negeri.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.