KABARBURSA.COM - PT Charlie Hospital Semarang (RSCH) memastikan kesiapan dalam mengantisipasi potensi lonjakan wabah pasca-meningkatnya kasus di kawasan Asia Tenggara. Direktur Utama RSCH, Junianto, menegaskan bahwa pihaknya telah memiliki pengalaman mitigasi sejak awal pandemi COVID-19 pada 2020.
“Dari pengalaman 2020, kami sudah siap menangani, termasuk kolaborasi dengan pemerintah dan rumah sakit lainnya,” ujar Junianto kepada KabarBursa.com pada Selasa, 10 Juni 2025.
RSCH juga menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor, terutama dengan institusi sosial dan fasilitas kesehatan di wilayah Jawa Tengah. Rumah sakit ini akan tetap menjalankan seluruh prosedur penanganan sesuai standar yang berlaku.
“Kami akan berupaya, berkoordinasi, dan kami yang akan mengeksekusi di lapangan,” jelasnya.
Menanggapi pertanyaan soal ekspansi, RSCH saat ini masih memfokuskan diri pada peningkatan performa layanan di wilayah Jawa Tengah. Setelah menerima pasien BPJS sejak Juli lalu, manajemen masih akan mengkaji ekspansi secara bertahap.
“Ekspansi pasti ada, tapi kami akan rapatkan dulu dengan komisaris dan pemegang saham,” ujarnya singkat.
RSCH juga meminta peran aktif masyarakat dalam mencegah penyebaran wabah melalui kepatuhan terhadap protokol kesehatan.
“Kami minta masyarakat ikut menjaga. Kalau terjadi lonjakan, kami siap sebagai garda terakhir,” kata Junianto.
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menerbitkan surat edaran kewaspadaan COVID-19 meski kasus harian di Indonesia masih tergolong rendah.
Langkah tersebut dinilai sebagai bentuk antisipasi pemerintah terhadap potensi lonjakan kasus baru dan berdampak langsung pada sektor kesehatan, termasuk saham farmasi dan rumah sakit.
Analis pasar modal dari Traderindo, Wahyu Laksono, menilai bahwa edaran ini bersifat preventif dan berfungsi sebagai penanda bahwa pemerintah belajar dari pengalaman pandemi sebelumnya.
“Pencegahan lonjakan kasus yang lebih besar menjadi poin utama. Meskipun kasus harian kecil, potensi gelombang bisa terjadi jika muncul varian baru yang lebih menular atau jika disiplin prokes (protokol kesehatan) menurun drastis,” ujar Wahyu kepada Kabarbursa.com, Selasa, 3 Juni 2025.
Ia menambahkan bahwa edaran Kemenkes ini bertujuan menjaga agar Indonesia tidak kembali ke situasi krisis seperti masa awal pandemi. Di sisi lain, kebijakan ini juga penting untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional.
“Lonjakan kasus bisa berdampak pada produktivitas ekonomi. Absensi karyawan karena sakit atau isolasi bisa mengganggu rantai pasok. Edaran ini menjadi upaya menjaga ritme ekonomi tetap berjalan normal,” katanya.
Selain itu, Wahyu menyebut bahwa stabilitas sektor kesehatan menjadi penopang penting bagi kepercayaan investor dan konsumen. “Kalau publik melihat pemerintah siap menghadapi potensi gelombang baru, maka kepercayaan terhadap iklim investasi akan tetap terjaga,” imbuhnya.
Lonjakan kasus di beberapa negara Asia Tenggara seperti Thailand dan India, menurut Wahyu, menjadi indikator penting bagi Indonesia. Mobilitas antarnegara, karakteristik varian baru yang lebih menular seperti JN.1, KP.3, LB.1, hingga tingkat imunitas yang menurun, bisa memperbesar risiko penyebaran virus ke dalam negeri.
“Singkatnya, lonjakan di negara tetangga adalah peringatan dini. Indonesia harus tetap waspada dan proaktif,” ujar dia.
Menanggapi potensi kebijakan lanjutan, Wahyu memperkirakan pemerintah bisa kembali aktif dalam pengadaan vaksin booster dan obat antivirus jika situasi memburuk. “Target utamanya adalah kelompok rentan. Lansia, tenaga medis, dan mereka yang punya komorbid akan jadi prioritas,” jelasnya.
Ia menambahkan, selain vaksin, obat antivirus seperti Paxlovid dan Molnupiravir akan tetap menjadi bagian strategi mitigasi. Tidak menutup kemungkinan pula, jika terjadi lonjakan besar, mandat vaksinasi bisa kembali diberlakukan untuk aktivitas tertentu.
Dari sisi fiskal, edaran Kemenkes ini bisa menjadi titik awal peningkatan belanja negara untuk sektor kesehatan. Wahyu memperkirakan, jika terjadi lonjakan kasus, belanja akan difokuskan ke pengadaan alat kesehatan, obat-obatan, layanan rumah sakit, hingga program vaksinasi.
“Bahkan tanpa lonjakan besar, pemerintah tetap akan mengalokasikan anggaran untuk penguatan sistem kesehatan, termasuk pengembangan laboratorium, surveilans penyakit, dan stok strategis alat kesehatan. Ini jadi peluang jangka panjang bagi sektor kesehatan,” ujarnya.
Terkait valuasi saham-saham kesehatan, Wahyu menyatakan bahwa pasar saat ini telah mengantisipasi kabar baik minor seperti edaran Kemenkes.
“Periode COVID-19 windfall sudah berlalu. Saham farmasi dan rumah sakit sudah mengalami normalisasi pendapatan. Jadi, dalam jangka pendek, sebagian besar sudah priced-in,” terangnya.
Namun, ia menilai masih ada peluang undervalued pada saham-saham yang memiliki prospek pertumbuhan jangka panjang yang kuat, efisiensi operasional yang baik, dan posisi strategis dalam transformasi kesehatan nasional.
Untuk 2025–2026, Wahyu memetakan tiga kategori saham sektor kesehatan yang memiliki potensi earning per share (EPS) dan margin terbaik:
1. Farmasi dengan portofolio produk luas dan inovasi
Contoh: PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) dan PT Pyridam Farma Tbk (PYFA), yang aktif dalam R&D serta memiliki produk di segmen resep, OTC, suplemen, hingga vaksin non-COVID.
2. Grup rumah sakit dengan ekspansi jaringan dan efisiensi operasional
Contoh: PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA) dan PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL) yang dikenal dengan efisiensi layanan dan pembangunan rumah sakit baru.
3. Perusahaan alat kesehatan dan diagnostik berbasis teknologi
Meski belum banyak di pasar publik Indonesia, menurut Wahyu, sektor ini menarik jika menyediakan alat canggih atau solusi digital kesehatan seperti telemedicine dan AI diagnostik.
“Untuk menemukan saham terbaik, investor harus melihat proyeksi EPS non-COVID, margin keuntungan, struktur keuangan, tata kelola, valuasi, dan prospek jangka panjang. Kabar kesehatan akan naik daun lagi harus direspons realistis: bukan karena pandemi, tapi karena fundamental yang kuat,” ujar Wahyu.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.