KABARBURSA.COM - Harga minyak dunia mengalami penurunan pada awal perdagangan pekan ini.
Berdasarkan laporan dari Bloomberg, Senin, 14 Oktober 2023, pada pukul 06.00 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November 2024 di New York Mercantile Exchange tercatat sebesar USD74,27 per barel. Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 1,70 persen dibandingkan dengan harga akhir pekan lalu yang berada di USD75,56 per barel.
Penurunan harga minyak ini dipicu oleh pengumuman terbaru dari Kementerian Keuangan China yang memperkenalkan insentif baru untuk mendorong konsumsi domestik.
Dalam sesi pengarahan, Kementerian Keuangan China menyatakan komitmennya untuk memberikan lebih banyak dukungan kepada sektor properti, yang diharapkan dapat menggerakkan kembali perekonomian negara tersebut.
Selain itu, ketegangan geopolitik di kawasan Timur Tengah, khususnya ancaman serangan balasan Israel terhadap Iran, terus membayangi pasar minyak global.
Baru-baru ini, serangan drone yang diluncurkan oleh Hizbullah mengakibatkan sekitar 67 orang terluka di Israel. Hal ini terjadi di tengah laporan bahwa Israel telah mempersempit daftar target potensial untuk balasan terhadap serangan rudal yang diluncurkan oleh Teheran.
Ketegangan ini menambah ketidakpastian yang ada di pasar minyak, meskipun harga minyak telah meningkat sekitar 9 persen sepanjang bulan ini, sebagian besar akibat prospek eskalasi konflik yang dapat mengganggu produksi minyak dari kawasan tersebut.
Sebagai catatan, fluktuasi harga minyak tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi domestik, tetapi juga oleh dinamika geopolitik yang seringkali sulit diprediksi. Investor dan analis pasar terus memantau situasi ini dengan cermat, mengingat dampaknya yang luas terhadap perekonomian global.
Dalam konteks ini, langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah China diharapkan dapat memberikan dorongan positif bagi pasar. Namun, ketidakpastian yang ditimbulkan oleh ketegangan di Timur Tengah tetap menjadi faktor yang harus diperhatikan oleh para pelaku pasar.
Secara keseluruhan, meskipun ada sinyal positif dari kebijakan ekonomi China, ancaman yang muncul dari konflik di Timur Tengah akan terus menjadi perhatian utama dalam perdagangan minyak global.
Hal ini menunjukkan betapa kompleksnya interaksi antara faktor ekonomi dan geopolitik dalam mempengaruhi harga minyak.
Para investor diharapkan dapat tetap waspada dan mengantisipasi perkembangan selanjutnya dalam pasar minyak, baik dari sisi ekonomi maupun politik. Ketidakpastian yang melingkupi pasar minyak global sering kali dipicu oleh berbagai faktor, mulai dari kebijakan OPEC, perubahan dalam permintaan global, hingga ketegangan geopolitik di negara-negara penghasil minyak utama.
Penting juga bagi investor untuk terus memantau indikator ekonomi yang dapat memengaruhi harga minyak, seperti pertumbuhan ekonomi di negara-negara besar, tingkat inflasi, dan perubahan dalam kebijakan moneter. Selain itu, pergeseran menuju energi terbarukan dan upaya untuk mengurangi emisi karbon dapat mempengaruhi permintaan jangka panjang terhadap minyak.
Irak Kurangi Produksi Minyak
Pada September 2024, pemerintah Irak mengambil langkah signifikan dengan mengurangi produksi minyak mentah di bawah kuota yang ditetapkan oleh Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC+). Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari komitmen Irak untuk menjaga keseimbangan pasar minyak global, meskipun pengurangan tersebut menempatkan produksi Irak di bawah tingkat yang disepakati dalam perjanjian OPEC+.
Menurut laporan perusahaan minyak Irak, SOMO (State Oil Marketing Organization), Irak mengurangi produksi minyak sebesar 260.000 barel per hari, sehingga total produksinya turun menjadi 3,94 juta barel per hari sepanjang September. Angka ini 60.000 barel per hari lebih rendah dari kuota yang ditetapkan oleh OPEC+. Keputusan ini juga dipengaruhi oleh upaya kepemimpinan OPEC+ yang terus mendorong anggotanya, termasuk Irak, untuk mematuhi pengurangan produksi yang telah dijanjikan sejak awal tahun.
Secara rinci, pengurangan produksi terjadi di dua wilayah utama Irak. Di wilayah Kurdistan, yang semi-otonom, produksi minyak berkurang sebesar 140.000 barel per hari. Sementara itu, di wilayah selatan Irak, yang menjadi pusat produksi minyak terbesar di negara ini, pengurangan mencapai 120.000 barel per hari. Ladang-ladang minyak utama seperti Majnoon di Basra dan Nasiriyah juga mengalami penurunan produksi yang signifikan.
Kepala Divisi Riset Pasar SOMO, Mohammed Al-Najjar, menjelaskan bahwa pengurangan sebesar 100.000 barel per hari dilakukan di ladang-ladang minyak di Basra, termasuk Majnoon, mulai 27 Agustus 2024. Selain itu, ladang minyak Nasiriyah turut berkontribusi dengan pengurangan 20.000 barel per hari.
Di Kurdistan, Menteri Sumber Daya Alam sementara, Mohammad Salih, juga mengumumkan bahwa produksi minyak di wilayah tersebut telah berkurang hingga 50 persen menjadi 140.000 barel per hari pada awal September.