KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali terperosok pada perdagangan sesi I Jumat 31 Mei 2024. Setelah sempat menguat nyaris 1 persen di awal sesi, IHSG berbalik arah dan melemah 0,66 persen ke posisi 6.987,51 pada pukul 10:10 WIB. IHSG bahkan terkoreksi ke level psikologis 6.900.
Nilai transaksi pada sesi I mencapai sekitar Rp 2,8 triliun, dengan 4,8 miliar saham berpindah tangan sebanyak 283.220 kali.
Sektor infrastruktur menjadi pemberat terbesar IHSG di sesi I hari ini, dengan penurunan mencapai 2,79 persen.
Beberapa saham menjadi penekan utama IHSG pada sesi I hari ini. Berikut daftarnya:
Saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) menjadi pemberat terbesar IHSG, dengan penurunan mencapai 34,9 indeks poin. Saham BREN kembali terkena auto reject bawah (ARB) pada sesi I, sudah tiga hari berturut-turut BREN mencetak ARB.
Hal ini disebabkan perdagangan saham BREN masih menggunakan sistem full call auction (FCA), karena saham ini masih berada di papan pemantauan khusus dan diberikan notasi khusus X oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).
Sebagai salah satu saham berkapitalisasi pasar besar (big cap), terus-menerusnya ARB pada saham BREN membuat IHSG sulit untuk bangkit kembali.
IHSG Tertekan
IHSG kembali ambles meski sentimen pasar cenderung membaik setelah imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) mulai melandai kemarin.
Yield obligasi pemerintah AS (US Treasury) acuan tenor 10 tahun turun 7 basis poin (bp) menjadi 4,55 persen, turun dari posisi tertingginya sejak awal Mei 2024.
Penurunan yield Treasury AS terjadi setelah data proyeksi kedua dari pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal I-2024 menunjukkan pertumbuhan lebih lambat dari perkiraan sebelumnya, dan data klaim pengangguran terbaru menunjukkan adanya kenaikan.
Departemen Perdagangan melaporkan PDB riil AS meningkat pada tingkat tahunan sebesar 1,3 persen pada kuartal pertama, turun dari perkiraan awal sebesar 1,6 persen, tetapi sedikit lebih buruk dibandingkan perkiraan Dow Jones sebesar 1,2 persen.
Pengurangan konsumsi, dari pertumbuhan 2,5 persen menjadi 2 persen, menjadi penyebab utama revisi penurunan tersebut.
Selain itu, data klaim pengangguran mingguan AS untuk periode pekan yang berakhir 25 Mei 2024 meningkat menjadi 219.000, dari sebelumnya 216.000 klaim pada April lalu.
Sistem FCA
Saat ini, perdagangan saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) menggunakan sistem full call auction (FCA). Hal ini karena BREN berada di papan pemantauan khusus dan diberikan notasi khusus X oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), menandakan saham ini dalam pemantauan intensif.
Akibatnya, investor yang memiliki saham BREN tidak bisa mengamati bid offer seperti pada perdagangan saham biasa. Bursa hanya menyajikan fitur IEP (Indicative Equilibrium Price) dan IEV (Indicative Equilibrium Volume).
Penerapan sistem FCA ini menimbulkan kontroversi sejak diterapkan akhir Maret lalu. Banyak investor merasa kesulitan karena tidak bisa lagi melihat posisi bid offer sepanjang perdagangan. Pada 25 Maret, BEI meluncurkan Papan Pemantauan Khusus tahap II yang menggunakan sistem full periodic call auction secara penuh.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI, Irvan Susandy, menjelaskan ada konsekuensi dari penerapan papan ini. Emiten yang masuk ke papan ini selama satu tahun berturut-turut bisa dikenakan suspensi oleh bursa. Namun, BEI akan mengevaluasi terlebih dahulu sebelum mengambil tindakan tersebut.
Irvan juga menyatakan bahwa bursa telah mensosialisasikan skema perdagangan baru ini kepada anggota bursa, sehingga diharapkan pelaksanaannya bisa berjalan lancar. Tujuan dari implementasi Papan Pemantauan Khusus adalah memberikan segmentasi khusus sesuai strategi investasi investor dan meningkatkan likuiditas saham.
Mekanisme Full Periodic Call Auction
Pada sistem full periodic call auction, seluruh saham dalam papan pemantauan khusus diperdagangkan dalam lima sesi per hari pada Senin-Kamis dan empat sesi pada Jumat. Perdagangan ini dilakukan dengan permintaan dan penawaran harga yang cocok pada jam tertentu, berdasarkan volume terbesar.
Mekanisme ini memungkinkan saham pada papan pemantauan khusus diperdagangkan hingga harga minimum Rp 1. Auto Rejection untuk saham dengan harga Rp 1 - Rp 10 sebesar Rp 1, sedangkan untuk saham di atas Rp 10 sebesar 10 persen.
Kriteria Saham Papan Pemantauan Khusus
Ada 11 kriteria untuk saham yang masuk dalam Papan Pemantauan Khusus:
- Harga rata-rata saham selama 6 bulan terakhir di bawah Rp 51,00.
- Opini tidak menyatakan pendapat (disclaimer) pada laporan keuangan auditan terakhir.
- Tidak membukukan pendapatan atau tidak ada perubahan pendapatan signifikan.
- Perusahaan tambang yang belum memperoleh pendapatan dari bisnis utama hingga tahun ke-4.
- Ekuitas negatif pada laporan keuangan terakhir.
- Tidak memenuhi persyaratan public float.
- Likuiditas rendah dengan transaksi harian rata-rata di bawah Rp 5 juta.
- Dalam kondisi dimohonkan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), pailit, atau pembatalan perdamaian.
- Anak perusahaan dengan kontribusi pendapatan material dalam kondisi serupa.
- Penghentian perdagangan lebih dari 1 hari bursa.
- Kondisi lain yang ditetapkan oleh Bursa dengan persetujuan atau perintah dari OJK.
BREN dan Dampaknya pada IHSG
Akibat suspensi lebih dari sehari, BEI memasukkan BREN ke dalam papan pemantauan khusus. Sejak Rabu lalu, BREN menggunakan sistem FCA, menyebabkan saham ini anjlok dan mencetak ARB selama tiga hari berturut-turut.
Dari harga tertinggi di atas Rp 12.175 per lembar saham hingga Rp 8.225 per lembar, BREN sudah kehilangan kapitalisasi pasar lebih dari Rp 400 triliun. Kasus ini menunjukkan potensi dampak besar pada IHSG, karena saham berkapitalisasi besar lain juga bisa mengalami nasib serupa jika terkena suspensi lebih dari sehari.
Penurunan BREN membuat IHSG sulit bangkit, meski beberapa saham big cap lainnya menguat. Mengingat BREN adalah saham dengan kapitalisasi pasar terbesar di Indonesia, pergerakannya sangat mempengaruhi IHSG. Jika BREN terus mengalami penurunan dan mencetak ARB, akan sangat sulit bagi IHSG untuk bangkit meskipun ada dukungan dari saham-saham perbankan raksasa.
Selain BREN, saham berkapitalisasi besar lainnya juga rentan terkena dampak serupa jika terjadi suspensi berkepanjangan. Situasi ini memperparah tekanan terhadap IHSG, yang sudah berjuang di tengah kondisi pasar yang tidak menentu.
Reaksi investor terhadap sistem FCA cukup beragam. Ada yang mengapresiasi transparansi dan segmentasi yang lebih jelas, sementara yang lain merasa terhambat oleh keterbatasan informasi bid offer. Sentimen negatif ini dapat mempengaruhi volume perdagangan dan likuiditas pasar secara keseluruhan.
BEI kemungkinan akan terus memantau efektivitas sistem FCA dan Papan Pemantauan Khusus. Evaluasi berkala dan umpan balik dari pelaku pasar akan sangat penting untuk memastikan kebijakan ini benar-benar melindungi investor tanpa menghambat dinamika pasar.
IHSG menghadapi tantangan besar dalam beberapa bulan ke depan. Stabilitas pasar sangat tergantung pada bagaimana regulator, emiten, dan investor merespons perubahan ini. Penurunan harga saham-saham besar seperti BREN bisa menjadi indikasi ketidakstabilan yang lebih luas jika tidak segera diatasi.
Situasi yang dihadapi oleh BREN dan dampaknya pada IHSG adalah refleksi dari dinamika kompleks pasar modal Indonesia. Kebijakan baru seperti sistem FCA memiliki tujuan baik untuk meningkatkan transparansi dan perlindungan investor. Namun, pelaksanaan dan dampaknya harus terus dievaluasi agar tidak menimbulkan efek samping yang merugikan.
Investor diharapkan tetap waspada dan mengikuti perkembangan terbaru dari kebijakan BEI serta dinamika pasar global yang turut mempengaruhi pergerakan IHSG. Dengan pemahaman yang baik dan strategi yang tepat, diharapkan pasar bisa kembali stabil dan tumbuh lebih sehat.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.