KABARBURSA.COM - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) menunjukkan tanda-tanda pemulihan operasional yang signifikan meskipun belum merilis laporan keuangan untuk kuartal kedua tahun 2024 akibat proses audit yang terkait dengan penerbitan hak memesan efek terlebih dahulu (rights issue) anak usahanya, GMF AeroAsia (GMFI).
Menurut analis Sinarmas Sekuritas, Isfhan Helmy, penerbitan rights issue ini merupakan bagian dari rencana besar untuk membentuk holding pariwisata nasional di bawah kendali pemerintah, yang berfokus pada sektor pariwisata melalui InJourneys.
"Rights issue GMFI diperkirakan mencapai sekitar 12 miliar saham baru atau setara 42 persen dari modal GMFI, yang saat ini mengoperasikan hanggar di lahan milik Angkasa Pura. Untuk menutup hak tersebut, Garuda berencana menggunakan penyertaan aset senilai Rp418 miliar," ungkap Isfhan dalam risetnya, yang dikutip Kamis, 19 September 2024.
Dengan asumsi harga rights issue sebesar Rp40 per saham, tutur dia, Garuda diprediksi akan mencatatkan keuntungan luar biasa sebesar Rp200 miliar dari penjualan aset tersebut.
Laba 2024 Berpotensi Positif
Jika langkah ini berhasil, Garuda diperkirakan akan membukukan laba bersih positif untuk tahun ketiga berturut-turut. Sinarmas Sekuritas memperkirakan laba bersih Garuda pada 2024 akan mencapai sekitar USD123 juta.
Meskipun angka ini lebih rendah dari USD252 juta yang dibukukan pada 2023, didukung oleh pembalikan penurunan nilai aset sebesar USD198 juta dan keuntungan dari pembelian kembali obligasi sebesar USD64 juta, pencapaian ini menunjukkan tren positif setelah bertahun-tahun menghadapi tantangan keuangan besar.
Menurut Isfhan, salah satu kunci keberhasilan Garuda dalam mempertahankan laba bersih positif terletak pada perbaikan operasional yang ditunjukkan pada kuartal kedua 2024.
"Berdasarkan perhitungan Sinarmas Sekuritas, Garuda berhasil memangkas kerugian operasional dari layanan penumpang menjadi USD37 juta pada kuartal kedua, turun signifikan dari USD51 juta pada periode yang sama tahun lalu," papar dia.
Peningkatan Load Factor Mendorong Kinerja Positif
Salah satu pendorong utama perbaikan ini adalah seat load factor (SLF) yang berhasil mencapai 81 persen pada kuartal II, setara dengan angka di kuartal terakhir 2023. Permintaan penumpang yang tinggi selama Idulfitri pada April 2024 turut memberikan kontribusi besar.
Berdasarkan segmen, penerbangan domestik full-service Garuda Indonesia mencatatkan SLF tertinggi sebesar 85 persen, bahkan mengungguli Citilink, anak perusahaan maskapai berbiaya rendah, yang mencapai SLF 80 persen. Untuk penerbangan internasional, SLF stabil di angka 72 persen.
Citilink sendiri mencatatkan kinerja yang kembali positif dengan EBIT (pendapatan sebelum bunga dan pajak) mencapai USD8 juta pada kuartal II, setelah sebelumnya mengalami kerugian pada kuartal pertama akibat musim rendah. Citilink berhasil mengangkut 6,3 juta penumpang sepanjang semester pertama 2024, naik 16 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Kinerja Citilink diperkirakan akan meningkat lebih lanjut di semester kedua 2024, didukung oleh penambahan armada pesawat dan penurunan harga bahan bakar. Citilink akan mengembalikan tiga unit Airbus A330 yang sebelumnya di-grounded untuk melayani rute-rute umrah, yang diprediksi akan meningkatkan pendapatan maskapai ini.
Selain itu, Garuda Indonesia juga mencatatkan peningkatan jumlah penumpang internasional sebesar 43 persen selama semester pertama 2024, meskipun persaingan ketat di antara maskapai regional telah menekan harga rata-rata tiket menjadi USD320 dari sebelumnya USD350. Garuda juga berhasil mengurangi kerugian operasional pada rute internasional menjadi USD27 juta pada kuartal II, turun dari USD44 juta pada 1Q24.
Rekomendasi Analis Saham GIAA
Melihat tren positif ini, Isfhan mengatakan, Sinarmas Sekuritas merekomendasikan Beli untuk saham Garuda Indonesia, dengan target harga Rp220 per saham dalam 12 bulan ke depan.
Menurut Helmy, dengan EV/EBITDA (Enterprise Value to EBITDA) hanya 1,7 kali, saham Garuda saat ini dinilai undervalued jika dibandingkan dengan EV/EBITDA rata-rata layanan penuh regional yang sebesar 3 kali.
"Manajemen Garuda juga sedang mengeksplorasi perubahan standar akuntansi ke Syariah, yang dapat menjadi solusi untuk menyelesaikan masalah ekuitas negatif perusahaan," pungkas dia.
Meskipun langkah ini kemungkinan tidak akan terealisasi tahun ini, perubahan ini dipandang sebagai salah satu upaya strategis untuk memperkuat kondisi keuangan perusahaan dalam jangka panjang.
Garuda Indonesia tampaknya berada di jalur pemulihan yang baik, dengan indikasi kuat akan membukukan laba positif untuk tahun ketiga berturut-turut. Dengan SLF yang meningkat, prospek penumpang yang stabil, serta langkah strategis seperti rights issue GMFI dan potensi perubahan standar akuntansi ke Syariah, Garuda diharapkan mampu memperkuat posisi finansialnya di masa depan. Sinarmas Sekuritas pun optimis, dengan merekomendasikan beli pada saham GIAA. (*)