KABARBURSA.COM – Ekonomi digital Indonesia memasuki fase kritis setelah satu dekade ekspansi. Menurut ekonom dari Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, tahun 2025 menjadi titik uji bagi perusahaan teknologi seperti PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) untuk membuktikan apakah mereka mampu menjadi motor penggerak transformasi ekonomi nasional atau hanya mengikuti tren pasar.
"Langkah efisiensi yang diambil GOTO, termasuk aksi korporasi dan buyback saham, memperlihatkan pergeseran serius ke arah profitabilitas. Ini bukan sekadar kalkulasi pasar modal, tetapi juga strategi bertahan dalam lanskap ekonomi digital yang semakin kompetitif," kata Syafruddin kepada KabarBursa.com, Senin, 16 Juni 2025.
GOTO telah menyelesaikan program buyback 2024–2025 sebanyak 32,18 miliar saham dan kini tengah menunggu persetujuan RUPSLB untuk buyback lanjutan senilai Rp3,33 triliun. Perubahan dalam susunan direksi dan komisaris pun menandai pergeseran arah strategis perusahaan.
“Langkah-langkah ini bukan tanda stagnasi, tapi refleksi dari kesadaran bahwa ekspansi saja tidak cukup. Sekarang pasar menuntut hasil nyata,” lanjut Syafruddin.
GOTO kini berada pada titik krusial untuk membuktikan bahwa seluruh infrastruktur digital yang telah dibangun, mulai dari transportasi, logistik, hingga pembayaran, mampu memberikan nilai tambah nyata bagi UMKM, konsumen, dan ekonomi nasional. Efisiensi logistik dan monetisasi layanan disebut menjadi dua fokus utama perusahaan ke depan.
Terkait rumor merger antara GOTO dan Grab yang mencuat di pasar, Syafruddin menilai hal tersebut sebagai refleksi spekulasi yang tak lepas dari ekspektasi konsolidasi bisnis digital di Asia Tenggara. “Jika terjadi, Indonesia berpotensi menjadi pusat gravitasi ekonomi digital regional. Tapi tentu ada tantangan regulasi lintas negara, perlindungan data, dan penyesuaian strategi pasar yang harus diperhatikan,” ujarnya.
Meski sejumlah strategi sudah dijalankan, harga saham GOTO dinilai masih belum mencerminkan potensi fundamental jangka panjangnya. Syafruddin menyebut adanya gap antara persepsi pasar dan kerja nyata yang dilakukan perusahaan.
“Investor masih menunggu pembuktian, bukan janji. Selama hasil nyata belum terlihat dalam kinerja keuangan dan pangsa pasar, saham GOTO akan tetap di bawah tekanan,” tegasnya.
Dalam konteks transformasi digital nasional, GOTO memainkan peran penting dalam mendigitalisasi UMKM, memperluas adopsi transaksi nontunai, serta menyederhanakan rantai pasok. Namun, tantangan struktural seperti ketimpangan infrastruktur digital, rendahnya literasi digital, dan regulasi yang belum optimal masih menghambat pencapaian potensi maksimal.
“Jika GOTO gagal mengonsolidasikan peran dan asetnya secara efektif, momen keemasan bisa lewat. Tapi jika mereka berhasil melampaui status unicorn dan menjadi penggerak utama, maka 2025 akan menjadi awal babak baru bagi ekonomi digital Indonesia,” tutup Syafruddin. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.