KABARBURSA.COM - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berisiko melemah pada perdagangan hari ini, perdagangan pertama setelah libur panjang perayaan Idulfitri. Ada spekulasi apakah mata uang Tanah Air bisa mencapai level Rp16.000/USD.
Pada perdagangan terakhir sebelum libur panjang, rupiah ditutup di level Rp15.848/USD. Namun, pada hari ini, Selasa 16 April 2024, ada kemungkinan rupiah akan mengalami pelemahan.
Di pasar forward, rupiah sudah diperdagangkan di level Rp16.081,6/USD. Pergerakan di pasar forward dapat memberikan gambaran tentang dinamika yang mungkin terjadi di pasar spot.
Secara teknikal nilai rupiah, kemungkinan melemah hari ini dengan target terdekat di level Rp15.900/USD. Jika tertembus, maka target selanjutnya ada di kisaran Rp16.000-16.050/USD.
Apabila support ini tertembus lagi, maka rupiah bisa makin lemah dengan menuju level Rp 16.100/USD.
Sementara target penguatan terdekat adalah Rp 15.800/USD. Penembusan di titik ini bisa membawa rupiah menguat lagi ke arah Rp 15.740/USD.
Adapun dalam tren jangka menengah (mid-term) rupiah masih ada potensi pelemahan lanjutan ke level Rp 16.200/USD.
Nasib rupiah hari ini akan ditentukan oleh Bank Indonesia (BI). Intervensi oleh MH Thamrin akan membuat depresiasi rupiah tidak terlalu dalam.
“BI kemungkinan akan melakukan stabilisasi jika rupiah menembus level psikologis Rp 16.000/USD. Pelemahan rupiah akan lebih disebabkan oleh tren depresiasi mata uang regional ketimbang faktor domestik,” kata Wei Liang Chang, Macro Strategist di DBS Bank Ltd.
Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas, menyebut Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan 6 mata uang utama dunia) menguat 1,45 persen sepanjang pekan lalu. Tanpa mempertimbangkan faktor lain (ceteris paribus), maka rupiah bisa dibuka melemah di Rp16.077/USD pada perdagangan besok.
“Pasar spot dan forward Indonesia dikenal dengan likuiditas yang tipis, sehingga rupiah rentan melemah saat level psikologis tertembus. Oleh karena itu, depresiasi ke arah Rp16.100-16.200/USD mungkin saja terjadi,” tegas Satria dalam risetnya.