Logo
>

Minyak Menguat, Pasar Tunggu Hasil Perundingan AS–China

Harga Brent dan WTI bertahan dekat level tertinggi 7 pekan, pasar menanti arah dari negosiasi dagang dua raksasa ekonomi dunia.

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Minyak Menguat, Pasar Tunggu Hasil Perundingan AS–China
Ilustrasi: Harga minyak global bertahan tinggi di tengah ketidakpastian perundingan dagang AS–China. Pasar menanti hasil negosiasi yang bisa gerakkan harga. Foto: KabarBursa/Abbas Sandji.

KABARBURSA.COM – Harga minyak dunia masih bertengger dekat level tertingginya dalam tujuh pekan pada Rabu, 11 Juni 2025, dini hari WIB. Sementara pelaku pasar terus menanti arah hasil negosiasi dagang antara Amerika Serikat dan China. Pasar berharap, bila dua raksasa ekonomi dunia ini mencapai kesepakatan, permintaan global terhadap minyak bisa terdongkrak karena pertumbuhan ekonomi juga ikut terkerek.

Dilansir dari Reuters di Jakarta, Rabu, kontrak Brent turun tipis 17 sen atau 0,3 persen menjadi USD66,87 (sekitar Rp1.097.668) per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) AS susut 31 sen atau 0,5 persen menjadi USD64,98 (sekitar Rp1.065.672) per barel. Meski begitu, harga keduanya masih berada di titik tertinggi sejak awal April lalu.

Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick menyebut pembicaraan dengan delegasi China berjalan cukup baik dan diharapkan rampung pada Selasa malam waktu London. Namun ia tak menutup kemungkinan perundingan akan molor hingga Rabu.

Sementara itu, Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2025 menjadi 2,3 persen—turun 0,4 poin dari proyeksi sebelumnya. Lembaga ini menyebut tarif yang tinggi dan ketidakpastian geopolitik menjadi “angin sakal” yang memukul hampir seluruh negara.

Dari sisi pasokan, data distribusi minyak ke kilang-kilang China menunjukkan Saudi Aramco bakal mengirim sekitar 47 juta barel ke China pada Juli, atau lebih sedikit 1 juta barel dibanding bulan sebelumnya. Analis menilai ini bisa menjadi sinyal awal bahwa pelonggaran pemangkasan produksi OPEC+ tak akan serta-merta membanjiri pasar.

OPEC+ sendiri yang mencakup OPEC dan sekutunya seperti Rusia, telah merencanakan kenaikan produksi sebanyak 411.000 barel per hari pada Juli—bulan keempat berturut-turut dalam rencana penyesuaian kuota. Tapi survei Reuters menunjukkan peningkatan produksi OPEC di bulan Mei masih terbatas. Irak bahkan memompa di bawah target guna menebus kelebihan produksi sebelumnya, sementara Arab Saudi dan UEA juga menahan kenaikan pasokan.

Dari Iran, pernyataan baru kembali menghangatkan suasana geopolitik. Pemerintah Iran mengatakan akan segera mengajukan kontra-proposal perihal kesepakatan nuklir setelah menolak tawaran dari Amerika Serikat. Presiden AS Donald Trump bersikeras bahwa Iran tak boleh lagi melakukan pengayaan uranium di wilayahnya sendiri. Jika sanksi terhadap Iran dilonggarkan, potensi ekspor minyak dari Teheran akan meningkat dan bisa menekan harga global.

Adapun dari Eropa, Komisi Eropa mengusulkan paket sanksi ke-18 terhadap Rusia yang ditujukan ke pendapatan energi, sektor perbankan, dan industri militer Moskow. Rusia masih menjadi produsen minyak terbesar kedua dunia setelah AS. Maka bila sanksi ini diperluas, pasokan minyak Rusia di pasar global bakal menyusut, yang otomatis menopang harga.

Cadangan Minyak AS Diprediksi Turun Tiga Pekan Beruntun

Pasar energi tengah menanti rilis data resmi soal persediaan minyak Amerika Serikat dari dua lembaga utama: American Petroleum Institute (API) dan U.S. Energy Information Administration (EIA). API dijadwalkan mengumumkan laporan pada Selasa waktu setempat, disusul EIA pada Rabu hari ini.

Menurut konsensus analis, perusahaan-perusahaan energi di AS diperkirakan menarik sekitar 2 juta barel minyak dari gudang penyimpanan selama sepekan yang berakhir 6 Juni lalu. Jika prediksi ini akurat, maka ini menjadi penarikan stok tiga pekan berturut-turut pertama sejak Januari—sebuah sinyal permintaan yang kembali bergerak naik.

Untuk perbandingan, pada pekan yang sama tahun lalu justru terjadi penambahan 3,7 juta barel dalam stok minyak AS. Bahkan rata-rata penambahan dalam lima tahun terakhir (2020–2024) berada di angka 2,8 juta barel per pekan. Artinya, tren tahun ini bergerak berlawanan arah—dan itu bisa ikut memengaruhi ekspektasi harga ke depan.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Moh. Alpin Pulungan

Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).