KABARBUSA.COM - Pemerintah gelontorkan anggaran belanja untuk Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) sebesar Rp700 miliar hingga Mei 2024, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi, mengungkap realistis tidaknya anggaran tergantung dari design PDN.
“Cukup atau tidak memang akan akan tergantung bagaimana konsep PDN ini di implementasikan bisa jadi angka ini kurang, bisa jadi angka ini terlalu besar,” kata Heru kepada Kabar bursa, di Jakarta, Senin, 1 Juni 2024.
Heru juga mengatakan kerugian turunan dari gangguan layanan seperti imigrasi dan pemerintahan, serta penurunan kepercayaan masyarakat. oleh karena itu Heru meminta kepada pemerintah untuk mengembangkan konsep recovery center.
“Tapi tetap yang perlu dikedepankan bahwa pusat data nasional itu harus dikembangkan dengan konsep data nasional utama dan juga data recovery center, itu yang biasa kita kenal dengan back up, itu harus dibangun sejak awal, kenapa? karena kita merupakan negara dengan resiko alam yang besar, misalnya bencana alam,” jelasnya.
“Juga harus memiliki pusat data nasional sebagai back up, dimana antara yang back up dengan utama ini harus tersinkronis otomatis gitu ya,” tambah Heru.
Perlu diketahui sepekan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) mengalami gangguan siber dengan ransomware yang terjadi sejak kamis, 20 Juni 2024.
Isha Farid Direktorat Keamanan Siber Sektor Keuangan, Perdagangan dan Pariwisata Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), mengungkap pihaknya dan perbankan sudah melakukan antisipasi terkait keamanan nasabah dari serangan siber.
“Jadi sisi regulasi sudah ada tinggal nanti kita tunggu perkembangannya ya, di BI OJK sudah menyusun, BSSN juga sudah membuat regulasinya, petugas bersama sama dengan ojk dan disektor perbankan,” kata Isha di Dharmawangsa, beberapa hari lalu.
Serangan ransomeware tidak hanya mengakibatkan gangguan terhadap sejumlah layanan, tetapi membuat data milik 282 kementerian/lembaga dan pemerintah daerah di PDN terkunci dan tersandera peretas.
Lanjutnya Isha meminta kepada seluruh pihak perbankan untuk segera membentuk tim terhadap ancaman siber, guna menjaga data nasabah.
Pasrah kehilangan Data
Di tengah upaya investigasi dan pemulihan data yang dilakukan sebelumnya, tim gabungan menemukan pesan berisi permintaan tebusan dari peretas.
Pemerintah diminta membayar senilai USD8 juta atau setara Rp131 miliar, jika ingin data-data yang tersimpan di PDN dibuka oleh peretas. Namun, pemerintah menolak negosiasi itu.
“Ya pemerintah kan enggak mau menebus, sudah dinyatakan tidak akan memenuhi tuntutan Rp131 miliar,” ujar Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Usman Kansong.
Penyerang biasanya menginfeksi sistem melalui email phishing, unduhan berbahaya, atau kerentanan perangkat lunak. Email phishing sering kali tampak sah, memikat korban untuk mengklik tautan atau lampiran yang berbahaya.
Setelah masuk ke sistem, ransomware mengenkripsi file penting, mengunci pengguna dari data mereka sendiri. Pada titik ini, korban akan melihat pesan tebusan yang menuntut pembayaran, seringkali dalam bentuk cryptocurrency seperti Bitcoin, untuk mendekripsi data.
Penyerang memberikan instruksi detail tentang cara melakukan pembayaran. Mereka mungkin juga mengancam untuk menghapus data atau membocorkannya ke publik jika tebusan tidak dibayar dalam jangka waktu tertentu.
Dampak Serangan ransomware, biasanya pembayaran tebusan bisa sangat mahal, sering kali mencapai jutaan dolar. Selain itu, biaya tambahan diperlukan untuk pemulihan dan peningkatan keamanan.
Serangan ransomware bisa menghentikan operasi bisnis, menyebabkan hilangnya pendapatan dan kerusakan reputasi. Ada risiko data sensitif bocor atau hilang secara permanen, yang bisa berdampak serius pada privasi dan keamanan.
Beberapa langkah-langkah Pencegahan, Pelatihan karyawan tentang cara mengenali email phishing dan praktik keamanan siber yang baik adalah langkah penting.
Kemenkominfo Buka Suara
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menanggapi insiden lumpuhnya Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 Surabaya selama 7 hari terakhir akibat serangan ransomware Brain Cipher. Meskipun terjadi insiden tersebut, Kominfo menegaskan bahwa tidak ada sistem yang bisa dijamin 100 persen aman dari penetrasi hacker.
“Akan selalu ada risiko dalam keamanan sistem informasi, dan kami terus meningkatkan standar keamanan di infrastruktur jaringan, aplikasi, serta dalam pengelolaan sumber daya manusia,” kata Aris Kurniawan, Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintahan, Ditjen Aptika Kominfo.
PDNS merupakan inisiatif sebagai layanan sementara untuk mendukung integrasi data seluruh instansi pemerintah sesuai Peraturan Presiden No. 95 tentang SPBE, sebagai langkah awal sebelum rampungnya pembangunan Pusat Data Nasional.
Aris juga mengklarifikasi bahwa pernyataan sebelumnya yang menyebut PDN sebagai anti-hacker adalah salah. “Infrastruktur PDN selalu dilengkapi dengan lapisan perlindungan keamanan yang komprehensif,” tambahnya.
Meskipun terjadi insiden pada PDNS 2 Surabaya, yang bukanlah bagian dari PDN yang sedang dalam pembangunan, upaya pemulihan telah dilakukan dengan mengaktifkan backup data pada 44 instansi pemerintah melalui media temporer. (dia/prm)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.