KABARBURSA.COM - Bank Sentral Malaysia (Bank Negara Malaysia/BNM) menegaskan kesiapannya untuk menstabilkan nilai tukar mata uang ringgit. Saat ini, ringgit mendekati level terlemah sejak 1998.
BNM akan memastikan “berfungsinya pasar valas” dengan dukungan lembaga-lembaga negara, korporasi, dan eksportir untuk menarik aliran modal masuk. Demikian disebutkan keterangan resmi BNM, Senin 15 April 2024.
Ringgit melemah hingga 0,2 persen ke MYR4,78/USD hari ini, sedikit lebih baik dibandingkan MYR4,8053 yang tercipta pada Januari 1998. Meski demikian, ringgit masih lebih baik ketimbang sejumlah mata uang utama Asia seperti won Korea Selatan, peso Filipina, dan dolar Taiwan dalam perdagangan hari ini.
Ringgit sempat bangkit dari level terlemahnya pada Februari lalu setelah BNM mengumumkan pada awal Maret bahwa akan mendorong perusahaan-perusahaan milik negara untuk merepatriasi investasi asing dan melakukan konversi ke mata uang lokal.
Mata uang Malaysia terseret arus pelemahan akibat apresiasi dolar Amerika Serikat (AS) secara global karena Bank Sentral Federal Reserve diperkirakan tetap akan mempertahankan suku bunga tinggi dalam waktu yang cukup lama (higher for longer). Ringgit juga merasakan sentimen negatif akibat pelarian arus modal ke aset yang dipandang aman (safe haven) seiring peningkatan tensi di Timur Tengah.
Perlambatan ekonomi China, mitra dagang utama Malaysia, juga membebani langkah tinggit.
Malaysia bukan satu-satunya. Investor terus memantau perkembangan intervensi yang dilakukan bank-bank sentral di negara berkembang seperti China, Korea Selatan, Thailand, dan Indonesia, yang mata uangnya tertekan akibat reli dolar AS.
Namun, kenaikan harga minyak bisa membawa dampak positif terhadap negara-negara net eksportir minyak. Harga minyak jenis Brent yang bergerak ke arah USD100/barel bisa mendukung ringgit, sebut riset Stephen Ciu dari Bloomberg Economics.
Hari ini, harga Brent bergerak di kisaran USD90/barel.